webnovel

Chapter 19. Sahabat karib

Siang itu jam pelajaran telah berakhir di tandai dengan suara nada yang di siarkan melalui pengeras suara yang ada di dalam kelas dan di koridor sekolah. Di ruang kelas 3A jurusan Sastra Jawa Susan memimpin kelasnya menutup pembelajaran mereka hari itu.

"semuanya berdiri" perintah susan kepada semua murid yang ada di kelasnya. Semua murid di kelas itu berdiri dari kursinya dan tetap tenang menunggu instruksi selanjutnya.

"Berikan Salam" lanjut Susan meminta teman temannya untuk memberikan salam kepada gurunya sekaligus mengucapkan terimakasih atas pelajaran yang mereka dapatkan hari itu.

"terimakasih untuk hari ini sampai bertemu di hari esok" ucap semua murid secara serentak, salam itu selalu di terapkan para murid dan sudah menjadi kebiasaan buat mereka.

"terimakasih juga, sampai jumpa hari jumat depan" ucap guru mereka menjawab salam yang di berikan para murid.

Para murid langsung membereskan barang barang mereka ke dalam tas dan kelas di penuhi dengan keramaian dan obrolan, beberapa murid mendatangi meja temannya yang ada di barisan lain, beberapa murid berkumpul dalam sebuah kelompok yang berisikan teman teman dekat mereka, mereka membicarakan apa yang akan mereka lakukan bersama setelah pulang nanti, atau mengobroli gosip yang mereka dengar di berita. Susan hanya membereskan barang barangnya ke dalam tas berusaha untuk mengacuhkan keramaian yang ada di sekelilingnya, Susan tidak begitu dekat dengan teman teman sekelasnya, jika hanya sekedar mengobrol dan bertukar pendapat Susan sering melakukannya dengan siapapun, namun jika itu menyangkut hubungan yang personal tidak ada murid di kelasnya yang dapat mencapai level kedekatan seperti itu.

"Susan, ibu boleh minta tolong ?" ucap guru memanggil Susan.

"iya bu ?" tanya Susan, ia mendatangi meja gurunya setelah selesai merapikan tas nya.

"ibu ada beberapa dokumen yang perlu di beresi berdasarkan tanggal, bisa tolong bantu ibu rapikan ?" ucap Guru menjelaskan bantuan yang di perlukannya.

"bisa bu, nanti saya kerjakan di ruang OSIS" jawab Susan menyanggupi permintaan gurunya.

Susan membereskan berkas yang akan di kerjakannya ke dalam sebuah map transparan dan memasukannya ke dalam tasnya.

"ngomong ngomong Susan, Susi itu adik kamu kan ?" tanya Guru.

"benar bu" jawab Susan singkat.

"dia benar benar anak yang pandai, pengetahuannya tentang sastra Jawa juga jauh melampaui ekspektasi saya" ucap Guru memuji kemampuan akademik yang dimiliki Susi.

"terimakasih untuk perhatiannya pada adik saya" ucap Susan merasa terhormat mendengar adik kesayangannya mendapatkan pujian seperti itu.

"tapi terkadang dia begitu pendiam di kelas, dan akhir akhir ini seperti tidak fokus ketika belajar, apakah kalian sedang ada masalah di rumah ?" tanya guru menyadari perubahan perilaku yang di tunjukkan Susi di dalam kelas.

"masalah....enggak juga sih" ucap Susan datar.

"coba di perhatikan lagi, mungkin ada yang mengganggu pikirannya, coba tanyakan ketika kalian sedang di rumah" ucap guru itu memberi saran.

Susan tidak menjawab, dalam pikirannya ia tau apa yang mengganggu konsentrasi adiknya, satu satunya hal yang mengganggu adiknya adalah keingin tahuannya tentang apa yang terjadi di pertandingan tahun lalu melawan Van Oranje dan juga alasan Susan ingin menutup klub Senshado.

"kalau sudah tolong taruh di meja ibu ya, ibu tinggal dulu" ucap Guru itu sambil beranjak dari kursinya dan kemudian berjalan keluar dari ruang kelas. Susan membungkukkan tubuhnya saat gurunya berjalan keluar.

Susan mengunci ruang kelasnya dan langsung bergegas pergi menuju ruang OSIS, ia tidak bisa berjalan terlalu cepat karena berkas berkas tambahan dari gurunya membuat tasnya lebih berat dari biasanya, selain itu rok ketat se lutut yang di gunakannya juga menyulitkan kakinya melangkah dengan lebar.

