webnovel

Eps. 3 (BERSETUBUH)

Peringatan!

Episode ini mengandung adegan seksual yang cukup vulgar dan dimohon agar pembaca dapat menyikapinya secara bijaksana.

*******

Perasaan cemas mulai menyelimutiku. Dari tadi pagi suasana hatiku berubah-ubah layaknya bunglon. Aku kembali berdiri di depan cermin memperhatikan penampilanku yang sebenarnya sudah rapi.

"Ini sudah sempurna." Ucapku dalam hati

Aku menarik nafas panjang sembari duduk di kursi depan cermin. Sejenak aku memikirkan kembali keputusanku ini. Malam ini aku akan menjadi cowok bayaran. Seorang om-om tajir yang dikenalkan oleh Radit bersedia membayarku cukup mahal. Aku tidak tahu apa alasanku menyetujui ajakan Radit, selain uang yang cukup banyak. Kalau dipikir lagi tujuanku cukup aneh, aku tidak kekurangan uang jajan meskipun tidak banyak, biaya sekolah selalu dilunasi oleh papa dan mama. Sepertinya hanya godaan uang yang luar biasa, apalagi uang jajanku tidak pernah sejumlah itu bahkan mendekati pun tidak.

(Raditya Galih, 19 Tahun. Gambar hanyalah ilustrasi yang diambil dari media sosial)

Radit adalah kenalanku di facebook. Dia sudah lama menjadi escort, istilah yang biasanya merujuk pada pria atau wanita yang menawarkan kepuasan seksual, setidaknya begitu menurut pemahamanku saat ini.

Awalnya aku hanya iseng. Waktu itu Radit memenuhi sebuah group dengan iklan escort-nya. Foto profilnya lumayan ganteng, semula aku mengira itu foto palsu. Karena penasaran ku coba membuka gallerinya dan ternyata dugaanku keliru. Albumya berisikan foto-foto hampir bugil yang betul-betul bakal bikin horni, dan setelah cukup lama aku amati lebih rinci serta dari penelusuran di dinding facebooknya, kelihatannya foto-foto itu asli.

Aku cukup kaget juga, untuk remaja yang masih sangat muda sudah begitu beraninya menjalani kehidupan malam dunia pelangi. Apalagi menjadi seorang escort. Memandang foto-foto itu membuat kemaluanku mengeras dengan sendirinya. Perlahan kebiasaanku muncul, gambar Radit melayang-layang dalam hayalku. Mulai dari berpakaian lengkap, setengah bugil dan akhirnya remaja muda itu melepas semua yang melekat di tubuhnya. Aku terhenti sejenak dari imajinasiku, lalu tanpa berpikir panjang jari-jariku mulai mengetik kata-kata basa-basi pada kolom pesan dan mengirimkannya ke inbox Radit.

(Raditya Galih, 19 Tahun. Gambar hanyalah ilustrasi yang diambil dari media sosial)

Hanya perlu beberapa menit pesan itu sudah dibalasnya. Aku sengaja tidak langsung membukanya karena awalnya aku hanya iseng, tapi rasa penasaran membuat jari-jariku gatal, dan dengan sekali sentuhan di layar ponselku balasan Radit telah menunggu untuk dibaca.

Aku terkejut dan sangat shock. Aku baru sadar ternyata saat mengirim pesan menggunakan akun facebook asliku. Aku bingung mau bagaimana, kecemasan mulai menyelimutiku. Setelah beberapa tahun aku berselancar di dunia pelangi menggunakan akun palsu, mencari orang-orang yang sama sepertiku untuk saling berbagi, tapi kali ini aku melakukan kesalahan fatal. Setelah bertahun-tahun aku selalu berhati-hati, itu semua demi menjaga rahasiaku. Tapi kali ini aku benar-benar ceroboh. Aku menyalahkan diriku sendiri, kenapa juga pake akun asli membuka group-group gay begitu.

Kulihat balasan pesan dari Radit, enam belas menit yang lalu. Waktu selama itu sudah lebih dari cukup untuk mengecek semua yang ada di dinding facebookku, tentang teman-teman sekolahku, keluargaku bahkan juga musuh-musuhku. Aku terdiam cukup lama, antara marah dan kesal, cemas dan takut bercampur aduk di kepalaku.

