Setelah rapat, Alfa langsung bergegas menuju ruangannya.
"Dokter...", Rima menghadang langkah Alfa.
"Iya suster...? Ada apa...?", Alfa bertanya sambil sibuk dengan HP di tangannya.
"Dokter ada waktu...? Saya ada vocer makan siang, ada keluarga pasien yang memberikan kepada saya tadi pagi. Dokter...", Rima tidak bisa menyelesaikan ucapannya, karena Alfa sudah menyela.
"Maaf suster, saya udah ada langganan ketringan. Terima kasih atas tawarannya", Alfa langsung meninggalkan Rima, berlalu menuju ruangannya.
"Hei, dicariin kemana-mana juga, kok malah ngelamun disini...?", Kahfi sengaja menyenggol lengan Rima.
"Kenapa...?", Rima bertanya ketus.
"Kamu dicariin kepala UGD, katanya ada yang mau dibahas", Kahfi memberikan informasi kepada Rima.
"Iya, habis ini Rima langsung kesana", Rima bicara malas.
"Kenapa lagi ini anak...?", Kahfi bertanya pelan kepada dirinya sendiri.
***
Ibu Cakya menyiapkan makanan kedalam piring, kemudian memasukkan air kedalam gelas.
"Abang...!!!", ibu Cakya memanggil Cakya yang sedang duduk dengan tatapan kosong didepan TV.
Gama menoleh kearah Cakya, melihat tidak ada respon dari Cakya, Gama menyikut lengan Cakya.
Cakya menatap kaget kearah Gama, "Kenapa...?", Cakya bertanya bingung.
"Itu, dipanggil kak Fira", Gama memberi isyarat agar Cakya menghampiri ibunya.
"Abang tolong antar makanan Erfly, mama mau nyuci dulu. Abang pastiin Erfly ngabisin makanannya, biar ada tenaga", ibu Cakya memberi instruksi kepada Cakya, kemudian menyerahkan piring dan gelas ketangan Cakya.
Cakya hanya mengangguk pelan. Kemudian masuk kedalam kamarnya dengan langkah perlahan. Cakya meletakkan piring dan gelas keatas meja kecil disamping tempat tidur.
Cakya duduk di bangku kecil yang ada dihadapannya, duduk menghadap kearah Erfly yang masih terlelap tidur.
Cakya mengusap kepala Erfly dengan lembut, "Maaf, Cakya udah bentak-bentak Erfly kayak tadi", Cakya bicara lirih. Rasa bersalahnya semakin menjadi karena melihat Erfly terbaring lemah karena sakit, mukanya pucat pasi.
Azan Zuhur berkumandang, Erfly terbangun dari tidurnya. "Cakya...?", Erfly bicara dengan suara serak, khas orang baru bangun tidur.
"Erfly udah bangun", Cakya langsung menarik tangannya dari kepala Erfly.
Erfly berusaha untuk bangun, Cakya membantu Erfly bersandar dikepala tempat tidur. Cakya meletakkan bantal di punggung Erfly, agar Erfly merasa lebih nyaman.
"Cakya minta maaf, tadi udah kasar sama Erfly. Gara-gara Cakya, Erfly jadi sakit kayak gini...", Cakya bicara dengan nada paling rendah, mengungkapkan rasa bersalahnya.
"Sakit karena demam Erfly masih bisa tahan. Bahkan Erfly pernah di operasi tanpa bius waktu kecil. Dan itu g'ak ngebuat Erfly nangis, dan Erfly bisa nahan semua rasa sakit. Tapi... Cakya tahu apa yang jauh lebih sakit dari itu semua...?", Erfly bertanya dengan tatapan tajamnya kearah Cakya, langsung menusuk tepat ke jantung Cakya.
"Hem...", Cakya hanya bergumam pelan menjawab pertanyaan Erfly, kali ini Cakya tidak berani menatap wajah Erfly.
"Di bentak sama kamu. G'ak dipercaya sama kamu. Itu jauh lebih sakit dari semua rasa sakit yang pernah Erfly alami selama ini", Erfly bicara dengan nada paling rendah, jelas terlihat nada kekecewaan yang keluar dari ucapan Erfly.
Air mata Erfly mengalir tanpa permisi. Cakya menggenggam tangan Erfly dengan lembut, kemudian meletakkannya dikeningnya.
"Cakya salah, Cakya minta maaf. Cakya yang salah", Cakya bicara dengan penuh rasa penyesalan yang bersarang dihatinya.
"Erfly g'ak ada apa-apa sama Elang. Erfly mau ikut kemping kemarin itu, karena hanya ingin menghormati panitia saja, mereka udah ngajakin Erfly, g'ak enak kalau Erfly tolak etiket baik mereka. Itu saja, g'ak lebih", Erfly bicara pelan. Menjelaskan semua duduk persoalannya yang terjadi kemarin.
"Malam itu benar, Elang nembak Erfly. Tapi... Erfly tolak. Karena Erfly udah sama Cakya", Erfly bicara lirih, berusaha keras menahan tangisnya.
Cakya melepaskan jemari tangan Erfly, kemudian menghapus lembut air mata Erfly.
"Cakya salah, Cakya minta maaf, udah dong, Erfly jangan nangis lagi. Jangan bikin Cakya bingung kayak gini", Cakya bicara dengan nada paling lembut.