Sambil berjalan ia melihat ke sekeliling koridor sekolahnya dan melihat ke arah lapangan besar yang menjadi tempat upacara bendera setiap hari senin, Sekolah besar itu terdiri dari 6 lantai dengan rooftop di bagian atas, lantai 1 dan 2 di khususkan untuk murid murid kelas 1 yang di bagi atas 15 jurusan dan setiap jurusan memiliki 6 kelas yang berbeda, dua lantai paling bawah itu juga menjadi tempat untuk klub klub lain melaksanakan kegiatannya dan setiap klub memiliki ruangannya sendiri.

Lantai 3 dan 4 di khususkan untuk murid kelas 2 dengan pembagian jurusan dan kelas yang sama, dua lantai itu juga menjadi tempat ruang pengajar serta staff sekolah berada, lantai 5 dan 6 di khususkan untuk murid kelas 3 dengan pembagian jurusan dan kelas yang sama, dua lantai teratas itu menjadi lantai paling favorit untuk para murid menghabiskan waktu karena pemandangannya yang indah, dari lantai itu mereka dapat melihat hingga ke ujung depan sekolah kapal mereka selain itu karena lokasinya yang tinggi tempat itu sering mendapat tiupan angin yang sejuk, bagian atap atau Rooftop hanya di gunakan oleh beberapa klub dengan akses yang sangat terbatas dan selalu terkunci jika tidak di gunakan.

Susan turun ke lantai 5 dan berbelok ke koridor di sebelah kiri, tepat sebelum deretan ruang kelas terdapat sebuah ruangan yang tidak terlalu besar yang di gunakan oleh anggota OSIS sebagai ruang kerja mereka, disana mereka melakukan tugas rutin mereka seperti membuat proposal sebuah kegiatan, menyusun laporan rutin dari setiap klub yang ada di sekolah, mencatat poin yang di dapat murid karena pelanggaran tertentu atau sekedar menjadi tempat untuk mereka bercengkrama ketika tidak ada kegiatan.

Ketika Susan tiba di depan ruang OSIS, temannya Euis sudah ada di depannya, sepertinya ia juga ingin masuk ke ruangan itu dan menunggu ruangan itu di buka.

"Siang Euis" ucap Susan menyapa temannya yang tidak menyadari kedatangannya.

"ehh si..siang kanjeng" Euis terkejut, seakan Susan tiba tiba ada di depannya begitu saja.

"sudah lama menunggu kah ?" tanya Susan sambil mengeluarkan kunci ruangan dari dalam sakunya.

"tidak Kanjeng, saya juga baru sampai" ucap Euis. Susan membuka kunci pintu ruang Osis dan mereka berdua masuk kedalam ruangan itu.

Susan membuka pintu kaca yang memisahkan ruang kerjanya dengan ruangan utama, ia menaruh tasnya yang berat di atas mejanya yang masih di penuhi oleh berkas berkas lain yang juga menunggu untuk di kerjakan, ia melepas almamaternya dan langsung menyalakan AC untuk mendinginkan suhu ruangan.

"mau saya buatkan teh kanjeng ?" ucap Euis menawarkan teh seperti yang biasa ia lakukan.

"boleh Euis, tolong seperti biasa ya" ucap Susan menerima tawaran temannya itu, ia meminta agar teh nya di buat seperti yang biasa ia minum.

"baik kanjeng" ucap Euis, ia langsung menuju lemari yang menyimpan alat alat makan.

Ia mengambil sebuah set alat minum teh yang terbuat dari porselin, berwarna putih cerah dan di hiasi dengan warna kuning emas di beberapa tempat alat minum teh itu terlihat sangat elegan dan indah, Euis mengeluarkan serbuk teh poci yang tersimpan dalam sebuah bungkusan kecil dan menaruhnya ke sebuah saringan halus yang nantinya akan menyaring serbuk teh agar tidak masuk ke dalam teko.

"kalau tidak salah ini adalah alat minum teh yang di berikan oleh St Gloriana kan ya" ucap Euis mengingat cerita yang di simpan benda itu.

"ah iya, ketika kita mengalahkan mereka untuk yang pertama kalinya, mereka memberikan set minum teh ini sebagai apresiasi atas kemenangan kita" ucap Susan menjelaskan alasan St Gloriana memberikan set alat minum teh itu.