Setelah berpikir keras akhirnya aku memutuskan mengatur ulang pengaturan seluruh foto-foto yang ada di albumku agar hanya bisa dilihat olehku. Tapi ternyata semua sudah terlambat, Radit sudah terlanjur melihat foto-fotoku. Hal itu diungkapkannya saat melanjutkan percakapan kami, bahkan beberapa fotoku sudah didownload dan disimpannya. Awalnya aku sangat kesal dan sempat marah.

Tapi demi kebaikanku, aku terpaksa melayani anak itu chating, dari pada dia menyebarkan foto-fotoku dan percakapanku dengannya. Setelah cukup lama berbalas pesan melalui massanger perlahan kekesalanku berkurang, entah kenapa Radit begitu pandai mengarahkan percapakan, dan menjanjikan bahwa foto-foto itu tidak akan disalahgunakan, hanya untuk fantasi seksualnya belaka. Aku tertawa sendiri membaca pesan-pesannya. Radit bercerita banyak hal, dan ternyata dia juga suka berimajinasi sepertiku. Kami saling bertukar cerita dan Radit begitu hebatnya menggodaku sampai aku merasa senang dibuatnya. Kami bertukar nomor WA ketika kantuk sudah tidak tertahan lagi, lalu hanya berselang beberapa menit aku tertidur.

Keesokan harinya beberapa pesan dari Radit masuk di WA ku. Entah mengapa aku begitu nyaman chating dengan anak itu. Radit banyak bercerita tentang dirinya seakan-akan kami sudah lama kenal. Aku lebih banyak mendengar, apalagi aku tipe orang yang tidak terlalu suka mengetik di keyboard ponsel. Dia berasal dari Sukabumi dan baru tamat SMA. Sebenarnya aku sempat tidak yakin dia sudah tamat, karena tampangnya seperti anak SMA, bahkan awalnya aku mengira kami seumuran.

Anak itu sudah hampir satu tahun tinggal di Jakarta, tepatnya di daerah Ciracas. Menjadi kucing (begitu Radit menyebut dirinya) bukan hal yang baru. Di Sukabumi dia sudah lama menggeluti profesi itu sekedar untuk membiayai sekolah dan kehidupan sehari-hari. Maklum saja ayah dan ibunya entah dimana dan dia hanya diurus oleh neneknya yang juga sangat miskin. Untungnya dia dikarunia wajah yang lumayan ganteng dan menarik.

(Raditya Galih, 19 Tahun. Gambar hanyalah ilustrasi yang diambil dari media sosial)

Setamat SMA Radit sengaja pindah ke Jakarta demi kehidupan yang lebih baik. Remaja itu beranggapan menjadi kucing di Jakarta lebih menjanjikan dari pada di Sukabumi. Aku tidak banyak mengomentari cerita Radit, aku tak tahu harus berkomentar apa tentang masalah-masalahnya. Justru aku banyak belajar dari apa yang dijalaninya.

Kami terus menerus berkomunikasi lewat WA selama hampir satu bulan. Bahkan beberapa kali kami melakukan video call, kadang membahas hal-hal sepele, dan kalau sedang mesum aku pernah meminta Radit untuk menari striptist dan dia melakukannya dengan senang hati.

Setelah sama-sama saling percaya aku memutuskan menerima ajakan Radit untuk ketemuan. Kami bertemu di salah satu pusat perbelanjaan. Aku gugup ketika bertemu Radit, maklum saja ini adalah pertama kalinya aku ketemuan dengan orang sepertiku di dunia nyata, apalagi aku baru naik kelas dua SMA. Ternyata aslinya Radit lumayan ganteng. Kami mencari tempat bersantai sambil makan makanan ringan. Cukup lama kami berbasa-basi sampai benar-benar bisa akrab seperti saat chating. Setelah satu hari penuh kami menghabiskan waktu berdua akhirnya kami pulang ke rumah masing-masing.

Aku sering bertemu Radit setelah itu, biasanya akhir pekan dan selalu di mall. Kami hanya nongkrong dan kadang nonton film-film baru di bioskop. Obrolan kami juga sudah tidak kaku lagi, topik yang basi-basi sudah lama lewat, kami lebih banyak membahas tentang dunia pelangi, apalagi Radit sudah cukup pengalaman terkait hal itu.

Beberapa kali Radit memberitahuku tentang ciri-ciri kucing dan tempat biasa mereka mangkal. Selain itu juga Radit menjelaskan tentang komunitas-komunitas tertentu yang saling berhubungan, aku baru tahu ternyata yang menyewa jasa kucing itu macam-macam, mulai dari yang berpenghasilan pas-pasan sampai dengan orang-orang berduit yang mereka kenal dengan kaum jetset.

