BAB 6:
"BIBLE! BIBLE! TIDAK!" teriak Apo hingga tersentak bangun. Lelaki itu duduk. Bersengalan. Dadanya naik turun gila, tetapi tidak sadar tengah memeluk dada bidang Mile. Dunia terasa berputar-putar dalam kepalanya. Ngilu dan pening menyerang dari segala arah, dan teriakan Mile terngiang seperti senapan serbu.
"Hei, bernapaslah dengan benar. Lihat aku." Suara Mile kini merebut perhatiannya. Iblis itu tampak syok tertular Apo, tetapi dia lebih tenang saat mengguncang bahu lelaki itu. "Jangan membuatku takut, Bodoh. Kau ini sebenarnya kenapa?!"
Di kausnya, Apo bisa melihat bulu-bulu kucing hitam rontok dengan aroma keringat pagi. Bukannya tenang, dada Apo pun semakin perih ingat segalanya. Cattawin, Bible ... keduanya hilang saat dia samasekali tak siap.
"Oh, astaga ... oh astaga ...."
Apo pun memeluk Mile karena gemetar tubuhnya terlalu parah. Dia tidak bisa menggigil seperti ini. Tidak jika tubuh berlumuran darah Bible terus membayangi kepalanya. Rasanya, baru kemarin sang kekasih tertawa dengan suara renyah di telinganya. Sekarang dia ....
"Mimpi buruk, benar?" tebak Mile. Meski keberatan dipeluk lelaki ini, tetapi raut Apo sungguh mengkhawatirkan saat pelukan mereka sudah terlepas. Raut terlukanya tampak sangat jelas. Mile sampai ingin mendatangkan psikiater saat itu juga.
"Iya, Bible—"
"Dia sudah mati. Apa kau lupa?"
"Aku tahu soal itu. Sangat. Tapi ini sulit sekali," batin Apo. Lalu mendorong Mile begitu sadar sepenuhnya. "Maaf. Aku tak bermaksud begini," katanya. Sangat canggung, tetapi dia tahu Mile tidak menggunakan wujud manusia semalam. "Kalau begitu, terima kasih untuk yang barusan. Aku ... Aku mau mandi dulu."
Setelah kembali ke wujud kucing, Mile pun membiarkan Apo pergi. Iblis itu melihat ranjang yang lecaknya keterlaluan. Dia yakin Apo tipe lelaki yang tenang saat terlelap, tetapi keringatnya bahkan sampai membuat permukaan seprai lembab.
Traumatis memang mengerikkan. Mile tahu perasaan itu, sebab bukan hanya Apo yang pernah merasakan kehilangan. Dia pun begitu saat sang adik meninggal dulu. Hanya saja, mungkin perasaannya terlalu dalam kepada Bible. Sebab mereka saling mencinta, bukan sekedar saudara sekandung saja.
"Rasanya cukup menyebalkan," dengus Mile tanpa sadar. "Dia bahkan tetap kasmaran meski pria itu tidak ada." Keningnya pun dipijit pelan. "Rasanya ingin kumuntahkan saja roh Bible, tapi dia bukan cemilan manusia."
Sejak dulu, Mile belum pernah gagal menyampaikan pesan sesuai harapan ruh tersebut. Rata-rata klien pasti merasa kuat, atau setidaknya jadi lebih baik karena tahu isi pikiran orang-orang kesayangan. Pesan itu seperti prasasti abadi. Yang harusnya dijaga dengan baik, tetapi kasus Apo jelas beda dari semuanya.
Haruskah Mile menyesal berhadapan dengan Bible? Jawabannya tidak. Sebab kebaikan pria itu memberinya energi besar sebagai salah satu bangsa iblis, dan itu sepadan bila digunakan hingga dia butuh makan lagi.
Apo tak perlu tahu soal itu. Dia mungkin lebih murka mendengarnya, tetapi mengurus kontrak ini memang butuh kesabaran ekstra.
Dok! Dok!juga!
"Hei, keluar. Kau bisa mati bila berendam terlalu lama!" kata Mile sembari terus mengetuk. Pintu kamar mandi itu sampai bergetar karena emosinya tersalurkan dengan hebat. "Apo! Hei!"
DEG
Mata Mile pun menyala emas karena memikirkan skenario yang tidak-tidak. Bagaimana pun ada banyak cara bunuh diri di dalam ruangan itu, meski hanya menggunakan pecahan cermin yang kecil-
"Keluar kau, Apo!"
BRAKHH!
Begitu pintu terbuka, Mile pun menyasar ke berbagai arah. Dia tilik arah kanan-arah kiri. Tirai bath-up, lemari bathrobe, bahkan pintu kaca bagian toilet-
"Tidak ada dimana pun."