"seperti sebuah keajaiban sekolah kita bisa mengalahkan mereka, bahkan ketika kanjeng Kartika ada di sekolah ini saja kita tidak mampu mengalahkan mereka" ucap Euis kagum, pasalnya sekolah mereka dapat menang melawan St Gloriana meski tanpa anggota keluarga Ayu di dalamnya dan sampai saat ini itulah satu satunya kemenangan mereka atas sekolah bertema inggris itu.

"bisa dibilang begitu" ucap Susan singkat.

Setelah seduhan teh yang di buat selesai Euis membawa teko dan cangkir di atas nampan yang terbuat dari kaca, dengan hati hati ia membawa seduhan teh itu ke meja Susan, ia menaruh nampan itu dan meletakkan satu cangkir kecil di meja kerja Susan dan menuangkan teh yang masih panas ke dalamnya, uap panas muncul begitu teh menyentuh permukaan cangkir, aroma teh dan melati yang wangi memenuhi ruangan kecil itu.

"terimakasih Euis, kau juga ayo ikut minum" ucap Susan menyambut cangir berisi teh hangat yang di berikan oleh Euis.

"sama sama Kanjeng, saya akan menyusul" ucap Euis, ia terlebih dahulu menaruh kembali nampan kaca yang di gunakannya ke dalam rak.

Susan menyeruput beberapa kali teh yang ada di cangkirnya lalu kembali melanjutkan pekerjaannya mengurusi berkas berkas yang ada di mejanya, Euis bergabung dengannya meminum teh di cangkirnya sendiri dan menemani Susan duduk di depan meja kerjanya.

"Kanjeng sepertinya bekerja keras sekali" ucap Euis melihat Susan begitu serius melakukan pekerjaannya.

"ahhh bukan apa apa, sudah biasa seperti ini" ucap Susan sambil terus melakukan pekerjaannya.

"ngomong ngomong Euis, bukankah saya sering bilang tidak usah panggil saya kanjeng kalau kita Cuma sedang berdua" ucap Susan menyinggung perjanjian tak tertulis yang mereka buat.

"eh tapi kanjeng…." Ucap Euis mencoba menjelaskan alasannya namun langsung di potong oleh Susan.

"saya paham kalau kamu menghormati saya sebagai ketua OSIS tapi sekarang kita Cuma berdua dan kita bisa jadi teman seperti biasa" ucap Susan, ia ingin Euis bersikap lebih normal dan tidak terlalu kaku ketika mereka berdua sedang bersama.

"saya paham soal itu, tapi buat saya Kanjeng lebih dari sekedar teman, Kanjeng seperti pembawa keajaiban buat saya" ucap Euis menjelaskan alsannya.

"tidak usah sampai begitu" ucap Susan mencoba untuk merendah.

"tapi serius kanjeng, kalau bukan karena kanjeng saya tidak mungkin ada di sekolah ini, jangankan bisa masuk, untuk bisa mencoba ujian seleksi masuk saja mungkin saya tidak akan mampu" ucap Euis menjelaskan mengapa ia sangat menghormati Susan.

"saya hanya membantu sedikit, kan kamu sendiri yang melakukan ujian masuknya, kamu ingat kan ?" ucap Susan mencoba mengingatkan kembali apa yang ia lakukan untuk membantu Euis memasuki sekolah itu.

"iya Kanjeng" ucap Euis sambil tersenyum mengingat betapa bahagianya dia ketika dinyatakan lolos seleksi masuk ke Nusantara Girl Highschool.

"saya hanya membalas kebaikanmu ketika kita di SD dulu, kalau bukan karena kamu mungkin saya sudah jadi pribadi yang berbeda sekarang" ucap Susan, ia merasa temannya itu juga bagian penting dari pendewasaannya.

"eh benarkah begitu kanjeng ?" ucap Euis tidak menduga Susan akan berkata begitu.

"saya sempat kehilangan kamu di SMP dan tidak memiliki teman dekat, sementara yang mencoba untuk dekat dengan saya waktu itu hanya mencoba untuk mengambil keuntungan dari status keluarga saya, kamu adalah satu satunya orang yang tidak memandang saya dari sudut pandang seperti itu, itulah kenapa saya ingin kamu ada di sisi saya di sekolah ini" ucap Susan menjelaskan mengapa ia membantu Euis dalam seleksi masuk Nusantara tahun lalu.

