webnovel

Menemui Arie

"Apa yang kau temukan?" tanya Vano begitu Javier masuk ke dalam ruangannya.

"Apa yang kau katakan benar. Aku mencoba melihat lebih jelas isi tas Lexa saat dia berada di dalam ruangan ini. Ada benda yang entah kenapa sangat mencurigakan. Aku sudah mengirimkan pada Jasper videonya dan mungkin dia akan banyak memberi informasi," ucap Javier.

"Apa yang kau rasakan? Dan menurutmu apa itu?" tanya Vano ingin tahu.

"Aku merasakan liontin itu menyerap seluruh energiku. Sakit yang dulu aku sering rasakan saat aku masih memiliki penyakit jantung. Rasanya sama seperti itu. Dadaku nyeri dan sakit sekali semakin lama aku melihat liontin itu. Aku juga tidak tahu apa itu karena aku belum pernah melihat yang seperti itu. Benda itu terlihat sama sekali tidak berbahaya, tapi entahlah," Javier bahkan tak sanggup berkata-kata.

"Setidaknya aku tidak merasakannya sendiri. Hm, sebenarnya ada hal lain yang aku ingin kita lakukan hari ini," ucap Vano santai.

"Apa itu?" tanya Javier.

"Aku ingin bertemu Arie!" ucap Vano yakin.

"Apa? Kau serius? Aku sangat tidak menyarankan itu!" ucap Javier cepat.

"Kenapa kau mengaturku?" Vano tentu saja keberatan.

"Vano, kawanan kita sedang sekarat. Sebagian dari mereka saat ini sedang berada di rumah sakit untuk perawatan. Sebagian lagi harus gugur karena kejadian kemarin. Kau sendiri juga baru saja sembuh dari luka. Tentu saja akan sangat berbahaya kalau kau memaksa pergi!" Javier menjabarkan seluruh alasannya.

"Apa kau menyepelekanku? Aku tidak bodoh dan aku juga sama sekali tidak lemah! Aku hanya ingin bicara dengannya sebagai seorang CEO Gold Lycaon Company. Lagipula aku tidak sendiri karena aku punya kau dan Jasper," Vano cepat bicara.

Tidak bisa lagi menolak perintah sang atasan. Mereka bertiga pergi menuju sebuah hotel bintang lima tempat William Arie menginap selama di Perancis. Arie sama sekali tidak merahasiakannya karena dia terus terlihat keluar masuk hotel itu. Dia juga beberapa kali terlihat di restoran baru yang kabarnya menjadi alasan seorang William Arie datang ke Perancis. Kadang mengunjungi anak perusahaannya yang ada di sana. Dia terus beraktifitas seperti biasa. Justru terlihat seperti berharap ada seseorang yang datang menemuinya. Siapa lagi kalau bukan Vano.

Tiba di lobi hotel super mewah yang merupakan bangunan tertinggi di wilayah Kota Lorient, Hotel Cassablanca. Vano turun setelah Jasper dengan cepat membuka pintu mobil untuknya. Seolah mengerti seorang Vano akan datang, resepsionis secara khusus sudah menyambutnya. Jasper yang mengatakan maksud dan tujuan mereka datang segera bergegas mengantar pergi ke lantai 99 tempat di mana William Arie menginap. Lantai mewah dengan marmer menutup seluruh lantai sudah menyambut. Seluruh lantai ini adalah kamarnya.

Dua orang bodyguard sudah berdiri berada dalam posisi siaga. Badan tegap dan dua tangan berada di depan tubuh mereka. Pistol terlihat menyembul dari balik jas mereka. Vano didampingin Jasper dan Javier tentu tak akan gentar. Mereka berdua masuk ketika sebuah suara mulai menyapa dengan lantang dari tengah ruangan.

"Tuan Vano Orazio Lycaon. Selamat datang."

Vano tentu saja berjalan kemana arah suara itu berasal. Sebuah kursi besar berputar dan menunjukkan padanya sosok William Arie yang selama ini lebih sering terdengar namanya daripada terlihat sososknya. Pria paruh baya dengan jas warna putih gading dan kemeja bewarna maroon. Sebuah dasi kupu-kupu warna senada bersemat di lehernya. Rambut putihnya sudah menutup seluruh kepalanya. Arie berdiri seolah menyambut kedatangan ketiganya di tempat itu.

