webnovel

Chapter one : Adrian

"Hope is not a dream but a way of making dream s become reality"

Pagi yang cerah datang mengusir gelapnya malam. Seorang pemuda yang sedang terlelap dibangunkan oleh kicauan burung dan cahaya matahari yang mengelus wajahnya dengan penuh kelembutan.

Pemuda tersebut bernama Adrian. Si kutu buku dari kelas 8A yang memiliki nilai akademik di atas rata-rata.

Adrian terbangun dengan kantuk yang masih menghantuinya. Ia melihat sekelilingnya, kamar yang sudah Ia tempati selama 13 tahun. Ia menarik nafas dalam dalam dan menghembuskannya, menikmati udara pagi yang segar dan angin sepoi-sepoi dari jendelanya yang terbuka.

Adrian melihat kearah jam yang sudah menunjukkan waktu pukul lima pagi. Ia berdiri dan menjauhi kasur empuknya menuju kamar mandi. Ia mencuci wajahnya dan mandi dengan air hangat.

"Segarnya... "

Lalu ia keluar dari kamar mandi dibalut handuk putihnya. Ia mengeringkan badannya dan memakai seragam sekolahnya. Mengambil tasnya dan memasukkan buku-buku serta peralatan sekolahnya.

"Kak Adrian, sarapan sudah siap!"

ujar adik kembarnya Angelina dari dapur dimana sarapan mereka dimasak olehnya.

"Iya, sebentar."

Adrian menutup tasnya menyelesaikan aktivitas paginya dan bergegas pergi ke ruang makan.

Sesampainya di ruang makan, Adrian melihat kembaran cantiknya yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya membawakan nasi goreng spesial kesukaannya dan menaruhnya di meja makan.

"Lama banget sih, dasar emak emak rempong." ejek Angelina yang dibalas cengengesan oleh kakak rempongnya itu.

Adrian dan Angelina tinggal bersama neneknya dan tantenya. Orang tua dari kedua saudara kembar tersebut telah pergi saat mereka masih kanak kanak. Mereka memiliki kakak tertua yang tinggal terpisah dari mereka namanya adalah Jack.

Jack sudah bekerja dan menjadi manager di perusahaan terkenal di kota pusat. Ia mengatur gaji perbulannya untuk dapat menghidupi diri sendiri dan untuk diberikan pada neneknya, tantenya dan tentunya kedua adik kembar yang sangat Ia sayangi.

Adrian's POV

Aku dan Angelina sudah terbiasa mandiri sejak dini.

Setelah orang tua kami pergi, nenek dan bibi mengasuh dan merawat kami dengan penuh kasih sayang, tidak lupa kami diajarkan berbagai hal dan terus menerus diingatkan untuk berjuang bersama dan saling menopang.

Nenek kami sedang dalam kondisi sakit sakitan namun ia masih terus menyemangati kami. Bibi selalu pergi ke pasar pada pagi hari untuk membelikan kami bahan masakan. kami sudah diajarkan memasak saat berumur 7 tahun.

"Terimakasih atas makanannya. "

Setelah sarapan aku dan Angelina mengambil bekal makan siang yang disiapkan adik ku sebelum kami memakan sarapan kami.

Seperti biasa aku selalu memakai sepeda untuk pergi kesekolah. sedangkan adik kembarku berjalan kaki, kami berangkat terpisah karena memang aku yang memintanya. Ini karena masalah ku sendiri disekolah.

NORMAL POV

Menggoes sepeda. Dengan kayuhan yang cepat, Adrian membawa sepedanya dengan terburu-buru walaupun masih banyak waktu sebelum bel berbunyi.

Bukannya dia anak rajin yang selalu datang pagi. Tetapi, karena satu dua hal dia terpaksa selalu lari, terutama hari inj dia membuat satu rencana lagi. Tapi tidak semudah itu.

Sebesar apapun niatnya dia tetap tidak bisa menghindar dari sampah-sampah itu. tidak peduli berbagai rencana untuk mengalahkan mereka,  dia tetap tidak dapat melawannya.

"aku memang seorang pengecut."

Sambil tetap menjaga pace sepedanya dia mengeluh akan kepayahannya. Tak terasa gerbang sekolah sudah ada di depannya.

