webnovel

Sindir-sindiran

"Makan, enggak, makan, enggak , makan. Tuh kan padahal aku mau diet, tapi baksonya maksa aku buat makan. Udah gitu aku orangnya ngak enakan lagi kalau nolak, ihhhh."

Malam ini Dewi mau nginap lagi di rumah Adela, katanya kalau dirumah sepi kayak kuburan. Masa toh rumah di samain sama kuburan, beda atuh.

Tapi yah, maklum Dewi bilang gitu, dia hidup di rumah bersama dua asisten rumahtangga mereka, sedangkan orang tua Dewi dua-duanya lebih pentingin karir dari pada anak. Jadi biasanya pulang larut malam, pergi pagi-pagi sekali, sampai-sampai tak perna bertemu dengannya walau tinggal seatap. Miris bukan.

Harta banyak tapi kasih sayang sekarat. Itulah depinisi keluarga ala Dewi.

"Elleh, kamu mah banyak gaya, bilang aja lagi, kalau kamu kepengen, tapi takut aku bilang gemukan. Hahahaha," tawa cantik Adela.

"Lo sih, dah tau bulan ini berat badan gue naik sekilo, masi aja beliin makanan yang berat-berat, malam pula tuh." Padahal Adela beliin bakso juga karna dia yang minta. Tapi lihatlah malah dirinya yang disalahin. Dasar kawan ngak ada akhlak.

Memang ya, yang namanya perempuan itu memang paling benci kalau tiba-tiba berat badan naik. Maunya sih makan banyak berat badan tetap, bagi yang modis. Kalau yang gendutan sikit maunya makan banyak berat badan berkurang. Sedangakan yang gendutan banyak maunya makan banyakkk berat badan berkurang banyakkkk juga. Nih rumus dapat dari mana tohh.

Wanita memang selalu ingin tampil indah, menarik dan cantik, makanya paling anti dengan yang namanya lemak berlipat tapi hobby makan yang berlemak.

"Kalau gitu, kamu ngak usah makan. Aku aja yang makan." Adela mengusap perutnya. "Kira-kira kalau cuman seporsi perut ku masih mampu nampung loh." Adela merampas semangkuk bakso yang di aduk-aduk Dewi dari tadi.

Dewi langsung menepis tangan itu dengan kasar.

"Auww. Sakit tau." Adela mengusap-usam tangannya yang di tepis kasar.

"Lo sih, main nyerobot aje." Dan tanpa ragu lagi Dewi langsung memasukkan bakso bulat seperti bola pingpong itu dan mengunyahnya dengan lahap.

Adela tertawa melihat tingkah manusia disampingnya itu, ia juga hanya bercanda tadi, mana muat bakso satu porsi lagi di perutnya yang kecil, dia cuman mau mancing Dewi biar makan, kan sayang kalau di buang, mubazir.

"Lo mau kemana?" tanya Dewi, dengan mulut yang dipenuhi bakso, kerena wanita disampingnya sudah berdiri dan sepertinya akan meninggalkannya yang masih sibuk dengan makanan kesukaannya ini.

"Mau ngerjain tugas, besok Bu Ira masuk, aku belum selesai tugas lagi!

"Bu Ira? Maksud loh Bu Naira?"

"Yupy, kamu udah siap?"

"Kalau itu mah jangan di tanya, kalau lo aja belum siap apalagi hamba." Ucapnya di iringi dengan kekehan.

"Dasar, udah cepet makannya, atau ngak, nanti ngak aku bagi." Mata Dewi langsung berbinar mendengar ucapan Adela.

"Siap bos." Kata itu diiringi dengan tangan yang diletakkan di kening, persisi seperti siswa yang sedang menghormat bendera saat upacara.

******

"Dah sampai aja loh, padahal seminar gue kemaren Lo lama amat, kalau ngak salah sekarang baru jam 08.00. seminarnya di mulai jam 10.40 kali." Sindiran fakta itu ditujukan pria ini kepada wanita di sampingnya.

"Emangnya ke kampus cuman buat hadirin seminar?" tanya balik si wanita.