"Tuan William Arie. Suatu kehormatan akhirnya bertemu denganmu," Vano tak kalah mantap.

"Iya iya kau benar juga. Ini pengalaman pertama kita bertemu kan? Kau jauh lebih muda dari yang kubayangkan," ucap Arie tersenyum.

"Dan kau jauh lebih tua dari yang pernah aku lihat di majalah-majalah," Vano tak mau kalah.

"Hahaha. Wow, bukankah itu keajaiban editorial?" ucap Arie santai.

"Aku tidak datang untuk bercanda Arie. Kau pasti sudah tahu dengan pasti maksud dan tujuanku datang kemari!" Vano mulai serius.

"Sayangnya, kau tidak bisa diajak bercanda," Arie menggelengkan kepalanya.

"Kita ini sesama manusia serigala dan seharusnya kita tidak saling menganggu satu sama lain. Kau sudah tenang di Spanyol dan aku juga sudah sangat tenang di sini. Kenapa kau harus menganggu perusahaanku seperti itu?" Vano mulai emosi dengan tangan menggenggam.

"Menganggu perusahaanmu? Hahaha. Aku sama sekali tid-"

"Hentikan Arie! Kau tahu kan sudah tidak seharusnya kau berbohong tentang itu! Kita semua di sini tahu kau pelakunya. Kau menggunakan salah satu orangku untuk berkhianat dan menyebar bubuk perak itu di dalam perusahaan!" ucap Vano mulai emosi.

"Ya kalau kau menganggap aku ada hubungannya dengan itu maka… silahkan saja. Tapi kau harus ingat bahwa kita ini punya tujuan akhir yang sama, Vano. Kau masih muda dan penuh talenta. Kenapa tidak kau gunakan untuk menemukan keturunan terakhir dari Dewa Zeus yang kabarnya masih berkeliaran dengan aman di Kota Lorient ini?" tawar Arie dengan santainya.

"Kau! Itu tujuanmu kan? Lakukan sendiri! Kenapa harus mengusikku!" ucap Vano tegas.

"Apa kau bodoh? Bukan hanya aku dan kawananku yang akan mati kalau sudah bertemu dengannya, tapi kau dan juga seluruh kawananmu. Denganku, kau masih bisa memperjuangkan! Kau masih bisa melawan hingga tetes darah penghabisan! Tapi kalau sudah dengannya? Kau tidak akan bisa melakukan apapun! Kau akan berubah menjadi debu hanya dalam sekejap!" ucap Arie berusaha memperingatkan.

"Kalau itu memang terlalu penting untukmu, maka lakukanlah! Kenapa kau terus membuang waktu dengan menganggu perusahaanku!" ucap Vano kesal.

"Baiklah, bagaimana kalau kita bekerja sama? Anggap ini tawaran gencatan senjata untukmu!" ucap Arie tiba-tiba.

Tentu saja cepat hal itu mendapatkan penolakan dari Vano. "Tiba-tiba? Sekarang? Setelah kamu membunuh dan melukai banyak kawananku? Jangan harap!"

Vano yang emosi dengan cepat maju dan berusaha menggapai tubuh Arie. Tentu saja dengan cepat dua bodyguard yang memang tidak berada jauh segera telak memukul perut Vano sedangkan lainnya mencekal lengan Vano. Jasper dan Javier segera melawan bodyguard lain yang sebelumnya ada di pintu masuk. Pertarungan tak terelakkan karena Vano tak ingin menyerah. Dia memukul dan menendang satu bodyguard hingga dia terpental menuju sebuah cermin yang berada di dinding dan membuatnya pecah berantakan. Cepat dia berusaha merengkuh Arie tapi lagi tercekal oleh seorang bodyguard yang mencengkram kedua tangannya.

Jasper dan Javier tampak sudah babak belur karena pasukan Arie semakin lama semakin bertambah banyak. Jasper yang memang tak terlalu bisa bekelahi sudah terluka tepat di wajahnya dengan darah mengalir dari sisi kepalanya. Javier yang jauh lebih kuat harus berlutut saat ada tiga orang yang mencengkram tubuhnya erat dengan kepalanya berada di salah satu lengan kekar pasukan Arie. Pria paruh baya yang bahkan tak tersentuh itu sudah tersenyum dengan congkaknya menatap Vano.