Karena waktu yang masih pagi, sekolah masih sangat sepi. Hanya beberapa murid saja yang terlihat, juga guru dan karyawan sekolah.

"sepertinya ini berhasil.."

Merasa tenang untuk dua detik, tapi orang orang itu sudah datang dan menghampirinya.

"Yo! Adrian adik kelasku yang tercinta! Sepertinya kau datang pagi hari ini... Kau sudah tidak sabar untuk membantu kami ya?"

Sial.. Ternyata mereka juga datang pagi.

Alasan Adrian sangat terburu-buru adalah untuk menghindari kakak kelasnya. Atau bisa dikatakan sebagai pembully anak itu.

"Ma-maaf kak. Tapi aku dipanggil oleh Guru pagi ini. Jadi tidak bisa." balas Adrian yang mencoba lari dari para pembully itu.

"Apa yang kau katakan! Dasar manusia tidak tahu diri!" kata salah satu dari mereka sambil mengangkat kerah Adrian dan kemudian membantingnya ke tanah beserta sepedanya yang ikut terjatuh.

"Sekarang adikku.. Belikan kami minuman dan cemilan dikantin. Dan juga kami akan meminjam sepedamu, mungkin beberapa putaran dapat melemaskan otot."

Mengambil keberaniannya. Adrian berdiri dan mencoba melawan kakak kelas pembullynya. Walau dia tahu kalau itu tidak pernah berhasil.

"maaf saja ya kak! Tapi jika aku berkata tidak ma- ukh!"

Satu pukulan di berikan kepada Adrian di bagian ulu hatinya. Dan membuat dia langusung terduduk menahan rasa sakit yang diterimanya.

"Memangnya ada yang mengatakan kau boleh berbicara!"

Kini sebuah tendangan mengayun tepat mengenai kepalanya. Tak dapat menghindarinya dan membuat dia sampai mencium tanah.

"aku tidak mau mengulangi perintah yang sama! sekarang cepat pergi ke kantin, dan berikan apa yang kuminta."

Sambil menahan rasa sakit, Adrian segera berdiri dan berjalan meninggalkan mereka.

Walau ada beberapa orang yang melihatnya mereka tidak akan pernah mau membantu.

Mereka terlalu takut untuk melawan mereka. Lagipula mereka juga tidak ingin mengambil resiko dan menjadi korban bully. Karna alasan itulah tidak akan ada orang yang mau membantunya bahkan teman seperjuangannya sekalipun.

Bahkan guru-guru tidak memperdulikannya. Memang sudah banyak pembullyan di sekolah tersebut namun para guru terlalu malas menanggapi hal hal tersebut.

"Pagi buu..."

Adrian menyapa ibu kantin berumur 30an tahun tersebut dengan ramah.

"Pagi Adri- Ada apa dengan wajahmu ?? Masih pagi kau sudah babak belur."

Ibu kantin tersebut sudah mengetahui tentang Adrian yang dibully kakak kakak kelasnya namun Ia juga tidak bisa melakukan banyak hal mengingat Ia hanya seorang ibu kantin yang tidak memiliki wewenang apapun.

"Aku tidak apa apa kok bu."

Adrian membalas ibu kantin tersebut sambil tersenyum polos.

"Kemarilah ibu bersihkan lukamu. Tenang saja jarang sekali murid murid datang ke kantin kalau bukan jam istirahat."

Adrian menurut dan membiarkan ibu kantin yang bernama Ymir itu. Ia tidak tau mengapa setiap ibu kantin tersebut membersihkan lukanya, luka-luka tersebut dengan ajaib serasa menghilang dalam satu usapan. Tetap saja Ia tidak menghiraukan hal yang agak aneh tersebut.

"Mungkin saja inilah rasanya kasih sayang seorang ibu." pikir Adrian.

"Luka-luka yang diberikan anak anak nakal tersebut sudah tidak terlihat."

Adrian tersadar dari lamunannya, walaupun Ia belum terlalu lama bersekolah di tempat ini, Ia sudah sangat dekat dengan Bu Ymir. Berhubung Bu Ymir lah yang selalu menyembuhkan luka Adrian dari pertama kali dia dibully.

"Trima kasih banyak bu."

Adrian sudah menganggap Bu Ymir lebih dari sekedar ibu kantin.

Kembaran pemuda tersebut juga dekat dengan Bu Ymir. Ia sering meminjamkan buku buku novel pada Angelina.