Banyak hal baru yang aku ketahui dari cerita-cerita Radit. Bahkan sebagian besarnya bikin aku geleng-geleng kepala. Tentang orang-orang besar yang biasa menyewa jasa kucing. Yang tak kalah mengejutkan Radit menceritakan deretan model-model ganteng yang juga menjual jasa serupa, menurut Radit gaya hidup di Jakarta menjadikan mereka mengambil jalan pintas, apalagi dunia modeling itu sangat keras. Bahkan keterkejutanku semakin bertambah ketika Radit memperlihatkan cuplikan video pribadinya di sebuah bar bersama beberapa orang model remaja terkenal.

"Itu Partynya kaum jetset. Nggak semua orang boleh masuk. Acaranya di hotel elit." ucap Radit serius.

Setelah beberapa kali bertemu di mall akhirnya aku bersedia menemui Radit di kos-kosannya. Aku sengaja mengunjungi kos-kosan Radit dengan menggunakan taksi online, karena cuaca yang cukup panas, nggak nyaman pake motor. Perjalanan ke sana membutuhkan waktu hampir satu jam dari rumahku, selain jaraknya lumayan jauh ditambah dengan kondisi lalu lintas yang padat dan macet di beberapa titik. Kamar kos Radit sangat besar dan fasiltasnya lengkap. Mataku cukup lebar membuka ketika mengamati isi kamar anak itu.

"Kenapa kamu ketawa?" tanyaku penasaran. Radit cengengesan melihat reaksiku. Mungkin dia sadar aku terpesona dengan isi kamar kosnya.

"Nggak papa" jawabnya datar.

Aku duduk di sofa sambil mengamati isi kamar Radit. Dia masih menggunakan celana pendek tanpa baju. Sebuah ikat pinggang diletakkannya di atas bahunya, entah untuk apa fungsinya.

Aku menatap Radit yang menurutku sangat seksi dan bikin ngaceng. Kalau bukan karena gengsi, sudah pasti aku akan mengamati setiap senti tubuhnya.

(Raditya Galih, 19 Tahun. Gambar hanyalah ilustrasi yang diambil dari media sosial)

"Kamu belum mandi ya?" sindirku ketus. Agar tidak terlihat rasa gugupku.

"Hahahaha, iya nih. Lagian kamu datangnya kepagian sih." Sambil menguap menampakkan keteknya yang menyebarkan aroma kemana-mana Radit membalas sindiranku.

"Tadi malam aku ada klien." ucap Radit sebelum aku sempat bertanya. Kelihatannya dia sudah tahu apa yang ada di kepalaku.

"Dapet berapa?" tanyaku penasaran. Anak itu tertawa kecil mendengar pertanyaanku yang sebenarnya tidak lucu.

"Delapan ratus, lumayanlah. Soalnya short time." Jawab Radit sambil memungut beberapa lembar pakaian yang berserakan di lantai kamarnya.

"Udah tua ya yang booking?" tanyaku lagi dengan hati-hati. Pertanyaan aneh.

"Hmmm, empat puluhan lah. Om Beni namanya. Nggak cakep sih, tapi duitnya lumayan." Dengan santai Radit menjawab pertanyaanku, menggambarkan dirinya yang tidak peduli latar belakang yang booking selain duitnya.

"Kalau nggak cakep emang punya kamu bisa tegang?" lanjutku lagi. Urusan itu perlu ditanyakan, masalahnya kalau tidak suka bagaimana mau bangun kemaluannya.

"Aku kan bottom, nggak masalah. Pura-pura aja mejam melek pas ditusuk, terus mendesah dan panggil aja namanya. Lagi om..., enak om..., nikmat om..., ah..., ayo om..., pasti tuh bapak-bapak keenakan" Jawab Radit lagi sambil mempraktekan suara mesumnya membuat aku horny mendengarnya.

Radit berjalan melewatiku tanpa peduli dengan apa yang barusan ia lakukan. Dia menggaruk-garuk kemaluannya yang terbalut celana pendek, padahal kelihatannya tidak gatal.

Aku berhayal tentang apa rasanya melakukan hubungan intim dengan Radit. Sebenarnya aku pernah membayangkan bersetubuh dengan anak ini. Bahkan dalam beberapa kali onani aku lakukan sambil menonton video-video erotis Radit yang ada di dinding facebooknya.