"terimakasih untuk kesempatan yang di berikan, saya akan menggunakannya dengan baik" ucap Euis sambil membungkuk.

Ruangan kembali hening dan Susan kembali dalam mode kerjanya sambil sesekali menyeruput teh nya sementara Euis hanya menunggu cangkir yang di gunakan Susan kosong dan kemudian mengisi kembali teh yang masih ada di dalam teko.

"ngomong ngomong Euis, apakah akhir akhir ini ada yang aneh dengan perilaku Susi" ucap Susan memulai obrolan baru dengan tiba tiba.

"eh..tidak kanjeng, saya kurang memperhatikan" ucap Euis.

"ibu wali kelas bilang kalau dia akhir akhir ini dia sering tidak fokus ketika belajar di dalam kelas, aku penasaran apakah ada alasannya dengan itu" ucap Susan membahas apa yang di laporkan guru wali kelasnya mengenai adiknya.

Euis tidak menjawab, ia hanya mendengar curhatan sahabat karibnya itu.

"mendengarnya saja membuatku kesal, kenapa ia begitu terpaku pada hal itu, merepotkan saja" ucap Susan ketus, ia tidak mengerti kenapa adiknya begitu perduli dengan klub itu.

"mohon maaf kalau saya lancang, tapi yang saya dengar sepertinya Ndoro Susi sedang mencari informasi tentang pertandingan tahun lalu melawan Van Oranje" ucap Euis menjelaskan kabar yang di dengarnya.

"saya tau tentang itu" ucap Susan dengan datar.

"Eehh…?" Euis bingung.

"sejak ia datang ke ruangan ini hari itu saya tau dia akan mencari tahu soal itu, karena memang itulah salah satu petunjuk tentang alasan saya ingin menutup klub itu" ucap Susan.

"kanjeng….tidak mau merahasiakannya kah ?" tanya Euis khawatir.

"di rahasiakanpun pasti akan terbongkar juga pada akhirnya, jadi lebih baik biarkan saja, kita sudah melakukan yang kita bisa dengan menghilangkan data penting tentang pertandingan itu, dan juga meminta para saksi untuk menutup mulut tentang hal itu" ucap susan, ia memilih untuk tidak bertindak lebih jauh untuk merahasiakan informasi itu dari Susi, baginya ia sudah melakukan yang ia bisa dan tentu pada akhirnya Susi juga akan tetap mengetahui kebenarannya.

"tinggal bagaimana Susi menanggapi hal itu, apakah ia akan mengerti atau tidak" ucap Susan dengan dingin.

Euis hanya diam, Euis tau itu hal yang salah dengan menghilangkan sebagian dari sejarah tim senshado sekolah mereka, namun ia sendiri tidak dapat berbuat apa apa, kewenangan itu secara penuh ada di tangan Susan selaku ketua OSIS yang mengurusi dokumen dokumen klub.

"apakah saya melakukan hal yang salah Euis ?" tanya Susan.

"tidak kanjeng, saya akan mendukung semua keputusan yang kanjeng buat" ucap Euis meyakinkan Susan.

"saya hanya tidak ingin Susi mengalami apa yang saya alami, itulah bentuk kepedulian saya sebagai kakak kepada adik saya" ucap Susan dengan perasaan risih.

"saya mengerti kanjeng" ucap Euis memahami maksud ucapan Susan.

Seusai kekalahan mereka atas Van Oranje, Susan di panggil oleh ibunya untuk kembali ke rumahnya di daratan utama, Euis tidak mengetahui alasannya dan Susan juga tidak memberitahu Euis tentang hal itu, setelah ia kembali dari rumah orang tuanya di daratan utama Susan sering terlihat murung dan sering melamun seperti ada yang mengganggu pikirannya, Euis merasa khawatir dan kasihan namun ia tidak berani menanyakan penyebabnya karena takut di anggap lancang dan mencampuri urusan pribadi sahabatnya, yang ia dapat lakukan hanya membantu menceriakan kembali Susan dengan dukungan emosional dan mencoba mengalihkan pikiran Susan dari hal hal yang mengganggunya, hal itu hanya bersifat sementara karena sepertinya Susan sendiri masih menyimpan kenangan buruk itu dan seberapa keraspun ia mencoba melupakannya hal itu tidak akan pernah berhasil.