Angelina yang doyan membaca buku tersebut selalu tertarik dengan buku buku Bu Ymir.

Terkadang Angelina sering membahas buku buku yang telah Ia baca dengan Bu Ymir saat memiliki waktu luang.

"Kalau begitu saya mau pesan roti coklat satu, roti bluberry satu, roti vanilla satu,  susu coklat dan... "

Ujar Adrian yang lupa dengan pesanan terakhir kakak kelasnya karna terburu buru tadi.

"Susu strawberry?"

Bu Ymir melengkapkan pesanan Adrian.

"Ya, susu strawberry satu. Trima kasih."

"Harganya jadi 16000."

Adrian memberikan lembaran hijau yang bertuliskan angka 20000. Bu Ymir mengambilnya dan memberikan dua lembar uang 2000 kepada Adrian.

"Trima kasih bu."

"Iya sama sama nak Adrian."

Adrian berlari kencang menuju kelas kakak kelasnya. Ia melewati murid murid lain dengan mulus. Sampailah dia di lorong kelas

9 hanya satu belokan lagi.

Bruuk...

Adrian's POV

Sial, sisa satu belokan dan sampai. Siapa orang tidak tau diri yang menabrakku!?

Eh?  Kertas?

Hanya itu yang ada dibenakku saat belasan kertas terbang dan jatuh di lantai lorong.  Aku melihat gadis bersurai pirang sedang mencari sesuatu yang sepertinya penting.

"Kacamata.... Kacamataku... "

Aku langsung mengerti saat dia bergumam seperti itu.

Aku melirik ke kanan kiri dan melihat kacamata hitam ala kutu buku tergeletak di lantai lorong yang licin ini.

Dengan sigap aku mengambil kacamata tersebut dan  memasangkannya ke tempat Ia seharusnya berada.

Aku melihat gadis pirang tersebut sedikit terkejut. Dan dengan spontan Ia menatapku dengan manik biru lautnya, membuatku ingin menyelam kedalam dan menikmati keindahannya.

Ia tersipu malu, dapat kulihat semburat kemerahan dari pipi putihnya saat menatapku.

" Apa Ia tersipu karna.... Aku?"

Normal POV

Adrian ikut tersipu berkat kesimpulan aneh yang ia buat dalam waktu kurang lebih sepuluh detik itu.

Si rambut pirang sadar bahwa kertas-kertasnya berhamburan di lantai. Ia dengan sigap mengambil secara perlahan satu persatu lembar kertas tersebut.

Adrian yang melihat hal tersebut langsung membantu mengambil kertas-kertas tersebut.

Adrian memperhatikan lembaran-lembaran kertas yang Ia kumpulkan. Ia melihat coret-coretan wajah orang,  design pakaian dan gambar yang bisa dibilang cukup bagus.

Adrian kagum dengan gambar-gambar tersebut dan bertanya pada si pemilik.

"Kau yang menggambar ini semua?"

"err... Iya. Ma...maafkan aku, seharusnya kau tidak melihat karya burukku itu."

Gadis pirang tersebut membantah pujian Adrian dengan malu malu.

"Tidak apa, karyamu ini hebat." puji pemuda itu lagi.

"T....trima kasih." balas gadis bermanik biru itu.

Adrian memberikan tumpukan kertas yang Ia kumpulkan kepada gadis bersurai pirang yang ada dihadapannya itu.

Merekapun berdiri dan melangkah kembali ke arah berlawanan.

"Namamu siapa?"

Adrian menghentikan langkahnya saat mendengar pertanyaan dari gadis itu.

"Adrian. Namaku Adrian." jawab Adrian dengan tampang (agak) kerennya.

"Jaa... Kalau begitu sampai bertemu lagi  Agrian." ujar perempuan tadi.

"namaku Adrian" batinnya.

"Siapa nama-"

Adrian ingin menanyakan nama gadis bersurai keemasan tadi. Namun, gadis itu menghilang seperti tersedot angin.

"Sampai jumpa..." bisik Adrian.

"oh iya.... Makanannya!"

Adrian melanjutkan perjalanannya ke kelas anak anak yg membully dirinya.

Dengan cepat Ia menaruh jajanan diatas meja mereka lalu kabur.

"aku akan menyanyakan namanya nanti!"