Mile pun refleks menjelma menjadi elang. Iblis itu terlalu panik sampai mengelilingi semua ruangan di rumah. Koak-annya begitu nyaring. Dan dia yakin Apo takkan selamat jika melompat dari jendela kamar mandi. (*)
(*) Mile bisa menjelma jadi apa saja. Manusia, kucing, elang, dan lain sebagainya. Engga usah bingung ya gaes.
"Sial! Takkan kubiarkan kau membuat tetua iblis menagih nyawaku karena gagal misi!"
"APO NATTAWIN!!"
BRAKH!!
"Arrrghhh! Aduh!"
Elang itu menabrak pintu utama saat Apo membukanya dari luar. Bukan Mile yang luka, melainkan Apo hingga terpental ke halaman rumah. Lelaki itu tak sanggup menanggung energi iblis yang menghantam tubuhnya. Dia memuntahkan darah. Lalu terbatuk-batuk di sekitar barang belanjaannya.
"Uhuk! Uhuk! Arggh-uhoookh!"
Mile langsung menghampirinya dalam wujud manusia. "Fuck!" makinya. Menegakkan postur duduk Apo sebelum ambruk sempurna. "Kau ini tidak hati-hati! Kenapa tidak bilang kalau pergi sebentar keluar?!"
Apo pun terpaku melihat darah di telapak tangannya. Dadanya ngilu, tetapi rasanya langsung hangat setelah punggungnya ditotok beberapa kali. "B-Bisa langsung berhenti ...." desahnya takjub.
"Ya, tapi hanya untuk menghentikan pendarahannya." Mile pun menarik lengan Apo agar berdiri. "Tapi tidak untuk kesehatanmu nanti. Mungkin lima atau enam hari, tubuhmu akan demam tinggi setelah ini." (*)
(*) Intinya gini. Kekuatan iblis buat nyerang iblis. Kalo manusia kena, gak bagus. Efeknya bisa ngerusak tubuh. Dan Mile gak sengaja di sini. Dia dalam mode nyerang pas terbang nyariin Apo.
"Apa?"
"Aku iblis, ingat? Manusia bukan apa-apa bagi kami, kecuali jadi roh lalu dimakan sampai habis."
Wajah Apo pun memucat karenanya. "Ah, maaf," katanya. Lalu menepuk debu di lengan. "Aku hanya-"
"Tadi bilangmu akan mandi!"
"Iya, tapi aku seperti melihat mayat Bible di dalam bath-up," kata Apo dengan bibir gemetar. "D-Di cermin juga. Aku tidak bisa lupa dengan mudah. Jadi, lebih baik keluar sebentar daripada berteriak tidak jelas."
Mile pun memandang kedua mata Apo. Di sana, genangan air mata mulai muncul karena rasa takutnya. Padahal, tadi dia baik-baik saja saat jatuh sangat kasar.
"Baiklah, dimaafkan. Sekarang masuk," katanya Mile. Dia berpaling dari luka-luka di tubuh Apo. "Kuobati kau dulu sebelum kenapa-napa."
Iblis itu langsung meninggalkan Apo. Keangkuhannya masih ada, sekalipun perilakunya penuh kepedulian. Dia tak tahu bangsa mereka bersikap seperti itu, yang di matanya bahkan lebih manis daripada manusia-manusia di dunia ini.
"Aku sepertinya mulai tidak waras," batin Apo sembari memunguti barang belanjaannya. Untung kartu kreditnya tidak ikut rusak seperti ponsel karena rapi di dalam dompet. Benda itu tidak terkena angin saat berpindah cepat. Jadi, semua belanjaan ini sungguh bisa dibeli. "Tapi, sepertinya Mile memang iblis yang tidak sejahat yang kupikirkan."
Di dalam, Apo kira luka-lukanya akan dibalut plester seperti umumnya milik manusia. Ternyata tidak. Begitu jalan sampai ruang tengah, Mile mendadak mendorongnya rebah ke sofa, lalu menyambar lengan yang tergores.
BRAKHHHH!!
"Hei! Tunggu. Kau ini mau apa—"
"Diam."
Apo pun menahan nafas. Dia berkedip-kedip perih saat lidah Mile membelai lembut sikunya. Saliva hangat iblis itu terasa tak beda jauh dari milik manusia, tetapi kandungannya jelas lebih magis. Setiap kecupan dan sapuan lidagyang ditinggalkan ... luka-luka Apo pun menghilang begitu cepat. (*)
(*) Kekuatan iblis Mile didapatkan dari ruh Bible yang dimakan. Semakin baik orangnya, kekuatan semakin besar. Makanya Mile nolak 15 ruh dan mau makan Bible 🥺 Bible tulus cuy.
Tidak ada bekas. Justru kulit Apo terasa aneh. Dia merasa begitu segar, apalagi setelah Mile menjelajahi kulitnya lebih jauh.
"Tidak, Mile. Kau tak harus melakukan hal seperti ini-"
"Kubilang jangan melawanku," tegas Mile.
Greeeeekhhh!
