Beberapa bulan setelah pertengkaran Putri dengan Fatimah di belakang kampus, kini mereka jadi tidak lagi bersama. Fatimah berkali-kali mencoba untuk menemui Putri, tapi Putri malah menghindar dan bersembunyi. Mungkin Putri masih belum terima, jika pria yang di sukainya sejak lama ternyata menyukai temannya sendiri.
Hari itu Putri menenangkan diri di taman dekat rumahnya, ia menatap suasana taman yang sepi namun menenangkan. Perasaannya menjadi nyaman, rasa kesal yang tadi bersarang di hatinya perlahan hilang dan meluap. Tanpa Putri sadari, seseorang sedang melangkah mendekatinya. Setelah dia berada di belakang Putri, barulah suaranya terdengar.
"Aku baru tau jika kamu suka datang ke taman ini." Ucap orang itu dengan helaan nafas lelah.
Mendengar suara orang lain yang terasa familiar, Putri pun langsung menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya ia saat mendapati Aziz berada di sana dengan wajah lelahnya, karna terkejut Putri bahkan sampai berdiri tidak percaya.
"Kak Aziz? Ini beneran kak Aziz? Kok bisa?" Gumam Putri dengan wajah herannya.
"Ya bisalah, aku kan tinggal di komplek ini juga." Jawab Aziz dengan santainya.
"Hah? Sejak kapan?" Tanya Putri lagi masih tidak percaya.
"Sejak lahir, bukannya aku sudah pernah bilang saat mengantar kamu sepulang dari Sukabumi? Rumah aku dan kamu itu searah, makanya kita pulang bersama saat itu." Jawab Aziz mengingatkan.
Putri kembali mengingat tentang hal itu, dan ternyata memang benar sebelumnya Aziz sudah mengatakan hal itu padanya.
"Ah ya, maaf aku lupa." Ucap Putri setelah ingatannya kembali terbuka.
"Santai saja, aku juga tidak akan marah." Balas Aziz dengan tenang.
Putri mengangguk paham, lalu ia duduk kembali di kursi dan menawarkan Aziz untuk duduk juga.
"Duduk kak?" Tawar Putri.
Aziz mengangguk setuju, lalu ia duduk di sisi lain kursi panjang itu. Ada sekitar 1 jengkal jarak antara Putri dan Aziz, hal itu membuat mereka menjadi canggung.
"Boleh aku bertanya?" Izin Aziz pada Putri.
"Tanyakan saja" balas Putri mengizinkan.
"Hubunganmu dengan Fatimah, apa tidak bisa di perbaiki lagi?" Tanya Aziz mulai berbicara serius.
Putri terdiam, ia sendiri juga tidak tau apakah pertemanan yang sudah rusak itu masih bisa membaik atau tidak. Walaupun begitu hati kecilnya berharap jika hubungan pertemanan itu bisa kembali membaik, karna ia sudah terlalu dekat dengan Fatimah dan rasanya tidak nyaman jika harus berjauhan terus-menerus.
"Aku tidak tau." Jawab Putri seadanya.
"Apa kamu masih menunggu permintaan maaf dari Fatimah? Walaupun sebenarnya ia tidak salah?" Tekan Aziz pada Putri.
Putri langsung menatap Aziz tidak suka, lalu ia pun langsung menyuarakan pendapatnya.
"Tidak salah? Kak, Fatimah itu tau kalau aku menyukai kak Ali sejak pertama kali datang ke kampus. Dia bahkan berkata kalau dia tidak tertarik untuk menjalin hubungan dengan kak Ali, tapi kenapa dia malah diam-diam menemui kak Ali saat itu? Bahkan dia sampai berbohong padaku, bagaimana aku tidak marah padanya?" Jawab Putri dengan rasa kesalnya.
Aziz menatap Putri dengan datar, ia tidak tau kenapa Putri jadi seperti itu. Keras kepala dan mudah emosi, padahal sebelumnya dia tidak seperti ini.
"Tenangkan dirimu, terlalu emosi itu tidak baik." Ingat Aziz pada Putri.
Putri mengalihkan pandangannya ke tanaman yang ada di depannya, pembahasan itu selalu saja memancing emosinya. Bahkan di saat tenang seperti ini, Putri seakan di kuasai amarahnya sendiri.
