Alfa kehilangan kata-kata yang ingin dia ucapkan. Alfa berusaha keras menahan amarahnya, agar tidak meluap dihadapan ayah Cakya. Alfa takut keadaan akan semakin memburuk nantinya. Atau malah semakin kacau keadaannya.
"Terus... Keadaan Cakya bagaimana dok...? Mengapa Cakya malah mengingat kejadian kecelakaan sebelumnya...?", ayah Cakya menghujani Alfa dengan pertanyaan, untuk memecahkan suasana.
"Saya belum tahu pasti. Ada dua kemungkinan. Yang pertama bisa jadi Cakya kehilangan memori jangka pendek. Atau... Yang kedua Cakya mengalami amnesia retrograde, hilangnya memori untuk peristiwa yang terjadi sebelum trauma.
Kalau Cakya hanya mengalami kehilangan memori jangka pendek, hal itu bisa terjadi karena Cakya berusaha menolak kejadian yang terjadi. Kemungkinan ingatan Cakya tentang kecelakaan tidak akan pernah kembali, karena telah tertutup dengan memori kecelakaan sebelumnya.
Berbeda dengan amnesia retrograde, cepat atau lambat Cakya akan mengingat kembali kejadian yang Cakya lupakan", Alfa menjelaskan panjang lebar.
"Apa itu bahaya untuk keadaan Cakya...?", ayah Cakya kembali mengejar jawaban.
"Kalau yang terjadi amnesia retrograde, cepat atau lambat Cakya akan berusaha keras mengembalikan ingatannya. Itu... Akan memaksa syaraf diotaknya bekerja lebih keras dari sebelumnya. Akan ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Cakya bisa ingat semuanya, atau... Malah melupakan semuanya", Alfa menjelaskan resiko yang akan terjadi.
"Lalu...? Kita harus bagaimana...?", ayah Cakya bertanya bingung.
"Kita harus melakukan CT Scan atau MRI, tes kognitif untuk menguji kemampuan berfikir dan mental Cakya", Alfa menawarkan solusi yang harus dijalankan oleh Cakya.
"Baiklah dokter. Kalau begitu terima kasih dokter, saya permisi", ayah Cakya mohon diri untuk meninggalkan ruangan Alfa.
"Gama...! Bisa kita bicara sebentar...?", Alfa menahan Gama agar tidak keluar dari ruangannya.
"Em... Abang duluan saja, nanti Gama menyusul", Gama meminta ayah Cakya untuk meninggalkannya bersama Alfa.
"Dokter... Mau bicara apa...?", Gama menatap kearah Alfa, setelah ayah Cakya meninggalkan ruangan Alfa.
Rima menerobos masuk ruangan Alfa.
"Maaf dok, ada yang punya darah AB negatif...?", Rima bertanya dengan nafas teregah-engah, karena harus berlari dari ruang operasi Erfly.
"Ada apa...?", Alfa bertanya, kembali memastikan ucapan Rima sebelumnya.
"Erfly... Mengeluarkan banyak darah. Dia membutuhkan donor darah segera. Ada keluarganya yang punya darah AB negatif...?", Rima menjelaskan dalam satu nafas.
"Ambil darah saya saja suster", Gama mengajukan diri.
"Kalau begitu, silahkan ikuti saya", Rima memberi perintah.
Alfa berlari menuju ruang operasi. Setelah memakai pakaian steril untuk masuk ruang operasi. Alfa langsung menghampiri dokter Firman.
"Bagaimana keadaan Erfly dokter...?", Alfa bertanya setenang mungkin.
"Alhamdulillah pendarahan Erfly sudah berhasil kita hentikan. Sekarang kita sedang menutup sobekan luka Erfly. Kita juga menunggu hasil CT Scan dan ronsen Erfly, saya menduga Erfly mengalami patah tulang di kaki kanannya", dokter Firman menjelaskan kondisi terbaru Erfly.
"Dek... Kamu yang kuat dek...", Alfa mengusap pucuk kepala Erfly dengan lembut.
Selang beberapa menit kemudian, Rima membawa kantong darah untuk Erfly. "Maaf dokter, ini darahnya", Rima menyerahkan kantong darah ke tangan Nazwa.
Nazwa langsung melakukan transfusi darah kepada Erfly. Operasi tetap berjalan selama satu jam kemudian.
"Alhamdulillah...", dokter Firman mengucap syukur. "Suster, pasien sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat inap", dokter Firman memberi perintah sebelum meninggalkan ruang operasi.
Alfa mengekor dibelakang dokter Firman.
"Kalau begitu... Kami permisi dokter. Maaf, lebih lama dari yang seharusnya. Kalau saja dokter Alfa yang melakukan operasi, pasti akan lebih cepat selesai", dokter Firman merendahkan diri.
"Tidak dokter, justru saya harus berterima kasih kepada dokter Firman, dokter Iqbal dan suster Nazwa. Terima kasih atas bantuannya", Alfa menggenggam jemari tangan kanan dokter Firman.
"Jangan seperti itu dokter. Ini bukan apa-apa, dokter sudah terlalu banyak membantu rumah sakit kami. Ini hanya pertolongan kecil dokter", dokter Firman bicara pelan, membesarkan hati Alfa.
