webnovel

2. Nayanika Mayasha Niskala

🍁🍁🍁

Si sulung yang tatapan matanya saja mampu membuat orang-orang terdiam membisu, gadis itu sering dikira judes karena tatapan tajamnya. Padahal Yasha adalah biang gosip di kelasnya, ia juga jadi incaran anak-anak fakultas sebelah yang doyan jajan di kantin fakultasnya. Anak pertama Daddy sekaligus berperan sebagai ibu bagi kedelapan adiknya, Yasha suka ketika dirinya direpotkan oleh adik-adiknya, gadis itu membagi kasih sayang yang diberi Daddy dan Maminya untuk adik-adiknya, tanpa membedakan ataupun mengurangi, malah semakin bertambah banyak.

Yasha sewaktu kecil sangat menyukai Doraemon dan terbawa sampai ia dewasa, kamarnya yang dominan warna biru dan beberapa barang bergambar robot kucing itu sering kali mendapat protes dari adik-adiknya terutama Falen, namun ia tak peduli. Toh, kesukaan orang berbeda-beda dan selamanya ia akan menyukai robot kucing berwarna biru itu, Assel yang satu kamar dengannya juga tak protes sedikitpun. Ia dan Harsa sering kali berdebat didepan rumah untuk hal-hal yang tidak penting, bahkan pernah sekali mereka berdebat sampai sore hanya karena Harsa mengejek piyama Doraemon miliknya.

Yasha kecil yang dengan senang hati menerima kedatangan empat adik barunya, Yasha tak pernah membenci Bunda Saras --Gama yang membiasakannya dulu-- dan keempat adiknya, justru ia merasa senang punya banyak saudara yang bisa ia sayangi. Yasha kini menjadi gadis yang tangguh dan selalu ada ketika adik-adiknya membutuhkannya. Yasha tak ingin mereka merasa dibedakan apalagi kurang kasih sayang. Sepeninggal Saras dan Ananta, maminya, gadis itu makin mandiri dan menyayangi kedelapannya.

Gadis yang hobi mencoba hal baru itu adalah koki andalan di rumahnya bersama Gifya dan Assel yang bertugas sebagai pembersih rumah, pokoknya urusan rumah mereka bertiga begitu kompak! Walaupun sering kali Yasha dan Assel memperebutkan hal-hal yang sepele tapi itu lah cara Yasha agar bisa dekat dengan Assel yang sifatnya hampir sama dengannya itu. Jika dipikir ulang keduanya sama-sama anak pertama, tentu ada saja kesamaannya.

_________

Gadis berambut kepang di kedua sisinya itu membawa beberapa buku di pelukannya, kelas sore sudah selesai dan kini waktunya pulang, ramainya parkiran membuat kepalanya sedikit pening, ia tersenyum ramah pada teman-teman yang dikenalnya dari fakultas lain.

Matanya melirik kesana kemari sembari berjalan, mencari sang sahabat yang berbeda gedung dengannya, ia menunggu di sebuah pohon rindang yang tak jauh dari parkiran dimana itu adalah tempat yang adem karena terdapat pohon disekelilingnya.

"Godain cewek mana lagi sih dia?" Monolognya

Yasha memilih berselancar di internet sembari menunggu, ia tersenyum geli ketika melihat ada yang menarik perhatiannya bahkan sampai tertawa ketika muncul sesuatu yang menggelitik perutnya.

"Gue pikir hidupnya datar ehh ternyata bisa ketawa juga dia,"

"Anjirr elu jangan gitu, entar dia ngeuh lagi kita omongin,"

Yasha yang melirik dua gadis itu lewat ekor matanya hanya menggelengkan kepalanya, selalu saja ia menjadi bahan ghibah mereka karena wajahnya yang kata orang kelewat judes itu. Sebenernya ia tak peduli tapi tetap saja mau se-friendly apapun dia sepertinya image judes akan selalu ada.

"Pacar baru ya itu.. bjirrr kok cakep? Nemu dimana??"

Yasha mengerjapkan matanya dengan polos begitu pemuda berambut blonde itu berjongkok disampingnya. "Ha?"

