Avery perlahan melangkah masuk ke dalam kamar Weasley. Ia melihat kakeknya sedang berbaring di atas ranjangnya dan memejamkan matanya. Fokusnya seketika teralihkan dengan sebuah botol kecil yang tergeletak di atas meja di samping ranjang.
Botol keunguan dengan penutup kayu kecil itu tampak menarik perhatian Avery. Selain memiliki bentuk yang indah, botol itu juga memiliki sisa aroma dan warna samar yang tertinggal pada jubah dan tangan Maltus.
Avery segera mengambil botol yang berada di atas meja itu dan mencium baunya. Tak ada aroma aneh yang keluar dari dalamnya. Hanya aroma segar semacam buah-buahan. Tapi, ia jelas dapat melihat warna samar kecil dari bibir kakeknya yang sama dengan cairan di botol tersebut.
"Kakek, apa kau tertidur?" ucapnya kemudian sambil lebih mendekat ke arah kakeknya. Ia duduk di tepi ranjang Weasley.
Tak ada jawaban. Hanya kerutan kecil yang menghiasi dahi kakeknya saat ia masih saja terpejam. Entah apa, tapi insting Avery mengatakan itu bukanlah sesuatu hal yang baik. Avery merasa curiga dan instingnya semakin mendesak keingintahuannya untuk mencari tahu lagi.
"Kakek?" panggilnya lagi dengan perlahan.
Avery menyentuh dahi kakeknya yang masih terpejam. Terasa sangat dingin dan tak biasa. Avery juga menangkap pergerakan kecil dari kakeknya yang menurutnya terlihat tak wajar itu. Sesekali Weasley sedikit menggeleng dan mengerutkan alisnya seolah ia sedang berada dalam mimpi buruk yang mengusiknya.
"Kakek, apa kau kesakitan? Bagaimana keadaanmu bisa tampak seperti ini? Kau masih dapat berjalan dan meneriakiku kemarin," gumam Avery. Ia mengamati kakeknya dengan cermat.
Beberapa saat setelahnya, Avery sedikit dikejutkan oleh suara orang yang berbincang dan mendekat. Ia sontak kembali berdiri seiring dengan kedatangan Neneknya dan Maltus. Ia berbalik dengan raut yang masih tenang. Sebisa mungkin Avery hendak menutupi kecurigaannya dengan bersikap biasa.
"Hai, Sayang, kau di sini? Bukankah kau hendak makan siang?" sapa neneknya.
Avery tersenyum kecil. "Ya, aku hanya sekadar ingin menemui kakek dan menyombong tentang latihanku," ucapnya.
Elena tersenyum kecil dan mendekat ke arah Avery dan Weasley. "Oh, Sayang, kakekmu sedang tidak dalam kondisi yang baik," ucapnya prihatin. Elena menatap Weasley dengan raut sedih. "Lihatlah, ia mungkin akan butuh istirahat seharian ini."
"Apakah kakek sakit?" tanya Avery kemudian. "Kupikir, kemarin ia masih baik-baik saja. Ia bahkan dapat meneriakiku begitu keras," lanjutnya.
Elena mengangguk. "Ya, Sayang, memang ada kalanya kondisinya sering memburuk. Semenjak kepergian Serenty, kakekmu semakin lama semakin melemah karena kesedihannya. Emosi dan fisiknya menjadi tidak stabil. Kondisinya kadang sesekali memburuk satu atau dua kali setiap tahun. Dan, ia akan lebih membaik setelah beristirahat beberapa hari," jelas Elena dengan raut yang kembali bersedih.
Deheman kecil terdengar dari Maltus sebelum ia berkata, "Tapi jangan khawatir, Weasley pasti akan baik-baik saja dan akan pulih lagi. Untuk itu, aku sering datang untuk mendukungnya." Maltus kemudian turut membuka suara.
Elena mengangguk sayu. "Benar, Sayang, Maltus sering memberi kakekmu ramuan sihir penguat untuk menenangkannya," timpal Elena.
"Maksud Nenek ini?" tanya Avery sambil memperlihatkan botol kecil yang diraihnya dari atas meja di samping ranjang.
"Benar," jawab Elena. "Itu adalah ramuan yang sering Maltus bawa untuk Weasley."
"Ramuan apa ini?" ucap Avery lagi karena keingintahuannya. "Apakah ini obat?" lanjutnya. Avery menatap Maltus seolah meminta penjelasan.
Maltus sedikit membeku ketika Avery menanyakan botol pemberiannya itu. Walau samar, ia sedikit mengerutkan alisnya. Tapi setelahnya, ia tersenyum seperti biasa. "Bukan obat, hanya semacam ramuan yang dapat menenangkan Weasley. Itu terbuat dari tanaman sihir dengan berbagai campuran buah untuk perasanya. Hanya itu saja," jelas Maltus.
