Jika membunuh itu halal, maka orang pertama yang hendak Sandra lenyapkan adalah pria di hadapannya. Dengan seringai tak bersalahnya, dia menatap Sandra dengan tersenyum lebar. Tangannya bahkan mengelus lembut rambut yang sudah berantakan. Sesekali jemari itu memainkan ujung rambut, membuat bentuknya ikal.
"Mau mandi bersama?" ucap Bara santai. Tangannya masih asyik memainkan rambut menggoda. Lagi pula tidak ada bantahan dari si empunya.
Sandra membuang wajahnya ke samping. Malas sekali jika harus melihat seringai licik yang diberikan Bara kali ini.
"Ayolah Sayang, kau tadi juga menikmatinya. Bukan hanya aku yang rindu kelincahan kita di atas ranjang. Kau pun sama denganku."
Sandra melotot ke arah Bara. Kesal sekali dengan apa yang baru saja keluar dari mulut rombengnya. "Berhenti membual Bara. Kau baru saja melecehkanku. Aku bisa saja ke rumah sakit sekarang melakukan visum. Lantas tunggu surat penangkapan, dan kau akan mendekam di jeruji besi."
Bara tertawa lebar. Ada saja hal yang menggelitik perutnya dari seorang Sandra. Sejak dulu, perempuan itu bagai mood booster baginya. Dengan melakukan sex, berbincang, memakan masakannya, atau hanya iseng memainkan rambutnya saja membuatnya senang bukan kepalang.
"Kau masih seperti yang dulu. Masih mencintaiku," gumam Bara dengan menempelkan bibirnya tepat di telinga Sandra.
"Idih percaya diri sekali Anda!" sahut Sandra tidak terima.
Bara menarik tangan Sandra. Dengan seketika tubuhnya rebah di dada bidang miliknya. Mereka sama-sama masih polos. Maka tak teran, adik kecil yang tadi telah tertidur terpuaskan kembali bangun.
"Ah kau menggodaku San. Sekali lagi ya."
Sandra menempelkan tangannya tepat di dada Bara. Seperti gerakan shit up, dia mendorong tubuhnya untuk terbangun dari Bara.
"Kau sudah gila. Sebentar lagi Sky pulang, belum ada makanan," sungut Sandra kesal.
"Ada pesan antar, atau kita bisa makan di luar. Lagi pula, Sky pergi dengan temannya. Bisa jadi mereka makan bersama."
Ucapan Bara terdengar logis. Memang tiga hal itu bisa saja terjadi. Hanya saja, dirinya yang memang tidak mau lagi melayani Bara. Sudah cukup satu kali tadi, dia terjerembab dalam rencana Bara.
"Ada seratus alasan untuk menolakmu Tuan Bara," balas Sandra sambil terus bangkit.
Bara tak mencegah kepergian Sandra dari atasnya. Hal yang justru dia lakukan malah mengikuti perempuan itu masuk ke kamar mandi.
"Heh mau apa kau!" teriak Sandra cemas. Dia buru-buru mengambil handuk yang sudah dia sampirkan di belakang pintu. Tidak tahu jika Bara malah mengikutinya masuk.
"Apa lagi? Tentu saja mandi dengamu. Bukankah kita baru saja olahraga bersama? Jadi tak ada salahnya jika—"
"Stop ... stop! Kau begitu mesum Bara!" cegah Sandra menolak terak-terangan.
"Iya tapi bukankah kau bilang, Sky akan pulang. Jadi dari pada anak itu mendapati ayahnya yang tampan ini masih telanjang, lebih baik kita sudah rapi menyambutnya."
Sandra mendesah kesal. Ada saja alasan untuk Bara mengembalikan kata-katanya. Dia kesal dengan hari ini. Menjadi salah satu terburuk yang pernah ia alami.
"Sudahlah San, aku tidak akan menggoyangmu. Lain halnya jika kau ingin."
Dengan tak acuh Bara melenggang semakin ke dalam. Setelah sebelumnya mengunci pintu kamar mandi. Membiarkan Sandra terbengong akan tingkahnya.
Bak tanpa dosa, Bara melepas handuk yang dia sematkan di pinggangnya. Menyalakan shower. Seketika air mengguyur kepalanya yang telah selesai berkeringat. Membasahi pori-pori kulit kepala. Turun ke leher, dada, perut, hingga sampai ke kakinya.
Seperti sedang menjadi model sabun mandi, Bara bertingkah bak artis kenamaan tersebut. Tapi bukan produk yang menjadi iklannya, melainkan dirinya sendiri.
Dengan perlahan dia menyeka kulit tubuhnya yang sudah putih bersih. Menggosok secara perlahan hingga terkesan erotis.
