webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
251 Chs

Cakya masih diruang operasi

Erfly berusaha keras mengumpulkan kembali tenaganya. Erfly kembali meraih HPnya yang terjatuh dilantai. Erfly menghapus kasar jejak air matanya. Menempelkan kembali HPnya ke daun telinganya.

"Bang...", Erfly bicara pelan.

"Astagfirullah dek, kamu g'ak apa-apa...?", Gama bertanya cemas.

"Erfly baik-baik aja bang", Erfly berusaha menjawab setengah mungkin, dia tidak mau Gama merasa khawatir.

"Kamu tiba-tiba g'ak bicara, bikin abang khawatir aja", Gama sewot karena berkali-kali dipanggil tidak menjawab.

"Bagaimana keadaan Cakya...?", Erfly bertanya lirih.

"Cakya masih diruang operasi", Gama bicara lirih. "Oh ya, ayah kamu gimana kabarnya...?", Gama balik bertanya.

"G'ak jauh beda sama Cakya bang, masih di ruang operasi bersama Ko Alfa", Erfly bicara lemah.

"Dek... Kamu yang kuat ya, sekarang... Mending kamu konsentrasi aja sama kesembuhan ayah kamu dek. Soal Cakya kamu g'ak perlu khawatir. Ada abang, dan keluarganya Cakya yang jagain disini", Gama menasehati.

"Iya bang, kabari Erfly kalau ada apa-apa", Erfly bicara pelan.

"Pasti dek, abang tutup ya. Assalamu'alaikum...", Gama mengucapkan salam sebelum mengakhiri hubungan telfon.

"Wa'alaikumsalam...", Erfly menjawab pelan.

Erfly tidak langsung kembali ke ruanh tunggu operasi, akan tetapi Erfly memilih untuk menuju mushalla rumah sakit. Erfly melakukan sholat tahajud agar lebih tenang. Setelah mengucap salam, Erfly larut dalam do'a untuk kesembuhan ayahnya dan Cakya. Dua orang yang dia kasihi, dua orang yang dia cintai, dua orang yang begitu berarti untuk hidupnya. Setelahnya dilanjutkan dengan sholat subuh.

Erfly mengusap air matanya yang mengalir tanpa permisi, kemudian melipat kembali mukena yang dia pakai. "Ternyata kamu disini dek...", Alfa bicara pelan, begitu Erfly muncul dari daun pintu mushalla.

Terlihat goresan wajah kelelahan di wajah Alfa. Bagaimana tidak hampir 10 jam Alfa tidak keluar dari ruang operasi.

"Koko baik-baik saja...?", Erfly bertanya khawatir melihat keadaan Alfa.

"Yang jelas, saat ini Koko laper dek", Alfa nyengir kuda menjawab pertanyaan Erfly.

Erfly mendengus kesal atas jawaban Alfa. "Kita cari sarapan kalau begitu", Erfly menjawab santai.

"Mau cari makan dimana dek jam segini...? Ini itu masih jam 5, mana ada yang buka", Alfa protes dengan ide gila Erfly.

"Ini ni, g'ak sopan ni. Udah... Ikut saja", Erfly memberi perintah.

Erfly membawa Alfa ke kafe miliknya, hasil kerjasama dengan bli Ketut. Sesampainya di kafe, Erfly dan Alfa disambut seorang pelayan, kemudian diarahkan menuju ruang pribadi. Begitu pintu dibuka, sudah terhidang makanan pilihan terbaik kafe.

"Terima kasih", Erfly bicara pelan, sesaat sebelum pelayan meninggalkan Erfly dan Alfa berdua saja, agar lebih fokus untuk menikmati sarapan mewah mereka.

"Dek... Kok kamu tahu kafe ini pasti buka...?", Alfa bertanya bingung.

"Erfly yang minta kafenya dibuka", Erfly menjawab santai, sembari memasukkan makanan yang ada di hadapannya kedalam mulut.

"Kok bisa...?", Alfa bertanya lagi, kali ini dia malah makin bingung.

"Erfly pernah cerita sama Koko mau kerjasama sama buka Kafe di Bali", Erfly memulai ceritanya.

"Hem... Terus...?", Alfa bergumam pelan, bersabar menunggu kelanjutan cerita Erfly.

"Ini salah satunya Ko", Erfly bicara pelan, sembari menyeruput minumannya.

"Koko kira waktu itu kamu hanya bercanda dek...", Alfa tertawa renyah.

Erfly tidak merespon ucapan Alfa, akan tetapi malah fokus menghabiskan makanannya.

"Dek...", Alfa bicara lirih.

"Hem...", Erfly menggumam pelan dengan mulut terisi penuh makanan.

"Kamu g'ak mau nanya bagaimana hasil operasinya...?", Alfa bertanya bingung. Kali ini Alfa berusaha menebak, apa Erfly memang segitu tidak perduli lagi dengan orang tuanya, bahkan sampai dia tidak menanyakan bagaimana keadaan ayahnya setelah berjam-jam berbaring di meja operasi.

