webnovel

Dia Mangsa

"Apa harus ada alasan untuk menyukai seseorang?" Valdo bertanya balik dengan seringai di wajahnya.

Vano tersenyum balik, "maka sayang sekali karena kau menyukai gadis yang salah."

Tentu saja Valdo tertarik pada alasan di balik perkataan Vano.

"Aku tidak tahu apa aku harus mengatakannya sekarang padamu? Dia, gadis itu, dia adalah mangsaku selanjutnya," ucap Vano dengan santainya.

"Mangsa? Maksudmu kau ingin..." bahkan Valdo tidak bisa melanjutkan pembicaraan.

"Ya, kau tahu kan orang-orang yang selama ini menjadi mangsa untukku. Apa kau tidak bisa melihat semua kriterianya ada di dia. Tidak memiliki keluarga dan kehidupannya juga sengsara. Dia juga sepertinya punya jiwa yang murni. Akan lebih baik bagi dia kal-"

BRAK.

Suara hantaman keras Valdo memukul meja milik Vano itu.

"Aku sudah mengatakannya padamu, aku menyukainya! Sama sekali belum terlambat untuk merubah keputusan. Kau bisa makan apa saja yang kau inginkan, tapi jangan dia!" Valdo terlihat kesal.

"Ayolah. Dia hanya seseorang yang baru kau kenal dalam beberapa hari. Aku yang seharusnya berkata padamu bahwa semuanya belum terlambat. Kau bisa menyukai gadis lainnya," Vano bicara dengan angkuhnya.

"Aku tidak mau! Sampai kapanpun aku akan mempertahankannya. Kalau perlu, aku akan membawanya pergi dari sini!" ancam Valdo membuat Vano tertawa mengejek.

"Hahaha. Maaf tapi kau ini seorang Lycaon. Faktanya kau tidak akan bisa hidup tanpa semua fasilitas yang aku dan ibu berikan padamu. Apa kau pikir juga ibu akan senang dengan keputusanmu? Apa kau kira aku akan diam saja kalau benar kau membawa Lexa pergi?" tanya Vano lagi.

Kali ini Vano benar. Valdo memang masih sekolah dan dia sedikit banyak masih bergantung pada keluarga kaya rayanya itu. Dia harus menggunakan cara lainnya.

"Begini saja. Bagaimana kalau kita membuat perjanjian?" tawar Valdo.

"Perjanjian? Seperti apa?" Vano terdengar tertarik.

"Aku akan bekerja di sini setelah aku lulus sekolah dua bulan lagi. Aku akan membantumu mengurus semuanya. Kau harus melepaskannya setelah itu," ucap Valdo yakin.

"Tiga tahun!" Vano bicara singkat.

"Tiga tahun?" membuat Valdo bingung.

"Kau harus bekerja di sini minimal selama tiga tahun dan setelah waktu itu, aku akan melepaskan tidak hanya Lexa tapi juga kau!" tawar Valdo yang sangat mengerti watak sang adik.

Tidak langsung menjawab, Valdo berpikir keras. Bekerja di perusahaan ini sama sekali bukan mimpinya. Melihat bagaimana mengerikannya apa yang tersembunyi di balik gedung megah ini membuatnya bergidik. Vano baginya hanyalah pembunuh berdarah dingin yang bersembunyi di balik pakaian mewah dan jam tangan mahal saja.

Kalau boleh jujur bahkan hingga detik ini, dia sangat membenci Vano. Dialah yang menyebabkan dirinya berubah menjadi mahkluk yang sama sekali tidak diinginkannya. Hal yang selalu berusaha dia tutupi selama ini. Vano bahkan sama sekali tidak pernah minta maaf padanya untuk itu. Dia pikir itu yang terbaik untuknya.

"Sudah cukup kau merubahku menjadi sosok yang menakutkan ini. Aku tidak mau kau merubahnya apalagi membunuhnya. Kalau yang lain mungkin aku tidak peduli. Aku terpaksa setuju dengan syarat yang kau berikan," kata Valdo santai.

"Wow. Ok. Kalau begitu kita sepakat," Vano mengulurkan tangannya untuk berjabat yang disambut mantap oleh Valdo.