(Raditya Galih, 19 Tahun. Gambar hanyalah ilustrasi yang diambil dari media sosial)

"Kenapa za? kamu mau jadi kucing?" ucap Radit sambil menenteng handuk. Dia tertawa melihat reaksiku yang terkejut.

"Kayaknya posisiku top. Emang ada kucing yang top?" ucapku asal saja, tanpa berfikir lebih jauh lagi.

"Serius za?" Tanya Radit dengan muka terkejut.

"Oh, bukan begitu. Aku nggak serius jadi kucing, cuma tanya aja". Jawabku terbata-bata. Radit tertawa mendengar ucapanku.

"Bukan, maksudku kamu itu top? Kenapa nggak ngomong." Tanya Radit lagi. Sekarang dia duduk di tepi ranjangnya, kelihatannya tidak jadi mandi.

"Kamu nggak pernah tanya kan. Sejujurnya aku belum pernah begituan, tapi kalau mau begituan aku lebih tertarik posisi top." jawabku ragu.

"Berarti kamu masih perawan dong. Wajar sih, kan masih sekolah." dengan santai dia menanggapiku. Perasaanku gugup untuk membahas hal itu lebih lanjut, sementara Radit tanpa canggung ceplas ceplos membahas masalah sensitif begitu.

"Emang tampangku seperti bottom?" dengan penasaran aku kembali bertanya.

Radit berpikir sejenak. Dia tidak langsung menjawab.

"Susah juga sih dijelaskan. Secara tampang kamu itu cowok banget, untuk ukuran anak SMA kamu sudah punya otot lengan yang lumayan. Wajah ganteng abis, tapi itu masalahnya. Kamu bisa jadi dua-duanya." jelas Radit panjang lebar.

"Kalau kamu ketemu sama om om bottom pasti dia pengen banget dientot sama kamu za, sebaliknya kalau om om nya top, pasti dengan beringas dia bakal perkosa kamu, hahahaha" lanjut Radit lagi sambil tertawa nakal.

Aku shock mendengar ucapannya. Aku tidak siap ditusuk, tapi kalau nusuk pasti mau saja. Masalahnya aku orang yang pemilih, kalau bukan tipeku susah terangsang terlebih lagi membangunkan kemaluanku. Ditambah aku belum pernah beruhubungan sejauh itu.

"Za, gimana kalau kita begituan?" Ucap Radit pelan. Dia berdiri menatapku, kelihatannya dia serius.

(Raditya Galih, 19 Tahun. Gambar hanyalah ilustrasi yang diambil dari media sosial)

Aku menelan ludah mendengarnya. Ada rasa cemas dan penasaran yang bercampur aduk. Jujur saja selama perjalanan ke sini aku sempat berharap akan berhubungan intim dengan Radit. Toh kalau ketemuan di kos-kosan ujung-ujungnya tidak akan jauh-jauh juga.

Radit baru akan membuka pintu kamar mandinya ketika aku menarik tangannya dan langsung memeluknya.

Dia tersenyum sambil berbisik di telingaku. "Kamu lagi pengen ngentot ya?"

Aku tidak menjawabnya. Ku tatap wajahnya yang ganteng itu lalu langsung ku cium bibir Radit. Dia membalas ciumanku. Cukup lama kami saling berciuman lalu Radit merebahkan tubuhku di atas ranjangnya. Radit melepaskan satu per satu pakaian yang aku gunakan dan hanya menyisahkan celana dalam.

(Raditya Galih, 19 Tahun. Gambar hanyalah ilustrasi yang diambil dari media sosial)

Nafasku berhembus cepat tidak teratur. Ini pertama kalinya aku berhubungan intim. Ada rasa aneh, takut, cemas, penasaran, keinginan dan nafsu yang silih berganti memenuhi otakku.

Dengan penuh nafsu Radit menindihku sambil mencium leherku. Entah kapan dia melepas pakaiannya, yang jelas dia sudah telanjang bulat. Perlahan Radit mulai turun dan menjilat puting susuku sebelah kanan hingga tubuhku menggeliat. Begitu nikmatnya ketika lidahnya yang basah menjilat-jilat lembut lalu mengulumnya dan kadang terasa sakit ketika dia menggigit putingku.

Radit berpindah ke puting susuku yang sebelah kiri, sementara tangan kanannya dengan lembut mengelus daerah perutku, lalu perlahan masuk ke dalam celana dalamku dan bersentuhan dengan kontolku yang sudah menegang sempurna.