Pemuda itu bernama Reharsa Bintang, sahabatnya dari semasa di kandungan, mereka hanya berbeda beberapa bulan saja. Selain jadi couple goals semasa sekolah --walaupun sebenarnya mereka tak pernah jadian-- mereka juga seperti anak kembar yang kemana-mana selalu bersama. Harsa menggelengkan kepalanya, ia menoyor kepala Yasha sebelum melompat, berdiri disamping Yasa yang lebih pendek darinya."Yook pulang, kelas lu lama juga yakk,"

"Siapa suruh nungguin gue, kan gue bilang balik duluan nyet," kesal Yasha balas menoyor kepala laki-laki itu

"Kan motor gue di bengkel nyet, daripada ngeluarin duit buat ojol mending nebeng elu, ye nggak?" Harsa terkekeh melihat wajah datar gadis itu "Gue beliin martabak ayo deh,"

"Adik gue nitip roti sih,"

Harsa mengangguk saja, ia menggandeng tangan Yasha layaknya sepasang kekasih membuat orang-orang yang melihatnya lantas berbisik heboh, tapi keduanya memilih acuh dan tetap bergandengan tangan hingga ke parkiran dimana Yasha membawa Brio merah miliknya, gadis itu melemparkan kunci pada Harsa.

"Elu yang nyetir ye."

"Siap tuan puteri," memberi gestur layaknya seorang pangeran kerajaan mempersilahkan tuan putri menaiki kereta kencana, Harsa membukakan pintu mobil pada gadis itu "Silahkan puteri.."

"Terimakasih babu,"

"Anj--" Harsa tersenyum masam, memilih bergegas masuk ke mobil

Mobil berwarna merah itu berhenti di sebuah toko roti langganan Yasha, Harsa mengikuti langkah gadis yang lebih pendek darinya itu, memperhatikan kondisi toko yang ramai bahkan ada tukang ojol ikut mengantri.

"Mbak, biasa yaa sembilan kotak donat sama croissant nya tujuh," ucap Yasha tersenyum

"Banyak amat, buat Adik semua tuh?"

Yasha menoleh pada Harsa, "Lo nggak lupa kan adek gue banyak? Sekalian mau gue simpen juga, kali aja bisa buat pengalihan si Adik kalo gue nugas di rumah,"

Harsa manggut-manggut setuju, si bungsu berpipi gembul itu memang paling dekat dengan Yasha, bahkan mereka pernah jalan bertiga karena anak itu tidak mau berpisah dari sang Kakak, sangat menggemaskan sampai-sampai ia ingin punya adik juga. Tapi apalah daya, sang Mama menggeplak kepalanya.

"Abis ini mau ke tempat biasa?" Harsa tersenyum ketika Yasha menganggukkan kepalanya, laki-laki itu membukakan pintu ketika si gadis ingin masuk ke dalam mobil, perlakuan yang sudah biasa bagi Yasha

Disinilah Harsa memberhentikan mobil Brio milik gadis itu, sebuah pemakaman umum tempat dimana sahabat mereka beristirahat dengan damai. Ia hanya berdiri menatap punggung Yasha yang bergetar. Sedari tadi juga ia mati-matian menahan air matanya untuk tidak ditunjukkan pada gadis itu. Setidaknya ia harus terlihat kuat demi menenangkan Yasha walaupun kepergian Rafal sama-sama membuatnya hancur.

"Kapan-kapan mampir ke mimpiku ya fal, aku kangen kamu. Aku kangen kita bertiga naik gunung atau ke pantai bareng-bareng, nggak bisa diulang lagi ya masa itu? Maaf fal, kalo selama ini aku selalu nyusahin kamu,"

Harsa menggelengkan kepalanya tak setuju, pemuda itu ikut berjongkok untuk mengelus batu nisan bertuliskan nama sang sahabat, Rafaldan Adithia Mallory. "Fal, Ayash bandel tau, marahin dia gih. Masa kemaren nonjok orang cuma gara-gara kakinya kelindes mobil,"

Yasha meninju lengan pemuda itu dengan tenaga yang ia punya kemudian menangis kembali. "Fal, kamu udah bahagia ya disana? Jaga bunda ku ya fal, aku akan baik-baik aja disini."

"Elo tenang aja fal, sekarang giliran gue buat jagain cewek lo sampai ketemu Rafal kedua, gue janji fal."

Keduanya segera berpamitan ketika mendung mulai muncul, Yasha menghapus sisa air matanya yang menetes, gadis itu tersenyum ketika Harsa membukakan air mineral untuknya.

Jalanan sore hari yang sejuk jadi pengantar keduanya menyusuri jalanan ibu kota yang tak terlalu ramai, Brio merah itu melaju dengan kecepatan sedang memasuki area kompleks perumahan yang mereka tempati.