"Biar aku jelaskan sedikit, mungkin dengan hal ini kamu akan mengerti." Ucap Aziz dengan wajah santainya.
Mendengar perkataan Aziz, Putri langsung menoleh padanya. Lalu ia menatap serius sambil menunggu kata-kata yang akan Aziz keluarkan, sedangkan Aziz lebih dulu menghela nafas panjang.
"Sebenarnya sebelum kalian ospek, Ali sudah tertarik pada Fatimah. Saat dosen pembimbing memberikan data mahasiswa dan mahasiswi baru, hanya data Fatimah lah yang Ali lihat hingga hampir 1 jam. Padahal data itu sama dengan data kamu dan data-data lainnya, tapi Ali tetap memandangi data itu sampai dia puas. Lalu di saat ospek, Ali sebenarnya tau jika yang seharusnya memenangkan misi terakhir itu adalah Fatimah. Tapi Fatimah menyerahkan posisinya padamu, karna itulah Ali tetap diam dan memberimu hadiah pengganti. Apa kamu tau jika hadiah yang sebenarnya sudah Ali berikan langsung pada Fatimah? Karna Ali tidak mau, hadiah spesialnya itu dimiliki sama orang yang bukan pemenang. Setelah hari-hari itu, Ali jadi lebih sering memperhatikan Fatimah. Mungkin memang benar, jika takdir berkehendak tidak ada yang bisa merubahnya." Jelas Aziz memberitahu.
Putri terdiam, ia sama sekali tidak menyangka jika ternyata Ali menyukai Fatimah lebih dulu di banding dirinya menyukai pria itu. Kalaupun memang Ali menyatakan perasaannya itu wajar, karna ia sudah memendamnya selama 1 tahun lamanya.
"Kak Aziz tau darimana tentang hal itu?" Tanya Putri memastikan.
Aziz menatap Putri dengan senyum tipisnya, lalu ia pun menjawab pertanyaan gadis itu.
"Aku tidak perlu bertanya pada siapapun, karna aku melihatnya secara langsung." Jawab Aziz apa adanya.
Mendengar jawaban Aziz, Putri pun menjadi malu karna ia pernah berbohong di hadapan semua orang. Saat misi terakhir ospek memang Fatimah pemenang yang sesungguhnya, tapi dia memberikan bukunya pada Putri agar Putri bisa mewujudkan keinginannya menerima hadiah dari Ali. Mengingat hal itu, Putri jadi menyesal telah memutus hubungannya dengan Fatimah.
"Ya aku akui, saat itu memang Fatimah yang menjadi pemenangnya. Tapi dia meminta aku untuk mengangkat tangan saat pertanyaan pemenang di ajukan kak Ali, jadi mau tidak mau aku maju ke depan walaupun sebenarnya semua itu bohong." Ungkap Putri sambil menunduk bersalah.
"Aku tau, dan aku yakin Fatimah memang teman yang baik juga pengertian. Karna itulah dia menunjuk kamu mengambil posisi itu, karna dia tau kamu menginginkannya." Balas Aziz menegaskan.
Putri terdiam, apa yang Aziz katakan memang benar. Selama ini Fatimah sangat mengerti dirinya, karna itulah dia mencoba melakukan apapun yang membuat Putri merasa senang.
"Adakalanya kita harus merelakan apa yang bukan milik kita, karna setiap sesuatu itu memiliki takdirnya sendiri. Terutama perasaan, kita tidak boleh egois dalam hal ini. Perasaan itu anugrah, ia hadir dengan sendirinya tanpa bisa di cegah. Perasaan juga tidak bisa di paksakan sesuai kemauan kita, semakin kita menggenggamnya erat maka akan semakin sakit rasanya. Lebih baik lepaskan, pasrahkan, dan ikhlaskan, semua itu lebih baik dari pada menyiksa diri dengan menahan apa yang seharusnya pergi." Ungkap Aziz penuh makna.
Putri menatap Aziz dengan sendu, memang benar semua kata-katanya itu. Semakin di genggam, maka semakin sakit. Jika tidak jodoh, apa mau di kata? Memang lebih baik relakan saja.