"Apakah semacam minuman vitamin untuk kesehatan yang dapat menjaga daya tahan tubuh atau semacamnya?" tanya Avery lagi.
"Vitamin?" Raut Maltus yang keheranan menegaskan bahwa ia tak mengerti istilah manusia yang ditanyakan Avery. "Ya, mungkin semacam itu. Apa itu istilah di dunia manusia? Yang pasti, ramuan itu akan membuat Weasley tenang dan menghilangkan kecemasannya. Ciumlah aromanya, itu dari campuran buah persik es yang harum."
"Vitamin adalah suatu nutrisi atau sesuatu yang bagus untuk menunjang kesehatan tubuh seseorang. Jika itu memang bagus untuk kakek, lalu bagaimana kondisinya sekarang? Apakah ada perubahan ketika ia mengonsumsi ramuan itu ketika kondisi kakek sedang turun seperti ini?" Avery kali ini bertanya dengan raut yang lebih serius.
"Hm, ya ... kakekmu akan jauh lebih tenang setiap kali aku memberikan ramuan itu. Ia akan lebih dapat beristirahat dan mengontrol emosinya," jelas Maltus.
"Tapi yang kulihat tidak begitu. Saat kedatanganku kemarin ia bahkan menyerangku. Bagaimanakah kondisinya ketika itu?" balas Avery.
"Benar, memang sungguh disayangkan. Mungkin karena pada waktu itu kakekmu terlambat menerima ramuan, jadi ia meledak-ledak." Maltus menatap Avery dengan raut prihatin. "Biasanya sebelum kondisinya menurun, Weasley akan mengalami ledakan emosi yang kadang tidak terkontrol."
Avery mengembuskan napasnya sejenak. "Benarkah? Yah, jika mungkin memang seperti itu, aku harap kakek akan segera kembali pulih," lanjutnya sambil menatap Weasley dengan raut yang tak terbaca.
Maltus sedikit menatap Avery dan Weasley seolah ingin mengartikan arti raut wajah Avery. "Baiklah, karena pembicaraan kita hari ini telah selesai, aku akan kembali Elena. Mungkin aku akan memberimu kabar lagi setelah perbincangan dengan para anggota dewan penyihir mencapai keputusannya," ucap Maltus merujuk pada Elena.
"Ya, silakan," jawab Elena sambil mengangguk lemah. Maltus hanyabmemgangguk singkat membalas Elena sebelum akhirnya ia melangkah keluar dan meninggalkan kamar itu dengan langkah kaki yang lebar-lebar.
Sekepergian Maltus, Avery menatap serius pada neneknya. "Nenek, bisakah aku mempelajari mantra dan pembuatan ramuan sihir hari ini?" tanyanya.
"Bukankah kau hari ini baru saja selesai berlatih, Sayang? Apakah ada ramuan yang hendak kau buat?" tanya Elena sedikit heran.
Avery mengangguk mantap. "Ada Nek, aku ingin membuat dan menguraikan ini." Avery menunjukkan botol Maltus tadi. "Adakah yang dapat membantuku mempelajarinya?" tanyanya.
Elena menatap cucunya dengan heran. "Ada, tentu saja ada. Kami memiliki Alchemist (ahli kimia sihir). Ramus akan membawamu menemuinya jika kau memang menginginkannya. Tapi, mengapa tiba-tiba kau ingin mempelajarinya, Sayang? Nenek tahu kau ingin menunjukkan dan membuktikan pada kakekmu, tetapi jangan terlalu memaksakan diri dan terburu-buru. Aku hanya tak ingin keu terlalu banyak menghabiskan energimu hingga nanti berdampak buruk bagimu, Sayang," ucap Elena.
"Aku tahu maksud nenek, tapi ... Nek, aku sedang mencurigai sesuatu," ucap Avery. Ia lalu mendekati kakeknya dan mengarahkan telapak tangannya yang mengeluarkan sinar ke arah perut Weasley. Ia memutar-mutar perlahan hingga sinar itu menjalari perut Weasley dan naik sampai ke arah tenggorokannya.
Dalam beberapa detik berikutnya, Weasley seperti tersentak dari tidurnya dan beranjak dengan memiringkan tubuhnya. Selanjutnya, ia seketika muntah ke atas lantai kamarnya disertai oleh keringat yang mengalir deras di dahinya.
"OH!!" Elena seketika terpekik menatap pemandangan yang ada di hadapannya.
____****____