Dokter Firman menatap lekat wajah dokter Iqbal dan Nazwa. "Kalau begitu kami permisi", dokter Firman mohon diri. Dan berlalu dari hadapan Alfa bersama dokter Iqbal dan Nazwa.
Rima mendorong kasur Erfly menuju ruang rawat inap. Bersama 2 rekan kerjanya. Alfa menahan tempat tidur Erfly.
"Ada apa dok...?", Rima bertanya bingung. Menghentikan langkahnya.
"Bawa Erfly ke ruang ICU, dan jangan biarkan siapapun untuk masuk tanpa seizin saya", Alfa memberi perintah, suaranya terdengar dingin.
Rima dan 2 rekannya tidak berani membantah ucapan Alfa. Mereka langsung menuju ruang ICU sesuai permintaan Alfa.
***
Alfa tidak kembali keruangannya, melainkan menuju atap rumah sakit. Alfa meraih HPnya dan menekan salah satu nomor di HPnya.
"Aku tunggu di atap rumah sakit", Alfa bicara dingin. Kemudian kembali mengantongi HPnya.
Alfa menunggu beberapa saat, hingga orang yang ditunggunya muncul di hadapannnya.
"Dokter Alfa...", Gama bicara pelan, menghampiri Alfa.
Alfa langsung meraih kerah baju Gama. "Kamu tahu semuanya, dan kamu diam saja selama ini...?", Alfa berteriak kesal. Melampiaskan kemarahannya.
"Maaf dok...", Gama bicara dengan rasa bersalahnya.
"Kamu yang lebih tahu bagaimana keadaan Erfly. Seberapa berbahayanya itu. Erfly bisa saja meninggal ditempat, saat terjadi penolakan dari jantungnya.
Pantas saja jantung Erfly sering bereaksi, itu semua karena jantung yang dipakainya adalah jantung tunanganya Cakya.
Dan kamu malah membiarkan Erfly dekat dengan Cakya. Kamu punya otak g'ak sih...?!", Alfa menjelaskan panjang lebar.
"Gama salah dok. Gama minta maaf", Gama kembali meminta maaf kepada Alfa.
"Aku g'ak akan sanggup kalau harus kehilangan Erfly lagi Gam...!", Alfa meradang, bayangan Erfly yang terbaring tak berdaya diatas tempat tidur operasi membayangi pikirannya.
"Gama juga tidak mau dok...! Rasa ketakutan dokter, itu sama dengan Gama", Gama mengakui perasaannya, dia sudah menganggap Erfly sebagai pengganti Asri. Apa yang harus dia lakukan kalau harus melepaskan adiknya lagi untuk yang kedua kalinya.
***
Berhari-hari Cakya melakukan berbagai tes. Sehingga Cakya diizinkan untuk kembali pulang kerumahnya, dan menjalankan hidupnya seperti biasa.
Pukulan terbesar kembali diterima Cakya, saat dia berhasil mengingat kalau Asri telah tiada. Gama selalu berada disamping Cakya, menemani Cakya untuk melewati masa sulitnya. Tidak jarang Mayang juga ikut membantu mengawasi perkembangan Cakya.
"Gam... Abang dimana...?", ibu Cakya bertanya saat Gama membuat kopi didapur.
"Sudah tidur kak", Gama bicara pelan, sembari mengaduk kopinya.
"Masih belum ada kabar tentang Erfly...?", ibu Cakya bertanya lirih.
Gama menghentikan kegiatannya, kemudian duduk di tangga yang memisahkan ruang makan dan dapur.
"Belum kak. Bahkan dokter Alfa tidak bisa dihubungi. Gama sudah coba tanya rekan kerjanya dirumah sakit umum. Katanya dia sudah keluar, setelah bertengkar hebat dengan kepala rumah sakit. Dokter Alfa memasukkan dokter rumah sakit DKT untuk melakukan operasi kepada Erfly.
Gama... Juga sudah tanya kepada pihak rumah sakit DKT, tidak ada yang pernah melihat dokter Alfa lagi setelah kejadian malam itu.
Gama... Bahkan sudah kerumah dokter Alfa dan Erfly. Rumah itu sudah di kontrakkan kak. Yang ngontrak bahkan tidak tahu siapa pemilik rumah itu, katanya semua diurus oleh pengacara keluarga Alfa.
Gama bingung kak, harus mencari Erfly kemana lagi...", mata Gama nanar menahan tangis.
Sejak kejadian dirumah sakit malam itu. Alfa, Erfly dan keluarganya seperti ditelan bumi. Tidak ada kabar beritanya. Bahkan tidak ada satu petunjukpun yang bisa diperoleh oleh Gama.
Ayah Cakyapun sudah berusaha keras melacak keberadaan Erfly dan keluarganya dibantu oleh Jendral Lukman. Akan tetapi sama saja, hasilnya nihil.
Motor Erfly yang ditinggal digunung, sudah diantar oleh Satia. Gama sengaja meletakkannya di kos-kosan cowok. Agar selalu dipanasi oleh penghuni kos.
Walaupun ingatan Cakya perlahan mulai pulih kembali, beruntung sampai saat ini, Cakya belum mengingat Erfly sedikitpun. Akan tetapi, tidak jarang dibawah alam sadar Cakya, dia sering mengigau memanggil nama Erfly berkali-kali.