webnovel

Billionaire Baby

Billionaire Baby Konten dewasa 21+ Ini kali kedua, Fira tidak akan menyangka hidupnya harus memilih dua orang bukan siapa-siapa. Cintanya telah terbagi, bahkan dia harus merelakan separuh harga dirinya untuk pria bukan status cintanya. Demi pria dia cintai, Fira harus berkorban untuk harga dirinya menjadi seorang pemuasan cinta pada pria tidak dia kenal. Bahkan dia harus merahasiakan siapa anak yang dia lahirkan. Demi martabat dirinya merelakan semua cemooh dari keluarga terdekat hingga orang dia cintai juga membencinya. Bagaimana cara Fira memilih mengorbankan dirinya difitnah atau mengorbankan anaknya ditangan pria yang tidak dia kenal? Publish tgl. 19 April 2021

Lsaywong · Historia
Sin suficientes valoraciones
26 Chs

Bagian 18.

"Ini Nyonya, tehnya sudah saya buat, sudah larut malam. Kenapa Nyonya belum untuk tidur? Nyonya harus jaga kesehatan, dokter sudah pernah mengatakan bahwa Nyonya harus...."

"Saya tau itu, Elisa. Saya tak perlu mengingatkanku. Duduklah, temani saya di malam alam sejuk ini," ucap Marika meminta pada Elisa, pelayan yang bekerja di rumahnya.

Dengan patuh, Elisa mendaratkan pantatnya di samping tempat duduk yang kosong. Di sana dia juga bisa melihat alam yang sejuk dan indah. Pemandangan yang sudah beberapa kali dia lihat itu.

"Kamu tau, Elisa. Saya bertemu dengannya, ini pertama kali saya bertemu dengannya dalam keadaan menginginkan sesuatu, saya sudah tidak sabar ingin menggendong anak itu," ucap Marika lagi sembari menatap dua tangannya yang mulai menua akan usianya.

Elisa mengerti, Elisa juga tau, karena supir pribadi majikannya memberitahu kepadanya. Bahkan dengan segenap tenaga majikannya ingin segera membawa seorang cucu pulang dan menemani dia di sini. Jika saja putra majikannya tidak bertindak sesuka diri, mungkin kejadian ini tidak akan menimpa majikannya sekarang.

"Sepertinya Nyonya sangat menyayangi wanita itu? Bukankah wanita itu Nyonya tidak kenal? Bagaimana jika wanita menolak untuk memberikan anaknya kepada Nyonya?" kata Elisa pada Marika.

Marika senyum tipis, dia menghela napas pendek. "Tolak atau tidak, kita tidak akan tau. Dia tetap harus menerima konsekuensi atas keputusan terjadi padanya. Usia saya tidak akan bertahan lagi, apalagi perusahaan yang sekarang ini masih dialihkan oleh putra sangat labil," katanya.

Elisa sangat mengerti. "Saya mengerti, Nyonya juga peduli pada Tuan Alex. Tetapi apa tidak sebaiknya dipercepat untuk memberi tahu kepada wanita itu?"

"Tidak, Elisa. Sekarang wanita itu masih hamil muda. Kita belum tau jenis kelamin di dalam kandungan perempuan atau laki-laki, saya berharap kandungannya seorang laki-laki. Apalagi cara ngidamnya sangat mirip sekali dengan sifat-sifat kesukaan Alex," ucap Marika setelah dia memperhatikan Fira di depan toko tersebut.

"Benarkah?" Elisa bahkan tidak tau. Marika mengangguk. Dia tersenyum sangat panjang. "Saya yakin di kandungan wanita itu benar-benar anaknya Alex," ujarnya kemudian.

****

Alex masih terjaga dalam dunianya, dia tidak bisa tidur hingga saat ini. Isi pikirannya masih terarah pada seseorang. Entah kenapa sampai sekarang dia tidak bisa menghilangkan bayang-bayang pada wanita yang sudah buat dirinya menangis.

Hal paling ditakuti oleh Alex adalah membuat seorang menangis. Seakan dia teriris sesuatu yang tidak bisa diobati. Kelemahan itulah membuat hatinya sulit bersikukuh lutut pada seseorang.

"Tuan," Alberto memanggil Alex.

Sudah beberapa kali Alberto memanggil Alex tak kunjung menyahut. Alex sampai menghembuskan beberapa kali napas dia keluarkan. "Tuan," panggil lagi oleh Alberto.

Alex pun mencoba menggeleng semua isi pikiran tentang wanita tadi siang. Kemudian dia mencoba untuk beranjak dari duduknya. Tiba-tiba dia dikagetkan oleh seseorang membuat Alberto ikut terkejut.

"Sedang apa kau di sini?" Alex bertanya pada Alberto.

Alberto tentu berdiri sambil membawa sesuatu untuk Alex. "Menemani Tuan Muda," jawabnya cepat.

