webnovel

Siapa Yang Sakit Jantung?

"Udah dibayar pake aplikasi ya, Pak," kataku pada ojol yangku pesan untuk mengantarku pulang.

Tukang ojol itu segera berlalu. Saat aku hendak membuka garasi rumah disaat itu juga handphoneku bergetar tanda pesan masuk.

"Udah sampe rumah? Besok free enggak? Kalo lagi free tolong bales pesan ini." Isi pesan itu.

Akupun langsung masuk ke kamar setelah membaca isi pesan singkat dari Raja. Setelah ganti baju serta cuci kaki. Aku merebahkan tubuh di kasur sembari menonton Drakor favoritku.

Ditengah-tengah asiknya nonton Drakor. Handphone yangku taruh di atas meja belajarku kembali berdering nyaring sekali. Awalnya takku usik. Namun, nada dering itu membuatku merasa terganggu. Mungkin panggilan itu emang penting, pikirku.

"Kak Raja. Mau ngapain sih dia pake telpon segala, ganggu aja," kataku risi seraya mengangkat panggilan masuk itu.

[Sore Al. Lagi ngapain nih? Kakak ganggu ya?]

Meskipun risi Aleya menjawab dengan nada santai. Padahal raut wajahnya sangat menunjukan kalau dia benar-benar jengkel dengan panggilan Raja.

"Hehe. Enggak ganggu kok. Ada perlu apa, Kak?" tanya Aleya.

"Syukurlah kalo enggak ganggu kamu. Emm ... Pesanku kenapa cuman diread ya? Besok kamu sibuk ya?" tanyanya lagi.

Aleya yang tersadar belum membalas pesan yang Raja kirim itu lalu merasa bersalah.

"Astaga. Lupa gue," batinnya Aleya seraya menepuk jidat.

"Eh, lupa. Maaf, Kak. Besok aku ada acara sama Tesa. Maaf ya, Kak," jawabku cengengesan.

"Oh gitu. Yaudah enggak pa-pa," katanya kecewa.

Dengan tak sopan Aleya langsung menutup telponnya dan meng-aktifkan mode senyap dinada dering telponnya, agar tidak ada lagi yang mengganggu dia menonton drakor.

"Ya tuhan! Pantes Bunda telponin juga enggak diangkat. Ternyata anaknya lagi nonton Drakor." Suara Bunda mengejutkanku yang sedang pokus menonton.

"Ih, Bunda ... Apaan, sih? Ngagetin aja. Ini lagi part paling ngegemesin tau," ocehku.

"Hp kamu mana? Kenapa Bunda telponin enggak kamu angkat?" tanya Bunda marah.

"Emm ... Hp-nya sengaja aku sailend biar enggak ganggu," jawabku lalu nyengir. Seakan tak merasa bersalah.

Bunda menghela napas kasar melihat kelakuan anaknya yang aneh jika sudah mengenal dunia Drakor.

Tid! Tid!

Pukul 20.35 seperti biasa Ayah pulang dari kantor. Sudah menjadi kebiasaan Aleya dari kecil, jika Ayah pulang kerja ia akan meminta jatah makanan yang ia pesan sebelum Ayah pergi ke kantor.

Setelah mendengar suara klakson mobil yang akan terpakir di gerasi minimalis halaman rumahnya. Aleya langsung terbangun dari kasur empuknya menuju ruang tamu yang ada dilantai bawah.

"Nasi goreng pesenan Al mana, Yah?" pintaku tak sabar.

"Nih. Enggak pake acar dan kerupuknya banyakin ya," kata Ayah menyodorkan dua kantong nasi yang dibungkus kertas nasi.

"Widih ... Pengertian banget punya Ayah. Makasih ...," balasku seraya mencium pipi kanan Ayah.

"Duh ... Soswitnya," kata Bunda sembari menyiapkan piring.

"Eh, iya. Tadi mobil Ayah langsung bisa dipake lagi pas udah beres diperbaiki sama tukang bengkelnya?" tanyaku sambil menyuap nasi ke dalam mulut.

"Mobil Ayah mogok dimana? Terus Al berangkat sama siapa?" tanya Bunda penasaran.

"Iya, Bund. Tadi mobil Ayah sempet mogok gitu di deket warung Pak Enjum. Langsung aja Ayah telpon Si Surip tukang bengkel langganan Ayah, pas Ayah nyuruh Al buat pesen Ojol aja takutnya, kan nanti Al terlambat. Eh, anaknya Kusuma temen Bunda pas SMA itu dateng diwaktu yang pas banget," jelas Ayah sembari membersihkan tangan dan melepas alas kaki.