Dua saudara itu memang punya masa lalu yang kelam. Sebenarnya Vano memanglah seorang manusia serigala dan dia juga yang tidak sengaja merubah Valdo menjadi manusia serigala lainnya. Cerita yang sangat panjang. Semua bermula ketika Vano berusia 17 tahun. Dia bersama teman sekolahnya saat itu melakukan kemah di sebuah hutan di pinggiran Kota Laurent. Vano yang juga cuek saat itu memilih untuk menyendiri dan naik lebih dalam ke hutan saat teman-temannya yang lain sibuk dengan kegiatan api unggun mereka. Tanpa di sangka dan tanpa di duga, dia bertemu dengan seekor serigala sangat besar dengan taring yang tajam. Bulunya yang hitam berkilau berpendar terkena cahaya bulan penuh. Sungguh Vano takut, tapi dia sama sekali tak gentar. Dia tidak mundur, walau kakinya bergetar. Mata keduanya bertemu satu sama lain.

Serigala itu lompat dan dengan mudahnya menindih tubuh Vano dengan kaki dan kukunya yang berada tepat di samping leher Vano. Entah keberanian dan kekuatan dari mana, dia mendorong dada si serigala. Tanpa di duga, Vano memiliki kekuatan yang cukup untuk mendorong tubuh serigala yang tingginya bahkan dua kali lebih darinya. Si serigala menggeram dan akhirnya dengan sengaja melukai tubuh Vano. Hewan itu sudah siap memakan Vano hingga sang remaja itu bicara.

"Hentikan! Aku tahu kau bukan serigala biasa! Jadi hentikan!" ucap Vano penuh percaya diri meskipun darah sudah mengalir di lengannya.

"Aku tahu kau bisa mengerti bahasa manusia. Mungkin bahkan juga bisa bicara bahasa manusia!" ucap Vano lagi dengan terengah.

Entah kenapa serigala itu memilih mundur dan berlari menjauh. Jujur saja saat itu Vano sudah tidak bisa bergerak lagi. Padahal hanya lengannya yang terluka. Harusnya dia masih bisa berjalan. Tapi bukan luka itu yang menghalanginya bergerak. Tubuhnya merasakan perubahan yang aneh. Suhu tubuhnya seakan mendidih. Kulit di sekujur badannya seolah robek. Bahkan mulai ada taring tumbuh di antara giginya. Tubuhnya menjulang tinggi dan tangannya berubah menjadi kaki berbulu. Vano segera bisa menebaknya. Pria muda itu justru pingsan karena sakitnya yang tiada tara.

Vano terjaga saat dia merasakan siraman air di kepalanya. Cahaya matahari memang belum muncul tapi semburatnya sudah indah. Vano cepat mengecek kondisi tubuhnya yang ternyata baik-baik saja. Hanya pakaiannya saja yang robek di sana sini. Tentu saja terkejut karena ada seorang pria paruh baya yang berdiri di hadapannya. Mengenakan celana jins robek dan jaket kulit bewarna coklat dengan topi koboi. Dia bergerak duduk tak jauh darinya. Semua yang dialaminya semalam terasa mimpi. Vano juga masih bingung kenapa dia ada di sana.

"Apa yang sebenarnya terjadi padaku?" Vano bertanya.

"Apa yang akan aku katakan mungkin tidak masuk akal, setiap dongeng yang pernah kau dengar mungkin sebenarnya bukan cerita bohong. Kau tahu kalau semalam kau bertemu serigala yang tidak sepenuhnya serigala kan? Faktanya mereka memang ada dan aku salah satunya. Mereka biasa menyebut kami manusia serigala. Warewolf? Lycaon? Apapun itu," tentu saja pernyataan pria asing itu membuat Vano mengantisipasi.

"Tenang saja aku tidak akan melakukan apapun padamu. Bulan sudah mulai menghilang sekarang. Aku sudah kembali ke wujud asalku. Hanya saja kamu yang sekarang berubah menjadi sama sepertiku," ucap si pria lagi membuat Vano menggeleng.

"Bagaimana bisa? Kenapa kau melakukannya padaku? Jadi semua yang terjadi semalam bukan mimpi?" tanya Vano tidak percaya.