"Thanks to ndoro putri yang sudah mau menemani hari-hari saya,"

Yasha tertawa saja mendengarnya, ia melajukan mobil merahnya untuk masuk ke pekarangan rumahnya yang terletak persis di samping rumah Harsa.

"BESOK TEBENGIN GUE LAGI YA NDORO!"

"ACA BERISIK HEH! GANGGU TETANGGA YA KAMU TERIAK-TERIAK BEGITU."

"LAH MAMA TERIAK TUH,"

"NGEJAWAB MULU JADI ANAK, GANTIIN PAPA NGERONDA YA MALAM INI."

"DIH KOK GITU MAH? GAK MAU ACA TUH, BANYAK NYAMUK."

Yasha tertawa mendengar teriakan dari rumah sebelah, dulu ia pernah begitu dan mungkin tak akan pernah terulang kembali. Ia membuka pintu rumahnya yang terlihat sepi.

"Pada kemana sih?" Gumamnya

"KAK YASH TOLONG, KAK YADEN NAKAL." Seanne memeluknya dari belakang, menghindari Ryden yang memakai topeng monyet di kepalanya

"Yaden dapat topengnya darimana dek?"

Ryden membuka topeng tersebut hanya untuk menjawab pertanyaan sang kakak, "Dari Kak Le, HAYOOO ADIIKKKK,"

Teriakan melengking Seanne membuat Yasha memejamkan matanya, gadis itu berjalan menaiki anak tangga menuju ke lantai atas dimana si kembar duduk bersantai, lebih tepatnya berbaring layaknya ikan terdampar. Yasha saja ngeri takut adik-adiknya itu gepeng.

"Kak Yash, okay?"

Baru saja Yasha hendak masuk ke dalam kamarnya suara Gifya membuat pergerakannya terhenti. Ia memejamkan mata begitu gadis yang lebih muda 6 tahun darinya itu memeluknya dari belakang.

"I'm okay," ucapnya

"Kak Yash not okay, Una tau kok." Lunar menghadap Yasha, mengelus pipi si sulung "Kak Yash kalo mau peluk boleh banget kok,"

Yasha terkekeh ketika si kembar empat memeluknya dengan posisi dirinya yang berada ditengah-tengah.

"KOK NGGAK NGAJAK?!"

Yasha terkekeh begitu keempat adiknya muncul, ia melebarkan tangannya agar mereka bisa memeluknya. Terkadang pelukan adalah obat terbaik, tanpa kata, tanpa nasihat, hanya sebuah peluk singkat yang secara ajaib meruntuhkan semua sesak yang lama telah terpendam.

"Kak Yash, ingat kata Daddy kalo kita ada untuk satu sama lain, Kak Yash nggak sendiri, kita disini, Yaden disini Kak."

"Bilang sama Ai kalo ada orang yang jahatin Kak Yash biar Ai tonjok orangnya,"

"Heleh cil, ilmu lu masih cetek ye buat ngehajar orang," ledek Rheana

"Gakpapa berjuang mati-matian kalo buat Kak Yash mah Ai rela mati,"

"Anime mana lagi yang elu tonton dek, dasar wibu." celetuk Falen mencubit pipi sang adik, "Begini dulu ya, nyaman soalnya."

***

Falen meringis ketika menuruni anak tangga, gadis itu terbangun dari tidurnya begitu menyadari air minum yang sudah ia siapkan sudah habis dan lupa mengisinya kembali. Tanpa takut ia berjalan ke dapur guna menyalakan saklar, tak ada yang ia lihat selain kegelapan.

"Itu siapa dah? Ya kali setan.. nggak mungkin lah malam-malam gini ada setan, bentar lagi subuh kok." Gadis itu masih positif thinking untuk mengambil air minum dari kulkas dan duduk di meja makan, memotong apel untuk mengisi perutnya yang lapar

"Beneran setan kah?" Sedari tadi matanya tak lepas dari seseorang yang duduk di tepi kolam ikan koi peliharaan Gama, entah orang atau apapun itu Falen tak yakin sebenarnya

Gadis itu berjalan tertatih ke kolam ikan guna melihat dengan jelas apa yang ia lihat, nyeri di perutnya tak ia pedulikan saking rasa penasarannya yang sudah kelewat batas.