"Temani aku? Mulai sejak kapan kau di sini?" tanyanya lagi.

"Sejak Tuan melamun," jawab Alberto cepat.

Seakan Alberto sudah tau isi pertanyaan dari Alex. Jadi apa pun yang Tuan mudanya mengeluarkan kalimat untuknya, Alberto siap menjawab dengan sederhana. Alex malah mengernyit pada jawaban dari pria tua ini.

Alex menghela napas panjang, dia pun beranjak dari duduknya, dan keluar dari tempat persembunyian. Alberto tentu mengikutinya dari belakang. Alex turun dari genteng apartemennya. Lalu dia masuk kembali ke tempat penginapan.

"Buatkan aku kopi dan juga kue bulo," ucap Alex memerintahkan Alberto padanya.

Hari ini Alex tidak tidur di rumah orang tuanya, dia akan tidur di apartemen sampai semua pekerjaannya selesai terkendali.

"Maaf, Tuan. Kue yang Tuan beli, sudah habis," jawab Alberto beritahu pada Alex.

Alex menoleh dan mematung, dia tidak ingat kapan kue itu sudah habis. "Jadi di kulkas tidak ada satu kue pun?" tanya Alex, Alberto menggeleng, pelan.

Lagi-lagi Alex mendengus kesal, dia pun menelepon seseorang. Di seberang nada sambung pun terdengar sangat jelas. Elisa yang sedang menemani majikan di belakang halaman rumah. Tiba-tiba hape milik majikannya berdering dengan cepat Elisa mengangkat.

"Ya, Tuan Alex, ada yang bisa saya bantu?" jawab Elisa pada Alex.

Alex di sana dengan suara ke bete-an pun memilih masuk ke kamarnya. "Di mana Ibu sihir itu?" tanya Alex masih tetap sama dengan julukan panggilan Marika.

Meskipun Alex suka memanggil Marika sebutan Ibu sihir, dalam dirinya mempunyai hati kelembutan. Apalagi Alex juga seorang manusia perlu di perhatian, dan kasih sayang seorang ibu, seperti Marika. Walaupun diantara mereka berdua suka berdebat atas ke selisih pahaman.

"Ada Tuan sebentar," Elisa menyerahkan hape kepada Marika.

Dengan cepat Marika menerima hape itu. "Ada apa mencari saya, Anak Durhaka?" balas Marika jauh lebih kejam panggilan untuk Alex.

[ "Jika aku anak durhaka, kenapa Anda masih mau menerima di keluarga Sanjaya?" ] tanya Alex pada Marika.

Marika tidak merasa tersinggung atas pertanyaan dari putranya. Malahan dia sudah biasa atas segala kata-kata menusuk itu.

"Jika saya mencoret nama daftar keluarga, bukan lagi namamu tercantum Alexis Viando Sanjaya, seharusnya kau bersyukur masih ada wanita menerima dirimu karena kau warisan yang akan meneruskan perusahaan almarhum ayahmu," jawab Marika tenang. Padahal Elisa di sampingnya sudah merasa was-was pada majikannya.

Alex terdiam sejenak setelah mendapat jawaban dari Marika. Lalu di seberang Marika kembali bertanya pada putranya.

[ "Ada gerangan apa kau menelepon malam begini?" ] tanya Marika pada Alex.

[ "Jangan kau sudah mengingat semua apa yang saya katakan padamu di rumah sakit kemarin?" ] tanya lagi Marika pada Alex.

Alex masih diam belum beri jawaban kepada Marika. "Ingat apa? Sudah aku jelaskan, aku tidak ingat sama sekali," jawab Alex pendek dan semakin kesal atas sikap bicara ibunya ini.

[ "Lalu?" ]

"Aku telepon cuma mau tanya, apa di rumah masih ada kue bulo yang Pak Herman beli?" tanya Alex pada Marika.

Marika mendengar itu sontak menahan tawanya. Inilah sifat paling di senangi oleh Marika. Rasa peduli dan kekanakan dari Alex tidak berubah.

"Kue yang mana? Kau tau, saya banyak pelupa. Apalagi makanan yang selalu di beli oleh Herman kadang bisa lupa," jawab Marika berbohong.

Marika bisa mendengar suara desahan berat. "Kenapa? Kau lapar? Lalu kenapa tidak pulang ke sini?" tanya Marika kembali.

[ "Sampai sekarang aku belum bisa kembali, Ma. Masih banyak lagi pekerjaan belum aku selesaikan, kue bulo pandan, Ma?!" ] jawab Alex sedikit menekankan..

"Maaf, Alex sayang. Kue itu sudah Mama kasih ke wanita yang lagi ngidam," ucap Marika jujur.

Alex mengernyit, "Apa? Kok bisa?"

[ "Dia ngidam, mana mungkin Mama melarang, ayo segera menikah, Nak. Mama sudah tidak sabar menggendong cucu," ] ucap Marika kemudian mengalihkan pembahasan lain.