"Ohh iya gue lupa, lo kan baru semester 5 yakan jadi masih masuk kelas." Lagi-lagi pria ini berlaga sombong di hadapannya. "Ngak kayak gue dah mau sidang aja, ngak terasa banget."

"Perasaan situ dah semester 9 deh, berarti hampir di kampus ini hampir 4 setengah tahun kan. Jadi menurut aku wajar saja." Si gadis juga ngak mau kalah, dia sudah cukup mahir nyindir si tukang nyinyir ini.

"Pinter." Loh, kok malah di puji ya.

"Apanya?" tanya si gadis.

"Nyindirnya, dah kenak banget, loh pasti contoh gue ya. Gue tau lo fans banget sama gue, tapi ingatya yang ditiru cuman yang bagusnya aja yang jeleknya buang aja." Tumben bijak. itulah setidaknya kata yang pengen Adela sampaikan, tapi dia masih kurang berani untuk hal itu.

"Hay Varo." Kedua sejoli itu langsung berbalik kearah belakang untuk melihat sang pemilik suara.

Dahi Adela berkerut, pasalnya dia tidak mengenali wanita itu. Wanita seksi yabg tiba-tiba mendekati Varo. Bahkan dengan lancang wanita itu menyentuh wajah Varo seraya berkata.

"Aku udah lama ngak liat kamu, dan kamu makin ganteng ya," ucapnya.

Varo menepis tangan nakal wanita itu dengan kasar.

"Apa-apaan si loh, sekali lagi tangan lo liar, gue patahin di tempat," sarkas Varo.

"Ihhh, kamu kok dari dulu ngak pernah berubah sih, apa coba kurangnya aku?" goda wanita itu dengan mengedipkan sebelah matanya.

Adela yang tidak tau apa-apa merasa tidak nyaman dengan tingkah wanita itu.

Oke, Adela akui wanita itu cantik, seksis dan tentunya menarik hati para lelaki. Gimana tidak? dari segi penampilan dia sudah idaman lelaki pemangsa. Baju yang agak terbuka dipadukan dengan rok span mini dengan rambut yang di urai bebas ditambah dengan polesan bedak dan lipstik tebalnya, gimana bisa di tolak pria nakal coba.

"Dari segi keseluruhan lo kurang. Udah, sana loh jauh-jauh dari gue. Enek gue liatnya." Yaampun mulut Varo memang paling good de buat hati orang sesak.

"Kak, duluan ya, aku masih ada kelas." Tanpa menunggu jawaban Adela langsung pergi, selain karna dia ada kelas pagi ini, ia juga kurang suka dengan tingkah wanita yang coba mendekati Varo. Bukan apa ia hanya tidak enak hati, karna Adela rasa tingkah wanita itu seolah menurunkan harga diri wanita lainnya.

Centil dan mencoba mengait lelaki bahkan di depan umum, Adela jadi malu sendiri. Padahal jelas-jelas bukan dia yang melakukan tapi dia yang malu. Mungkin karena sesama wanita ya jadi gitu.

Setelah kepergian Adela wanita itu kemudian kepo.

"Dia siapa?" Kepo si wanita.

"Siapapun dia, yang jelas ngak ada hubungannya dengan lo."

"Dia bukan pacar mu kan?" tanya wanita itu dengan penuh harap.

Tapi yang ditanya tak peduli, malah melongos pergi.

Tentunya wanita itu berharap Adela bukan pacar Varo, kalau sempat pacarnya, bertambah sudah saingannya.

Sebelumnya Autor perna bilang, kalau Varo adalah tipe laki-laki idaman kaum hawa selain tampan dan pintar dia juga worang kaya. Wanita mana lagi coba yang ngak tertarik dengan laki-laki seperti itu. Terlebih laki-laki yang punya duit banyak sangat di sukai wanita, bahkan ada wanita yang mau jadi simpenan karena harta. Dan itu bukanlah suatu hal yang patut di contoh. Harta bukan segala-galanya jadi tolong jangan pernah menurunkan harga diri dan martabat mu sebagai wanita hanya karna harta yang bisa lenyap semata.