"Loh.. Kak Yash? Ngapain duduk disitu? Ehh beneran kakak gue kan ini bukan setan yang lagi nyamar? Nggak lucu kalo iya, gue lagi nggak bisa lari soalnya," gadis itu mengarahkan flash HP-nya membuat Yasha menutup wajahnya karena silau

"Iya, ini gue kok. Matiin dulu flash nya, silau anjirr!" Yasha melempar kerikil kecil kearah Falen, membiarkan sang adik duduk disampingnya

"Kenapa sih Kak? Nggak bisa tidur? Keinget Mas Rafal ya?" Tanya Falen to the point, saat Yasha mengangguk ia mengela napas panjang

"Gapapa Kak, is okay kalo masih kerasa sakitnya tapi jangan lupa besok masih ada hari yang panjang buat dilewati. Bukan suatu kesalahan merindukan orang yang udah tenang disana, mungkin nih ya kalo rindu itu duit udah jadi milyader sih kakak gue ini,"

Yasha terkekeh mendengarnya, ia menghapus air matanya yang sedari tadi menetes. Mengingat seseorang di masa lalu memang menyakitkan. "Masih sakit gak lo?"

Gadis itu menepuk perutnya namun merintih setelahnya membuat Yasha panik atas tingkahnya. "Hehee aman, Kak. Gue gak papa kok, bentar lagi juga sembuh."

"Daddy udah cari tau siapa orang-orang yang nyerang Lingga secara tiba-tiba,"

"Suruhan Ibnu bukan?" Tebak Falen membuat Yasha terkejut, gadis itu tersenyum tipis menatap langit yang gelap. "Mereka masih ngincer adik-adik ya? Haruskah gue bersikap tegas sama mereka? Sedikit bogeman gue rasa cukup."

Yasha menggeleng, "Elo belum sembuh Le, jangan ngadi-ngadi! Elo sekarat aja nyawa kita berasa ilang separuh, biarin itu urusan Daddy, kita cukup pantau aja dari jauh. Mereka nggak ada apa-apanya dibandingkan Daddy."

Falen melempar kerikil ke dalam kolam, keduanya terdiam fokus pada pikirannya masing-masing. "Lo percaya gak kalo didalam persahabatan antara cowok sama cewek salah satunya menyimpan rasa?"

Yasha menoleh, agak terkejut dengan pertanyaan sang adik. "Percaya aja, nggak semua yang dekat sebagai sahabat bisa jadi teman hidup, adakalanya seseorang hadir buat jadi pelajaran aja. Kenapa? Lo ada rasa sama sahabat lo sendiri?"

'ELU KAK, ELU SAMA HARSA!'

Ingin sekali Falen berteriak seperti itu namun apalah daya, dua orang itu tak mau mengakui perasaannya sendiri atau mungkin tak ingin merusak persahabatannya yang sudah terjalin dari janin itu.

Falen memlih menggeleng setelah memikirkannya matang-matang, biar bagaimanapun ia tak mau ikut campur dalam permasalahan percintaan mereka "Enggak juga, tapi gue rasa jodoh itu deket tapi kita nggak sadar aja atau mungkin kita yang denial sama perasaan kita sendiri."

"Halah anak kecil tau apa? Belajar yang bener lu bentar lagi ujian, awas aja nggak naik kelas."

"Gini gini mantan gue tiga, daripada elu punya satu tapi beda alam,"

"Bangs---" Yasha menutup mulutnya, hampir saja berkata kasar. Ia menatap Falen yang berjalan menjauh dengan tertatih, ia meringis sendiri melihatnya "Tidur sono lu, nggak usah sok begadang."

"Kebalik njirr elu tuh yang nggak usah sok begadang, mata panda lo udah meleber noh,"

"Diem deh! Tidur sono, mau gue gendong?"

"Halah gendong beban sendiri aja misuh-misuh sok banget mau gendong gue lagi, nggak, makasih."

"Eh, sialan!" Yasha memilih berjalan disamping sang adik, lebih tepatnya menuntunnya untuk menaiki anak tangga

"Gue nggak selemah itu, Kak."

"Makanya sesekali jadi lemah depan Kakak elo ini, kadang gue kangen Lele yang suka nangis kalo kesandung, Lele yang sekarang ditusuk aja nggak nangis,"

"Hebat ya?"

"Goblok sih,"

"Yeu cinta beda alam," Yasha menoyor kepala sang adik dengan kesal

"Tapi gue serius. Gue kangen Lele yang kepeleset aja ngadu ke gue, Kak Yash tau kok kalo Lele merasa udah dewasa tapi kalo Lele butuh temen cerita bisa lari ke Kakak, apapun itu Kak Yash nggak mau Lele memendam semuanya sendirian. Nggak ada salahnya jadi lemah kok,"

"Iya Kak, thanks." Falen mencium pipi sang kakak sebelum masuk ke kamarnya "Love you!"