Aku mendesah dan nafasku semakin tidak teratur. Sesekali tubuhku menggeliat ketika sentuhan-sentuhan Radit berhasil merangsang birahiku. Kami mulai bermandi keringat.

Tiba-tiba kontolku terasa hangat dan basah. Ternyata Radit sudah memasukkannya ke dalam mulutnya. Matanya mengisyaratkan dia senang melakukannya. Secara perlahan dia mengoral kontolku, sesekali dia mengeluarkannya dari mulutnya lalu menjilat buah zakarku lalu batang kemaluanku dan kembali memasukkan kontolku ke mulutnya, oh terasa begitu nikmatnya. Beberapa saat kemudian Radit kembali mengarahkan kepalanya ke arah puting susuku dan menjilatinya berkali-kali, lalu perlahan dia berbisik,

"Bulu ketek kamu lebat juga ya za" ucapnya sambil mendesah.

Aku tidak menjawabnya, karena sedang fokus pada tanganku yang sedang mengocok kontol Radit, dia mengerang sambil memejamkan matanya, cairan bening mulai keluar dari kontolnya yang tidak begitu besar. Lalu Radit mulai mencium ketekku dan menjilat-jilatnya membuat aku semakin terangsang, dari bawah lenganku mata radit memandangku penuh nafsu.

Naluriku berkembang dengan sendirinya, pengalaman dari video porno yang sering aku tonton dan dunia fantasi yang sudah aku bangun memberanikanku tanpa ragu mengangkat tubuh Radit yang lumayan berat itu dan merebahkannya lalu menindihnya.

Radit mendesah keras memancing nafsuku semakin keluar.

"Perkosa aku za, aku sudah gak tahan." bisiknya pelan membuat kontolku semakin menegang.

Aku terus menindihnya. Tangan Radit begitu lincah melepaskan celana dalamku yang sudah dibasahi percume hingga kontol kami saling menggesek. Cairan percume yang bening dan licin membuat gesekan kontol kami semakin nikmat. Aku merasakan kenikmatan luar biasa ketika ujung kontol Radit menusuk-nusuk pangkal pahaku, begitu juga sebaliknya.

Dengan telanjang kami berpelukan dan berguling-guling lalu berganti posisi. Lalu aku melepaskan pelukan Radit dan mulai menggerayanginya, mulai dari mencium lehernya yang sudah mengkilat karena keringat lalu menjilat puting susunya hinggu wajahku terus turun ke bawah sampai ke kontolnya.

Aku tidak pernah menjilati kemaluan laki-laki, tapi dengan nafsu yang sudah tidak tertahan lagi kontol Radit akhirnya masuk juga ke dalam mulutku. Ada rasa aneh ketika lidahku pertama kali bersentuhan dengan kontol itu, rasa amis dan sedikit asin. Awalnya aku coba untuk menyesuaikan diri, tapi kelihatannya aku belum mampu lama-lama mengoral kontol Radit. Dan Perlahan aku mengeluarkan kontolnya dari mulutku.

Meski begitu aroma selangkangan Radit begitu menggairahkan membuat rasa jijikku menghilang seketika. Kujilati bulu-bulu jembutnya yang hitam dan lebat, tanpa ragu lidah, bibir dan hidungku menikmati setiap senti daerah selangkangan Radit yang putih dan mulus, apalagi aroma nya yang begitu menggoda membuat libidoku tak mampu dibendung lagi.

lalu perlahan kepalaku mulai naik dan menjilat puting susunya. Aroma tubuh radit begitu tajam, apalagi dia belum mandi. Bau kelaki-lakiannya bercampur dengan sisa-sisa parfum yang dia gunakan tadi malam benar-benar bikin aku tak berdaya, hingga dengan penuh nafsu aku beranikan mencium ketiak lalu menjilatinya.

Kami melakukannya cukup lama sampai Radit berdiri dan mengambil sesuatu dari lemari pakaiannya, sementara aku ikut berdiri penasaran.

Astaga, ternyata itu kondom. Dengan tatapan nakal Radit membuka kondom itu lalu menyarungkannya ke kontolku yang masih tegang sempurna tanpa mempedulikan reaksiku. Dengan lembut anak itu mengoleskan lubricant dari ujung hingga pangkal kontolku.

