Sesampainya dirumah, Erfly langsung menenggak minuman dingin dari kulkas. Kemudian melemparkan dirinya ke kursi ruang tamu.
"Dek... ", terdengar suara setengah berteriak dari arah pintu depan.
"Masuk ko", Erfly berteriak, dia enggan bergerak dari posisinya yang nyaman.
Alfa menghampiri Erfly, kemudian meletakkan belanjaannya keatas meja.
"Kamu habis dari mana dek...?", Alfa bertanya bingung karena melihat Erfly memakai kaos bolong dan celana training.
"He... He... Erfly... Habis joging ko", Erfly menjawab pelan.
"Nyari mati ini bocah", Alfa menjitak pelan kepala Erfly. "Dada kamu sesak g'ak...?", Alfa bertanya santai, kemudian kearah kulkas mengambil minuman dingin.
"G'ak sih ko", Erfly secara tidak disadari meraba dadanya.
"Besok pulang sekolah kita cek-up dirumah sakit", Alfa duduk dihadapan Erfly.
"Siap bos", Erfly melakukan posisi tangan hormat.
"Siap-siap gih", Alfa memberi perintah.
"Mau kemana ko...?", Erfly bertanya bingung, karena tidak merasa ada janji sama Alfa hari ini.
"Laper, temenin koko nyari makan", Alfa bicara lagi.
"Eh, kita ke bukit sentiong ko. Ada jajanan enak di warung uni Yun", Erfly memberi saran.
"Apa sajalah", Alfa bicara santai.
Erfly masuk kedalam kamarnya, kemudian mandi dan siap-siap. Hanya selang beberapa menit kemudian Erfly sudah siap, dan menghampiri Alfa.
Alfa dan Erfly menuju tempat yang ditunjuk Erfly. Benar apa yang dibilang Erfly. Ada banyak makanan yang bisa dipilih. Mulai dari pical, kolak, ketan hitam, ketupat sayur, bihun goreng, bahkan sampai gorengan dan kue basah.
Alfa makan dengan lahapnya, walaupun hanya warung kecil. Rasa makanannya terasa seperti makanan rumahan, Erfly juga sama. Dia malah mencoba semua makanan yang ada.
Setelah kenyang Alfa membayar, kemudian berencana untuk mengantarkan Erfly pulang. Sesaat sebelum masuk kedalam mobil, sebuah motor terperosok masuk selokan tepat dihadapan Erfly.
"Astagfirullah", Erfly berteriak kaget.
Alfa kembali menutup pintu mobilnya, semua orang segera berkerumun membantu korban yang jatuh dari motor. Alfa menghampiri korban tersebut, memberi instruksi untuk membaringkan korban keatas trotoar yang datar.
"Dek, tas P3K koko dibawah jok mobil", Alfa memberi perintah.
Erfly segera mengambil yang diminta Alfa, kemudian menyerahkan kepada Alfa. Korban jatuh dari motor itu masih tidak sadarkan diri. Alfa segera memberikan pertolongan pertama.
"Dek, sepertinya koko harus kembali kerumah sakit. Tangannya tidak merespon, koko rasa ada syaraf terjepit, bahaya kalau tidak segera ditangani", Alfa menjelaskan panjang lebar.
"G'ak apa-apa ko, Erfly gampang bisa naik ojek dibawah", Erfly menjawab santai.
Alfa memberi instruksi kepada orang yang berkumpul untuk mengangkat korban kecelakaan kedalam mobil, Alfa mengalasi kepala korban dengan papan alas menulis yang ada dikursi paling belakang.
"Koko duluan dek", Alfa bicara sesaat sebelum masuk kedalam mobil.
"Hati-hati ko", Erfly bicara pelan melepaskan kepergian Alfa.
"Mampir kali ya kerumah Cakya, udah deket gini", Erfly bergumam pelan.
Erfly melangkah perlahan menuju rumah Cakya. Seperti biasa, Erfly selalu disambut hangat oleh keluarga Cakya.
Cakya mendengar suara Erfly, "Erfly...?", Cakya bicara lirih. Cakya tetap pada posisinya duduk bersandar dikepala tempat tidur, asik memetik senar gitarnya pelan.
Erfly lebih memilih membantu ibu Cakya didapur. "Kemana saja cantik, baru muncul sekarang...?", ibu Cakya bertanya pelan sembari mengaduk masakannya agar tidak gosong.
"Maaf ma, Erfly lagi sibuk. Maklum artis, lagi banyak job", Erfly berkelakar, kemudian disusul tawa Erfly dan ibu Cakya.
***
Pak Lukman duduk di meja kerjanya, "Masuk...!", pak Lukman bicara satengah berteriak.