***

"Elo yang bener dong ngerjainnya," kesal Harsa menoyor kepala Yasha yang bukannya mengerjakan tugas malah menggambar Doraemon di belakang bukunya

Gadis itu hanya mengaduh tanpa membalas saking fokusnya dengan gambar yang ia buat.

"Suatu saat nanti gue pengen ketemu cowok kaya Doraemon deh," ucapnya membuat Harsa berhenti menulis, pemuda berhidung mancung itu menatap sahabatnya dengan tatapan bingung

"Yang kaya kucing?"

Yasha berdecak, gadis itu mengetukkan pulpen ke kening pemuda itu hingga mengaduh kesakitan

"Setianya goblok!"

"Yaudah sih kan gue gak tau nyet," kesal Harsa mengelus keningnya yang terasa ngilu, pukulan sahabatnya ini memang tak ada tandingannya

"Zaman sekarang tuh nyari cowok yang setia susah banget, mau nikah sama Doraemon ajalah gue," ucap Yasha mencebikkan bibirnya kesal membuat Harsa menjejalkan roti tawar yang ia bawa ke mulut gadis itu

"Doraemonnya yang gak mau sama elu, galak sih!" Ucap Harsa sarkas

"Liat aja nanti. Pasti gue ketemu cowok kaya Doraemon!" Ucap Yasha mengangkat satu tangannya tinggi-tinggi, kemudian mengunyah roti yang Harsa beri

"Liat pake mata aja lo minus apalagi liat nanti," kesal pemuda itu membuat Yasha melayangkan pukulannya di bahu Harsa

"Bodo,"

"Kak Yash, ada kucing, Adik boleh kejar tidak?"

Keduanya menoleh secara bersamaan kearah Seanne yang menunjuk seekor kucing berwarna oren.

"Kalo keluar dari lapangan jangan dikejar yaa," ucap Yasha kembali fokus pada tugasnya, kali ini hanya menuliskan angka tanpa menggambar

"Jagain yang bener kek adeknya, kalo ilang gimana coba?"

Tangan Yasha berhenti bergerak, keduanya saling tatap sebelum secara bersamaan menatap arah dimana Seanne bermain, tanpa sadar mereka kompak menghela nafas lega begitu melihat Seanne masih disana. Yasha memilih berdiri menghampiri adik bungsunya itu, ikut mengelus bulu si kucing.

"Kucingnya kasian ya, pasti dia kelaparan disini," Seanne menatap sedih hewan berbulu itu

"Enggak kok," kakak beradik itu dengan kompak menatap Harsa yang ikut berjongkok, "Di sebelah sana ada rumah kayu yang dibikin anak-anak, ada wet food juga kok," ia menatap Seanne yang tersenyum cerah mengajak ngobrol si kucing lalu menatap Yasha yang sudah gemas melihat tingkah adiknya

"Kayanya kalo Seanne itu roti udah elo hap ya?" Harsa terkekeh melihat wajah Yasha yang seperti seorang ibu tersenyum bangga pada anaknya, ia menatap Seanne yang menggendong kucing Oren itu ke sebuah rumah kecil yang sudah diisi makanan khusus kucing

"Kok gue nggak tau ada rumah kayu itu sih? Yang beli makanannya siapa emang terus yang ngisiin tiap hari?"

"Makanya keluar bub, jangan ngedekem mulu di kamar mana sekali keluar cuma tidur di apartemen, bergaul kek."

Yasha yang kesal lantas meninju lengan sahabatnya itu hingga terjatuh, "Tinggal jawab aja susah banget kayanya."

Harsa terkekeh, bukannya berdiri ia justru duduk bersila. "Udah lama juga kok itu dibuatnya dari akhir tahun, untuk makanan juga patungan dari uang kas warga sama yang kasih makan bergiliran, Ryden juga ikut kok,"

"Syukurlah itu anak nggak ansos,"

"Adek sendiri elu katain ansos, parah lu!" Harsa mendorong bahu Yasha dengan pelan namun gadis itu hampir saja terjatuh jika tangannya tak ia pegang "Kirain mental yupi kalo cuma liatin Yolan ternyata didorong dikit aja oleng,"

"Anj--" Yasha mengejar Harsa yang berlari menghindari pukulannya "SINI GAK LU! ACA!!"

"ADIKK IKUTTT!"

Dan berakhirlah ketiganya saling kejar-kejaran, melupakan tugas yang diberikan dosen pada dua anak itu.

🍁🍁🍁

Siguiente capítulo