Masih dengan senyum nakal Radit merentangkan tubuhnya di atas ranjang dan membuka kedua kakinya lebar-lebar dengan posisi terangkat ke atas menampakkan lubang anusnya yang yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Radit sengaja menggodaku dengan duburnya yang begitu menggairahkan. Perlahan dia menjilat jari telunjuknya sendiri lalu memasukkannya ke dalam lubang duburnya sambil mengerang dan mendesah. Aku sudah tak tahan lagi, tanpa bermain-main aku mendekati Radit dan menghujamkan kontolku ke dalam duburnya secara perlahan. Tidak begitu susah masuk karena kontolku sudah diolesi lubricant ditambah lagi dubur Radit yang sudah sering dimasukkin kontol om om membuatnya tidak lagi rapat. Begitu kontolku masuk ke dalam dubur Radit terasa begitu hangat dan lembut.

Aku belum pernah merasakan sensasi itu, luar biasa nikmatnya. Dinding anus Radit berdenyut-denyut membuat penisku semakin tegang, belum lagi rasa hangat yang nikmat. Belum sempat aku menggoyangkan pinggulku Radit sudah memegang kedua pantatku sambil menghentak-hentakkan anusnya maju mundur membuatku merasakan kenikmatan tiada tara.

Radit menggigit bibirnya, lalu dia mendesah, kemudian mengulanginya lagi. Sementara aku sudah tidak mampu mengendalikan diriku lagi. Sambil menatap wajah Radit yang mendesah dan rautnya yang seakan-akan sedang mendapatkan kenikmatan surgawi aku membungkuk hingga bibirku menyentuh bibirnya. Tanpa berbasa-basi kegerakkan kontolku maju mundur, dan ku atur ritmenya, mulai pelan, sedang, cepat dan sangat cepat dan kuat, oh.. terasa begitu nikmatnya. Entah dari mana aku memperlajari caranya, yang jelas ketika aku mendapatkan kenikmatan dari satu gerakan kontolku aku akan mengulanginya lagi. Ketika kontolku ku tarik hingga ke bibir dubur Radit lalu memasukkannya lagi terasa begitu nikmatnya, sementara wajah Radit yang mendesah-desah membuat aku semakin terangsang.

Setelah cukup lama aku menggenjot Radit tibah-tiba rongga anusnya menyempit dan nafasnya semakin cepat lalu tubuh Radit mulai bergetar sembari memuncratkan cukup banyak sperma di perutnya dan perutku, menyaksikan itu birahiku memuncak dan mengakibatkan tubuhku bergetar hebat, lalu spermaku menyembur membuat kondom yang kugunakan terasa becek.

Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa yang belum pernah aku nikmati sebelumnya. Aku merasa puas sekali, sementara Radit tersenyum. Perlahan otot-otot kami mulai melemas. Kucabut kontolku perlahan dari dubur Radit, lalu merebahkan tubuhku yang penuh keringat di sampingnya. Kami diam beberapa saat, setelah setengah jam berlalu kami berdua bangkit dari tempat tidur dan menuju kamar mandi. Kami masih belum bicara, aku tidak tahu harus ngomong apa.

Apa yang aku alami hari ini semuanya adalah pengalaman pertamaku. Perlahan kubasahkan tubuhku yang masih telanjang dengan air yang mengalir dari shower. Radit menatapku dengan senyum yang masih sangat nakal. Dia mendekatiku dan mencium bibirku. Aku tdak sanggup menahan birahiku yang kembali datang. Tanpa banyak berpikir aku melayani nafsunya.

Aku dan Radit kembali bersetubuh di kamar mandi, hanya saja kali ini tidak terlalu banyak pemanasan. Tangan radit dengan cekatan telah memasang kondom baru lagi di kontolku, dan sambil berdiri di bawah shower aku memasukkan kontolku dalam anusnya. Radit kembali mendesah. Kami bermain cukup lama sampai akhirnya aku dan Radit kembali orgasme.

Setelah dua ronde bersetubuh aku merasa begitu lelah. Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang Radit yang masih berantakan, sementara aroma sperma tersebar kemana-mana. Aku mulai tertidur setelah merasakan kenikmatan yang luar biasa, jujur saja ini persetubuhanku yang pertama dan aku menikmatinya. Dalam hati aku berkata, "aku akan melakukannya lagi, ternyata begitu nikmatnya bersetubuh."

Bersambung

NB:

Terimakasih sudah membaca dan jangan lupa tinggalkan komentar anda. Sebagai informasi penulis menyampaikan bahwa cerita ini rencananya hanya terdiri dari 5 episode saja, bila ada saran dan usulan kami dengan senang hati mempertimbangkannya.