Mile bahkan tidak segan merobek celana bagian lutut Apo yang tadinya sudah tergores. Di sana, luka yang lebih besar juga hilang dalam hitungan detik. "Tadinya aku malas, tapi sepertinya tubuhmu ini tidak sebaik yang kuharapkan."
"A-Apa?"
"Daya tahan," kata Mile di sela-sela pekerjaannya. "Itu maksudku." Dia bahkan memegangi tangan dan kaki Apo dengan segala cara saat membuka kaus lelaki itu. "Syok biasa pun bisa membuat manusia demam, apalagi ditambah energi iblis dariku. Kau mungkin bisa mendidih meski baru nanti siang."
Apo pun merona karena bibir dan lidah Mile sampai ke bawah putingnya. Di sana memang ada luka panjang yang terhubung ke pinggang. Tapi ... tapi ...
"Ahh ... ngh ...." rintih Apo tanpa sadar.
Mile menilik raut menarik lelaki itu sekilas. Dia tak pernah melakukan ini dengan siapa pun, baik laki-laki atau perempuan. Namun, dia cukup paham suara erotis semacam itu keluar saat pasangan berkawin.
Dulu, bagi Mile hubungan intim itu tak menarik. Toh iblis terhormat sepertinya tidak pantas tenggelam dalam hal itu. Tapi-entah kenapa-dia sulit berpaling dari wajah Apo.
"Oh, shit!" keluh Mile dengan tangan terkepal. Setiap perubahan sensual wajah Apo seperti memancing monster ganas dalam dirinya. "Sabar sebentar. Aku tahu ini agak menyakitkan."
"Ugfff ...."
Selesai menjilati tubuh depan, Mile membalik tubuh Apo, lalu menaiki pinggulnya. Dia tak mau tahu bagaimana ekspresi lelaki itu. Bagaimana pun, luka paling buruk tetap di punggung karena Apo mendarat pertama kali di tempat itu. Menggesek kerikil-kerikil pula. Mile rasa dia butuh waktu agak lama membereskan bagian ini.
"Ummpfff! Umpff!" protes Apo dengan bola mata terbelalak lebar. Dia kaget saat dibekap, dan Mile bisa melihat telinganya memerah.
Mile kira itu tanda Apo kesakitan. Bagaimana pun jilatannya tidak hanya menggunakan lidah, melainkan menyedot energi iblis kembali dari tubuhnya. "Maaf saja, Apo. Aku tidak suka suara berisik," batinnya. "Apalagi jika kau sampai berteriak. Bertahanlah sampai ini semua selesai."
BRAKHHHH!
"TIDAK! JANGAN!"
Mendadak Apo menjerit kencang. Tahu celananya nyaris ditarik turun, perlawanan terkuatnya refleks langsung keluar. Dia megap-megap. Merah penuh. Berbalik, lalu menggampar wajah Mile—
PLAAAKHHH!
Gagal.
Mile sudah menangkap pergelangan tangan Apo. Mata kuning iblis itu berkilat. Perlahan, warnanya berubah jadi emas, tetapi kali ini ditambahi gelombang merah. Oh, tidak. Apo yakin dia membuatnya murka!
"K-kau ..." Sayangnya Apo tidak mau kalah murka. Dia pun mengayunkan tangannya agar lepas, meski tetap tidak bisa.
"Apa yang aku? Menurut saja tidak bisa ya?"
"TIDAK! TIDAK!" bentak Apo. Keringat bermunculan kembali di pelipisnya. "M-maksudku, aku tak peduli dengan luka di bagian itu. Yang paha juga biarkan saja. Aku tidak apa-apa ...."
Mata Mile meredup sekejap.
"Kenapa?"
Apo tak berani menatapnya lagi. "P-Pokoknya terima kasih," katanya malu. "Aku paham tujuanmu baik, tapi kumohon sampai di sini saja."
Mile tercenung. Dia lirik pergelangan tangan Apo yang memerah karena remasannya, lalu melepaskan lelaki itu segera. Oh, fuck!
Andai Apo tidak protes setegas barusan, dalam hitungan menit, Mile bisa meremukkan tulang-tulang dan kulitnya. "Kau tidak paham dengan efek energi dariku," desahnya pelan. Meskipun begitu, dadanya cukup berat melihat Apo masih menggigil di bawahnya. Lelaki itu mengelus pergelangannya, membisu, dan tampak ingin pergi secepat mungkin.
"Tapi, sebagian lukaku sudah kau sembuhkan," bantah Apo. Wajahnya entah kenapa memanas lagi. "Apapun itu, pasti sekarang lebih mendingan. Jadi, kumohon cepat turun dariku." Suaranya memelan di akhir.
"Baik," kata Mile dengan dengusan kesal. Dia menjelma ke tubuh kucing hitam sebelum melompat pergi. "Tapi tanggung sendiri akibatnya."
Bersambung ....