"Permisi pak Jendral", Ardi muncul dari daun pintu.
"Bagaimana Di...?", pak Lukman bertanya sembari berpindah duduk di meja tamu.
"Dari informasi yang Ardi dapatkan, gadis itu bernama Sinta sekretarisnya pak Wiratama. Hampir setiap hari Sinta mengunjungi Candra di rutan", Ardi menjelaskan informasi yang dia terima dari kepala rutan.
"Jadi suruhan pak Wiratama", pak Lukman bicara acuh.
"Bukan pak"
"Maksudnya...? Kamu bilang dia sekretarisnya pak Wiratama...?"
"Iya pak. Tapi... Maaf pak Jendral, menurut info yang saya dapat. Sinta mengunjungi Candra atas nama pribadi"
"Kenapa bisa...?"
"Pak Wiratama sudah bercerai dengan istrinya. Malah istri pak Wiratama sekarang sudah kembali ke keluarganya di Malaysia. Beliau menitipkan Candra kepada Sinta"
"Saya paham. Kamu boleh pergi"
"Baik, permisi pak", Ardi meninggalkan ruangan pak Lukman.
Pak Lukman berganti pakaian, dia keluar meninggalkan ruangannya.
***
Alfa baru keluar dari ruang operasi, saat melihat seorang pasien lelaki tergeletak dilantai.
Alfa membantu pasien lelaki itu kembali naik ke kursi rodanya. Sinta menghampiri, "Dirga kenapa keluar sih...?", Sinta memasang muka cemas melihat Dirga.
"Terima kasih dokter", Sinta berucap santun, kemudian menganggukkan kepalanya pelan. Sinta berniat mendorong kursi roda Dirga untuk kembali kedalam ruang rawat inap.
"Sebentar", Alfa bicara pelan, sembari menahan kursi roda Dirga.
"Ada apa dok...?", Sinta bertanya bingung.
Alfa menangkap reaksi yang tidak biasa dari Dirga. Alfa segera duduk jongkok agar bisa mengecek keadaan Dirga dengan teliti. Selang beberapa menit kemudian Alfa kembali berdiri.
"Mbak bisa daftarkan Dirga untuk melakukan ST Scan...? Saya tunggu hasilnya diruangan saya", Alfa menunjuk kearah ruangannya.
"Baik dokter", Sinta mengangguk patuh.
***
Pak Lukman duduk di ruang kosong, beberapa saat kemudian orang yang ditunggunya datang.
"Pak Jendral...?", Candra bicara heran melihat orang yang ada dihadapannya saat ini.
"Candra minta maaf", Candra tertunduk, dia mencium punggung tangan pak Lukman dengan takzim.
Pak Lukman tidak bergeming sedikitpun menerima perlakuan Candra. Akan tetapi dia juga tidak menolak perlakuan Candra.
"Saya menyesal pak, saya... ", Candra tidak mampu melanjutkan ucapannya, karena tangisnya pecah seketika.
Pak Lukman mengusap pucuk kepala Candra dengan tangan yang masih bebas, "Kamu anak laki-laki. Harus kuat", pak Lukman bicara dengan nada suara wibawa seperti biasanya.
Candra langsung melepas genggaman tangannya dari tangan pak Lukman, kemudian menghapus kasar air matanya.
"Bagaimana keadaan kamu...?"
"Alhamdulillah saya baik-baik saja pak Jendral, terima kasih telah menyempatkan waktu untuk bertemu dengan saya. Sebenarnya... Sudah lama saya ingin menemui pak Jendral"
"Saya...? Kenapa...?"
"Saya menyesal pak sudah menganggu anaknya pak Jendral"
"Terus...? Kamu marah sama saya karena saya memenjarakan kamu. Bahkan menuntut kamu dengan pasal berlapis, bukan kesalahan kamu saja, melainkan kesalahan ayah kamu juga"
"Tidak pak Jendral. Sama sekali tidak ada dalam pikiran saya sedikitpun menyalahkan pak Jendral. Saya berusaha ikhlas menjalani hukuman saya didalam sini pak"
"Oh... Ya...?"
"Ini semua berkat mbak Sinta pak"
"Sekretaris ayah kamu...?"
"Iya pak. Dia banyak mengajarkan saya tentang banyak hal. Bahkan dia juga yang membuat saya mampu bertahan sampai saat ini"
Candra tersenyum membayangkan wajah Sinta, malaikat penolongnya. Orang yang dengan sabar memberikan kekuatan kepada dirinya selama dia merasa terpuruk, dan ditinggalkan, bahkan keluarganya sendiripun tidak perduli.