Erfly meletakkan sendok dan garpu yang ada ditangannya keatas piring. "Erfly g'ak akan nanya itu Ko", Erfly menjawab pelan.

"Segitu g'ak perdulinya kamu sama ayah kamu sendiri dek. Biar bagaimanapun, dia tetap orang tua kamu", Alfa bicara kesal.

"Erfly g'ak akan nanya, karena Erfly yakin Koko akan melakukan yang terbaik untuk pengobatan ayah. Jadi... Apalagi yang harus Erfly takutkan...?", Erfly bicara pelan.

Alfa terdiam, dia tidak menemukan kata-kata lagi untuk membalas ucapan Erfly.

***

Gama duduk melamun dimejanya. Mayang menghampiri Gama, menyerahkan bekal makan siang yang telah dibawanya sedari tadi.

"Gama kenapa...?", Mayang menyentuh lembut tangan Gama.

"Oh... G'ak...", Gama tergagap karena merasa kaget.

"Gama tahu Erfly dimana...?", Mayang tiba-tiba bertanya.

"Emangnya kenapa tiba-tiba nyari Erfly. Yang jelas aja dulu, yang ada di depan mata. Ngapain nyari yang g'ak ada", Gama mulai kumat isengnya, dia mengedipkan matanya berkali-kali.

"Ihs... Apaan sih", Mayang mendengus kesal.

"Hahahaha...", Gama tertawa terbahak-bahak melihat wajah kesal Mayang. "Emangnya ada apa Mayang tiba-tiba nyari Erfly...?", Gama bertanya santai, kemudian mulai memakan bekal yang dibawa Mayang.

"Kan udah awal bulan, Mayang mau bahas laporan ketringan bulan kemarin. Tapi... Dianya g'ak bisa dihubungi", Mayang bicara pelan.

"Dikirim aja laporannya via wa, keuntungannya transfer lewat rekening, kan kamu pegang nomor rekeningnya Erfly", Gama menjelaskan santai.

"G'ak enak aja, kesannya kurang sopan. Lebih enak ketemu langsung, terus dia lihat sendiri laporannya. Jadinya sama-sama enak", Mayang mengutarakan maksudnya.

"Kalau g'ak enak kasih kucing", Gama nyeletuk asal.

Mayang malah mencubit tangan Gama karena merasa kesal.

"Aaauuu... Sakit tau", Gama mengaduh kesakitan, mengusap-usap tangannya yang sakit.

"Lagian kamu sih...!", Mayang menjawab manja.

"Untuk sementara, Erfly g'ak bisa diganggu. Dia lagi ada masalah keluarga. Dan... Jujur aja, Gama g'ak tahu persisnya apa dan gimana. Posisi jelasnya dia dimanapun Gama g'ak tahu. Apalagi kapan dia balik. Erfly g'ak mau ngasih tahu ini kesiapapun. Makanya Gama saranin kamu kirim aja laporannya via wa, keuntungannya transfer aja. Ntar juga Erfly lihat, dia akan langsung hubungi kamu", Gama menjelaskan panjang lebar.

Mayang tidak berani bertanya lagi. Dia memilih untuk diam menghabiskan bekal yang dia bawa dari rumah.

***

Alfa segera mengajak Erfly kembali kerumah sakit setelah menerima telfon dari ayahnya. Saat sampai di ruang rawat inap ayahnya, Erfly langsung menyerbu menghampiri tempat tidur ayahnya.

"Erfly... Kamu apa kabar nak...?", ayah Erfly bicara lemah. Suaranya masih sangat pelan, karena masih dalam pengaruh obat bius.

Erfly menciumi punggung tangan ayahnya, tanpa dia sadari air matanya keluar tanpa permisi. Ibu Erfly spontan memeluk Erfly dari belakang, menyandarkan dagunya dipundak kanan Erfly.

Entah kapan terakhir kali Erfly merasakan kehangatan ini dalam keluarganya. Selama ini dia selalu saja berkelana mencari kehangatan keluarga, dimulai dari keluarga Alfa, bahkan sampai Cakya dan Mayang.

Ayah Erfly menghapus air mata Erfly yang membasahi pipinya. "Kamu udah besar nak...", ayah Erfly kali ini yang menangis, dia bahkan lupa, kapan terakhir kali melihat putri yang sangat dia cintai ini. Hidupnya selama ini selalu disibukkan dengan tumpukan pekerjaan, katanya demi masadepan putri satu-satunya ini. Akan tetapi dia malah lupa membuat kenangan indah bersama putrinya.

"Maafkan ayah nak, selama ini ayah terlalu egois. Bahkan ayah lupa, kalau kamu bukan hanya butuh uang dan kemewahan, tapi juga kasih sayang", ayah Erfly mohon ampun kepada putrinya.

Sakit ini seolah menjadi tamparan hebat bagi ayah Erfly. Beberapa tahun yang lalu, saat dia meninggalkan Erfly bersama neneknya di Sukabumi, Erfly masih begitu kecil. Tapi... Saat ini dia sudah menjelma menjadi gadis yang cantik dan kuat.