Suasana hening seketika, tiba-tiba terdengar suara perut Erfly yang keroncongan. Cakya tertawa seketika, "Erfly laper...?", Cakya bertanya pelan.
"Erfly g'ak makan dari semalam. Terus Erfly juga g'ak sarapan pagi tadi, baru nyampe sekolah langsung kesini", Erfly bicara pelan, mukanya sudah seperti kepiting rebus. Pipinya terasa panas seketika.
"Erfly makan dulu, udah disiapin sama mama", Cakya menyodorkan piring yang dibawanya.
"Erfly mau sholat dulu", Erfly bicara pelan.
"Makan dulu, biar ada tenaganya", Cakya menahan Erfly.
Erfly tidak berani protes kali ini. Melihat Cakya yang memasang muka sok galak.
"Iya...", Erfly menurut. Kemudian mulai makan dengan perlahan.
Setelah makan HP Erfly berbunyi, Erfly mengangkat telfon masuk setelah melihat nomor yang muncul di layar.
"Iya Ko kenapa...?", Erfly bertanya pelan.
"Kata Gama kamu pingsan...? Gimana sekarang...?", Alfa bertanya cemas.
"Erfly g'ak apa-apa Ko, mungkin hanya kecapean habis naik gunung. Alhamdulillah sekarang udah meningan", Erfly menjawab santai.
"Syukurlah kalau begitu", Alfa merasa tenang.
"Dokter, sudah di tunggu diruang operasi", terdengar suara perempuan yang memanggil Alfa.
"Dek...", Alfa tidak menyelesaikan ucapannya, karena sudah disela oleh Erfly.
"Koko jangan khawatir, Erfly baik-baik saja kok. Sana, Koko udah ditunggu, kasian pasiennya nungguin", Erfly memberi perintah.
Ibu Cakya membuka pintu kamar Cakya. "Kamu udah bangun nak...?", ibu Cakya bicara pelan. Kemudian menghampiri Erfly, ibu Cakya meletakkan telapak tangannya ke kening Erfly. "Alhamdulillah panas kamu udah turun nak, kamu mau kemana...?", ibu Cakya bertanya bingung karena Erfly sudah menurunkan kaki dari atas tempat tidur.
"Erfly mau wudhu ma, Erfly belum Zuhur", Erfly bicara pelan.
"Emang kamu udah kuat nak keluar sendiri...?", ibu Cakya bertanya sanksi.
"InsyAllah...", Erfly masih bersikeras. Erfly berusaha berdiri, baru berjalan satu langkah, kepalanya tiba-tiba terasa pusing. Beruntung Cakya sigap menangkap tubuh Erfly.
"Dasar kepala batu", Cakya menghardik kesal. Kemudian membantu Erfly duduk kembali keatas tempat tidur.
"Jangan galak-galak abang, sama cewek", ibu Cakya mencubit pelan perut Cakya.
"Maaf...", Erfly bicara pelan karena merasa bersalah, karena dia Cakya jadi dimarahi oleh ibunya. Erfly memijit pelan keningnya, karena kepalanya masih terasa pusing.
"Ya udah, mama papah saja kekamar mandinya", ibu Cakya memberi solusi.
Akhirnya Erfly di bantu oleh ibu Cakya untuk wudhu, kemudian kembali mengantar Erfly lagi ke kamar Cakya. "Erfly sholatnya duduk saja, takutnya malah jatuh lagi", ibu Cakya memberi perintah.
Erfly hanya mengangguk pelan. Setelah memakai mukena, Erfly kembali naik keatas tempat tidur, bersandar di kepala tempat tidur.
"Mama keluar dulu, kalau butuh apa-apa panggil saja, kita ada diluar", ibu Cakya bicara pelan, sesaat sebelum meninggalkan Erfly.
"Iya, terima kasih ma", Erfly melemparkan senyumannya.
"Cakya sholat Zuhur dulu diluar", Cakya pamit setelah ibunya keluar.
"Cakya g'ak mau jadi imam Erfly sholat...?", Erfly mulai dengan candaannya.
"Tunggu bentar, Cakya wudhu dulu", Cakya memberi perintah. Kemudian berlalu menuju WC untuk wudhu, Cakya kembali kedalam kamar, memakai sarung dan menggelar sajadah.
Cakya dan Erfly sholat Zuhur berjamaah, Erfly sholat duduk diatas kasur, sedangkan Cakya dilantai, disamping tempat tidur.
Setelah sholat Erfly mengambil HPnya kemudian membuka aplikasi Al-qur'an yang ada di HPnya. Sedangkan Cakya meraih Al-qur'annya yang berada diantara buku-buku pelajaran sekolahnya.
Erfly dan Cakya mulai mengaji dengan khusuk. Erfly masih duduk bersandar dikepala tempat tidur, sedangkan Cakya kali ini sudah duduk di kursi kecil disamping tempat tidur menghadap ke Erfly.
"Erfly gimana ma...?", ayah Cakya bertanya begitu masuk kedalam rumah.
"Tadi habis mama antar wudhu, dia sholat di kamar Cakya", ibu Cakya menjawab pelan.
Ayah Cakya mendekati kamar Cakya, pintu kamar Cakya sengaja tidak di tutup. Ayah Cakya memberi kode kepada ibu Cakya agar mendekat. Ibu Cakya dengan segera mendekati suaminya, ibu Cakya langsung terdiam melihat pemandangan yang ada dihadapannya saat ini, air matanya mengalir tanpa permisi seketika.