"Kusuma? Oh, Si Elvano. Kok Ayah bisa kenal sama El? Kan udah lama banget tuh enggak ketemu," jawab Bunda.

'Ayah kenal sama El? Oh ternyata El itu anak om Kusuma. Apa jangan-jangan El itu cowok yang dulu sering banget ngerjain si Ardi? Dulu emang aku gak sempet kenalan juga sih sama dia.' Pikirku mengulang masa kanak-kanak yang sangat mengasikan.

"Awalnya, sih. Ayah enggak kenal Bund. Tapi dia sendiri yang tiba-tiba nyapa jadi Ayah inget deh," kata Ayahku sambil mengunyah nasi di dalam mulutnya.

"Anak itu emang baik ya, Yah. Selain ganteng juga dia anaknya sopan," puji Bunda pada El yang selalu membuat Al risi.

"Aku lanjut makan di kamar aja deh," kataku langsung membawa piring dan segelas air putih ke kamar.

Melihat kelakuan aneh anaknya membuat Ayah dan Bunda saling tatap menatap. Lalu kembali melanjutkan makan.

***

Teng! Teng! Teng!

Bel rumah Al berbunyi tanda ada seseorang yang bertamu. Segera Bunda membuka pintu depan untuk melihat siapa yang bertamu.

"Eh, Tesa," sapa Bunda seraya mengajak Tesa masuk ke rumah.

Seperti biasa. Bunda menyuruh Tesa untuk langsung masuk saja ke kamar Al.

Tesa membuka kamar Al lalu berkata ketika melihat Al yang sudah tertidur pulas di kasur king size miliknya.

"Ya ampun ... Ternyata masih tidur. Pantesan ditelpon gak diangkat." Tesa melangkah mendekat.

"Al bangun! Udah siang, nih. Jadi enggak!" perintah Tesa seraya membangunkan Al dari kasur empuk miliknya. Karena dirasa susah sekali membangunkan Al, akhirnya Tesa memanggil Bunda untuk turun tangan membangunkan Al.

Bunda Baru menyaut panggilan Tesa saja, Aleya langsung beranjak dari kasur dan berlari menuju kamar mandi.

Setelah mandi dan prepare serta pamit pada Bunda. Al dan Tesa langsung pergi ke toko buku untuk membeli beberapa buku novel yang udah lama mereka tunggu-tunggu.

Toko buku itu seperti surga bagi Al, karena disana ia bisa mendapatkan buku apa saja yang ia mau. Sempat beberapa kali berdebat dengan Tesa karena memperebutkan buku novel yang hanya tersisa satu lagi.

Namun karena Tesa sosok teman yang baik, akhirnya Tesa mengalah dan memberikan buku itu kepada Al. Tesa ikut senang bisa melihat bayi besarnya bahagia.

Saking senangnya menemukan buku incarannya. Al sampai menabrak pria yang ada dihadapannya.

"Sorry, Mas," kata Al sibuk merapihkan buku pria yang terjatuh olehnya.

"Herbal obat penyembuh sakit jantung?" kataku yang tak sengaja membaca buku pria tadi.

Saat aku mengangkat wajah ternyata pria yang ada di hadapannya itu Seorang Elvano Praharja Kusuma.

Apa tujuan dia membaca buku ini? Apa dia punya penyakit jantung? Atau sodaranya yang sakit? Banyak sekali pertanyaan didalam isi kepala.

"Woy!" Suara itu benar-benar membuatku terkejut dari lamunanku.

'Kenapa aku mikirin dia,' batinku.

"Eh. Nih buku nya," kataku seraya menyodorkan buku pada El.

Tak seperti biasa. El berlalu begitu saja setelah mendapatkan bukunya kembali.

"Aneh banget." Melihat El berlalu begitu saja tanpa mengajak Al berdebat.

"Aleya!" suara Tesa membuatku langsung menoleh.

"Pulang enggak? Gue tinggalin nih," katanya lagi, mengajak Al pulang karena hari sudah sore.

"A--Ayo," jawabku sedikit gelagapan.

Tak mungkin Tesa diam saja setelah melihat kelakuan aneh temannya itu. Namun, jawaban biasa saja yang ia terima.