"Mau bergabung Nyonya Hernandez?"
Sandra tersentak dari lamunannya. Dia tidak menyangka malah terbengong memandang aksi Bara yang sebenarnya mengoda. Namun enggan ia akui. Memasang wajah datar, dia tidak acuhkan Bara, dan lebih memilih berendam di bak mandi.
"Wow pilihan yang bagus, nanti Tuanmu menyusul ya Nyonya," kelakar Bara yang hanya ditanggapi sinisan mata enggan Sandra.
Takut perkataannya menuai kenyataan, Sandra buru-buru menggosok badannya kilat. Dia tidak mau lagi satu bak dengan pria mesum seperti Bara. Jika dipikirkan tindakan Bara sudah keterlaluan baginya. Anehnya, entah kenapa dia tidak punya tenaga untuk sekedar mendorong laki-laki itu menjauh. Seperti seluruh tenaganya telah terserap habis oleh Bara.
"Kok bengong Nyonya? Apa ada yang mengganggumu?"
Sandra refeks menyentakkan air ke wajah tepat di sampingnya. Dia tak sengaja terbengong malah dikejutkan dengan kehadiran Bara yang tiba-tiba di sebelahnya.
"Ugh Nyonya kalau mau ajak bersama terus terang saja. Kenapa pula harus mencipratkan air begini." Bara mengeluh, yang padahal sedang menggoda Sandra.
"Kau mengejutkanku Tuan Bara, astaga. Untung saja jantungku aman. Kalau tidak kau akan keluar ribuan dollar Amerika untuk mengoperasikan aku."
Bara buru-buru menutup mulut istrinya. Dia tidak suka Sandra mulai meracau hal-hal aneh.
"Stop! Jangan pernah berkata seperti tadi. Aku tidak suka," protes Bara yang tidak mau dibantah lagi.
Tapi bukan Sandra namanya jika langsung menurut begitu saja. Dia bahkan langsung mendorong tangan Bara menjauh.
"Papaku meninggal karena serangan jantung. Bukankah itu bisa jadi berulang pada keturunannya?" ucap Sandra santai.
Wajah masam langsung ditunjukkan Bara. Dia sangat tahu penyebab bapak mertuanya itu. Bahkan dirinya juga menyaksikan detik-detik lelaki paruh baya itu mengembuskan napas terakhir. Masih terngiang dalam benaknya, bagaimana rupa dari seorang Lukito menghabiskan sisa usianya di dunia. Hal yang paling dia benci, tapi juga paling dia sukai.
"Sudahlah tidak perlu dibahas. Cepat selesaikan mandimu."
Bara berkata dengan dingin. Tampak sekali tidak berminat dengan tubuh polos Sandra yang terlihat di antara air. Buah dadanya bahkan menyembul menggoda. Anehnya dia berlalu begitu saja. Tidak sesuai dengan rencana yang pria itu inginkan tadi sebelum masuk ke dalam.
Perubahan suasana hati Bara tentu menuai tanda tanya dalam diri Sandra. Feeling-nya berkata suaminya sedang tidak baik-baik saja. Mencoba berpikir positif, barang kali Bara terlalu takut kehilangan dirinya.
Mengusir rasa tak nyaman yang sempat hadir. Sandra buru-buru menepisnya. Dia menyelesaikan ritual membersihkan diri yang sempat tertunda. Bergegas keluar untuk menemui Bara dan menyambut kepulangan Sky.
Sandra memutuskan memakai home dress masa kini selutut. Bisa dibuat santai di rumah, tidak terlalu malu juga jika dibawa keluar. Berjaga-jaga saja kalau Bara ingin membawa mereka makan di luar.
Menyadari pikiran aneh barusan, Sandra buru-buru menggeleng. Dia bahkan sampai mengetuk kepalanya tiga kali, saking terkejutnya dengan pikirannya.
"Ah apa yang kau harapkan San? Lelaki tidak pantas dipercaya," gumamnya lirih.
Detik berikutnya dia sudah bergabung dengan Bara di ruang tengah. Masih dengan suasana aneh yang tercipta di antara mereka. Bara tidak berminta untuk menoleh ke arah istrinya. Padahal biasanya selalu ada alasan untuknya menggoda Sandra.
Laki-laki itu meneguk air mineral dalam botol dan berhasil menelan setengah darinya.
"Kau haus Tuan Bara?" tanya Sandra heran.
"Kita harus kembali malam ini. Siapkan barang-barangmu dan Sky. Aku ada perlu sebentar di luar." Bara berdiri setelah mengatakan hal tadi. Tepat dua langkah ke depan, dia lantas menoleh. "Jangan ada penolakan. Aku tidak mau ribut denganmu."
***