webnovel

Guild Petualang

14 September 1274 AG - 10:00 Am

Kota Tigris — Guild Petualang

—————

Walau nampak paling besar di antara bangunan kanan dan kirinya, guild petulang itu memiliki bentuk yang sama persis seperti guild petualang di kota manapun. Interior bangunan itu juga memiliki dua lantai kayu dimana setiap lantainya memiliki fungsi berbeda.

Selalu ada kantor guildmaster di lantai atas, ada pula ruang untuk tamu khusus di lantai itu. Lantai atas pun selalu terlihat mewah dan dijaga kebersihannya. Tapi sama juga seperti guild petualang lainnya, lantai atas itu juga selalu sepi karena aktivitas khusus tidak selalu ada di setiap hari.

Kondisi itu berbanding terbalik dengan lantai yang ada di bawahnya.

Di lantai bawah itu selalu ada café dan bar berikut para petualang yang minum-minum, serta para pekerja yang tidak pernah menganggur memenuhi pesanan mereka. Para pekerja itu melayani pelanggan bar, jual beli hasil buruan, serta melayani quest-quest para petualang.

Di lantai itu juga terdapat papan quest seluas 6x4 meter di mana selalu ada banyak petualang berdesakan.

"Aku petualang nganggur! Siap ikut party!" teriak seorang pria besar, menepuk-tepuk kapaknya yang juga besar. "Ayo, party manapun oke selama pembagian upahnya adil."

"Ogah! Party-ku hanya menerima anggota gadis-gadis! Kamu ke laut saja!" teriak seorang pria bermata sipit meski bukan dia yang ditanya.

"Kita ini petualang, Sialan! Bukan germo! Jangan pilih-pilih!" hardik si kapak besar tersinggung.

Mereka adalah para petualang yang mencari penghasilan dari lembar-lembar quest. Beberapa petualang itu terlihat memilih quest, berbicara dengan anggota party-nya, maupun mencari anggota baru bagi party yang kurang anggota. Kesibukan itu selalu ada karena quest memiliki syarat-syarat yang tidak bisa asal diambil. Ada quest yang butuh syarat solo atau party, ada syarat spesialisasi dan pengalaman, ada pula syarat rank minimal.

Ada bermacam quest berbeda yang tersedia di papan itu. Mulai dari quest paling ringan seperti mencari herbal atau merawat anak kucing, hingga quest tersulit seperti menaklukan dungeon¹, membasmi kriminal, serta berburu omegra kelas tinggi. Ada pula bagian berbeda di papan mengikuti syarat rank. Papan itu terdiri dari kategori quest untuk petualang newbie (rank-G), trainee (rank-F), rookie (rank-E) regular (rank-D), skillful (rank-C) hingga elite (rank-B).

Menyenangkan, bukan?

Namun di balik dunia apapun yang penuh keceriaan, selalu ada sisi lain yang memberi bumbu kurang sedap.

"Sampai kapan aku berdesakan di depan papan?" bisik seorang petualang mengeluh.

"Sabar, kita kerja keras biar cepat naik rank-C," balas petualang sebelahnya saat melirik meja-meja bar yang sudah dipenuhi orang.

Papan itu memang dipenuhi lembar quest. Tapi hanya para rank-D ke bawah saja yang berdesakan di depannya. Sedangkan untuk meja bar, ada kelas sosial lain di sana.

Meja bar itu hanya ditempati petualang rank-C dan rank-B untuk minum-minum, maupun bercengkrama dengan sesama mereka. Para rank tinggi itu  tidak tertarik melihat kertas quest, ataupun sibuk mencari party seperti rank-rank bawah. Para senior itu cukup memperbudak para juniornya agar bolak-balik membacakan quest yang mereka mau.

Tapi bukan itu saja alasan kenapa tidak semua orang mau bertahan di rank rendahan.

"Hai kamu, belikan aku ale²." Seorang rank-C memeras rank-E yang kebetulan dia lirik.

Korban pemerasan itu nampak ketakutan dan sebisanya memberi alasan.

"Tapi saya belum dapatkan quest, Tuan ... sa—saya tidak punya uang."

"Kamu membantah?" ancam rank-C itu menghunuskan pedangnya.

Petualang rank-E itu gemetaran. Dengan wajah pucat dia mengambil kantong uang yang dia sembunyikan di balik celana dalam.

Dari kejadian itu, sudah tahu beratnya jadi rank rendahan, bukan?

Syukurlah seorang gadis resepsionis menyelamatkannya.

"Tuan, tolong hormati peraturan guild."

Rank-C itu mendengus buang muka. Dia melampiaskan kesal dengan melempar gelas ale yang sudah kosong. Tapi gelas kayu yang melayang itu tanpa sengaja mengenai kepala seseorang di meja lain.

"Apa-apaan ini!?" Korban lemparan yang ternyata sesama rank-C itu bicara keras dan menggebrak meja. "Kamu cari mati?"

"Kamu berani mengancamku?"

"Itu anggota party yang main serobot quest kita kemarin!"

"Iya betul! Aku masih ingat tompelnya!"

"Memangnya kenapa? Mau balas dendam?"

Bisa ditebak setelahnya, gelas ale itu mengawali pertengkaran antara dua party petualang.

"Hei, lihat-lihat kalau berantem!"

"Hei, pakai matamu!"

Beberapa senior lain berdiri dari kursinya karena tak sengaja terkena sikut. Mereka menyingsingkan lengan bajunya, lalu menghajar siapapun yang berani menyenggol. Bisa ditebak pula akhirnya. Seluruh penghuni meja itu pun terlibat tawuran tanpa peduli di pihak mana mereka adu pukul. Keadaan itu spontan membuat para rank di bawah mereka, berhamburan keluar seperti korban kebakaran.

Itulah pemandangan yang lazim terjadi karena profesi petualang tidak memiliki etika tertulis seperti prajurit militer. Karena sikap liar mereka, profesi itu jarang dipilih orang bahkan dicap sebagai profesi kampungan.

Namun syukurlah, karena adanya seseorang yang menakutkan, guild petualang Tigris tidak separah di kota-kota lain.

"Tu—tuan-tuan, tolong berhenti," tegur gadis resepsionis mulai panik saat melihat meja, kursi dan gelas kayu berterbangan.

Para rank-C itu tidak mau dengar. Gadis resepsionis pun tidak sanggup lagi melerai. Dia langsung mengetuk pintu di belakangnya untuk meminta bantuan seseorang.

"Tu—tuan Simian, tolong bangun!"

"Iya, sebentar ... Zzzzz..." jawab sosok di balik pintu itu sebelum kembali mendengkur.

"Tuan, tolong keluar!"

"Iya iya iya! Ada apa lagi, sih? Ganggu orang tidur saja!"

Pintu kamar terbuka. Suasana sejenak mencekam. Begitu sosok itu keluar, para pelaku tawuran spontan diam dan pura-pura saling berpelukan.

Secepatnya mereka merapikan meja dan kursi bar seperti semula.

Ale: Nenek moyangnya bir. Sama-sama berasal dari fermentasi barley. Jangan minum kalau belum 18 tahun

Ruddkillzcreators' thoughts
Siguiente capítulo