Jakarta
Dara POV
Aku memperhatikan daftar yang telah mereka, aku dan Anika buat. Hari sudah larut malam, Anika sudah tidur kelelahan setelah mendiskusikan ide-ide pesta penikahannya. Aku menyalakan laptop dan mengecek e-mail. Rutinitasnya sebelum tidur. Iseng-iseng juga browsing situ bridal. Aku telah dipercaya Anika untuk menjadi bridesmaid-nya, maka aku harus menjalankan tugas ini sebaik mungkin.
Dari situs itu aku baru tahu bahwa tugas seorang bridesmaid bukan hanya membantu pengantin pada hari pernikahan. Jauh sebelum itu, seorang bridesmaid bertugas membantu pengantin dalam mempersiapkan pestanya. Well, oke, itu sudah aku lakukan saat ini. Aku memperhatikan corat-coret rancangan pesta pernikahan Anika. Dia mulai merasa menyukai tugas ini.
Seorang bridesmaid juga harus menjadi teman yang paling baik di saat-saat yang mungkin akan menjadi yang paling emosional dalam kehidupan seorang wanita. Aku mengernyit sambil melirik Anika yang tertidur pulas di sofa. Tampaknya ini akan menjadi salah satu tugas yang cukup sulit, mengingat sahabat sejatinya Anika bukan aku, tapi Mika dan Gwen yang notabene sudah berumah tangga dan tidak memiliki waktu yang cukup untuk membantu Anika.
Pada hari-hari biasa, Anika sudah menjadi seorang yang emosional. Menjelang pernikahannya, dia pasti akan menjadi sangat emosional. Dan berada di dekat Anika yang emosional akan menjadi sangat sulit.
Aku kembali membaca dalam situs itu. Oh ya, dia juga harus mempersiapkan diriku sendiri. Bridesmaid juga harus tampil cantik pada acara pernikahan. Hah(?) aku baru tahu bahwa seorang bridesmaid dipakaikan baju yang mirip dengan si pengantin untuk mengecoh roh jahat yang mungkin akan mengusik si pengantin.
What?
Jadi maksudnya, kalau ada roh jahat yang akan mengusik si pengantin, maka yang akan kena itulah adalah bridesmaid-nya?!
Aku bergidik ngeri. Aku usir pikiran itu dari dalam benakku. Aku sudah menerima tugas ini. Tugas terhormat bagi seorang adik ipar. Dan aku akan melaksanakan tugas ini sebaik mungkin
***
"Ayo dong, Dara! Cepetan!" Anika setengah menarik Dara.
"Sabar sebentar..." Dara pasrah saja tangannya ditarik Anika. Sebenarnya dia sudah berjalan di atas kecepatan normalnya, tapi tetap saja bagi Anika itu masih kurang cepat.
Yang pertama kali harus mereka lakukan, menurut Dara, adalah hunting gaun pengantin. Oleh karena itu, hari ini Dara menemani Anika melihat-lihat gaun pengantin. Ini sudah tugasnya sebagai seorang bridesmaid. Dara mengajaknya ke Bride's House, bridal yang paling lengkap di Jakarta milik Tante Anita. Dara agak berdebar-debar juga. Dia belum pernah masuk ke bridal mana pun. Dia menerka-nerka seperti apa bentuk bridal.
"Selamat pagi, Mbak Dara. Selamat datang di Bride's House. Apa kabar? Nama saya Mona. Saya yang akan membantu Mbak Anika di sini." sapa seorang gadis cantik yang mengenakan seragam Bride's House.
"Baik, baik..." jawab Anika sambil tersenyum lebar. "Ini kenalin, Dara. Dia nanti yang akan jadi salah satu bridesmaidku. Dia calon adik iparku."
"Selamat pagi, Mbak Dara..."
"Hari ini saya mau lihat-lihat baju pengantin ya..." ujar Anika.
"Oh... mari silakan. Madam Anita sudah menunggu di atas..."
Mona mengajak mereka ke lantai dua gedung itu. Pinru di ketuk, dan seorang wanita paru baya membuka pintu dari dalam.
"Hi, Anika, Dara..." sapa wanita itu dengan suara berbisik.
"Halo, Tante Anita, hari ini aku mau lihat-lihat baju pengantin...." ujar Anika sambil tetap tersenyum cerah. Keinginan untuk melihat-lihat gaun pengantin rancangan Tante Anita telah membuatnya berseri-seri sepanjang hari. Anika sangat mengagumi Tante Anita. Perancang busana yang satu ini kepiawaiannya telah diakui dalam skala internasional. Tante Anita sering memenangkan berbagai lomba perancang busana tingkat internasional. Prestasinya yang terakhir adalah merancang gaun penganting dari kulit jagung.
"Oh... silahkan... ini desain-desain terbarunya. Kamu boleh lihat-lihat sampai puas..." Tante Anita menggandeng tangan Anika, membawanya ke ruang koleksi baju pengantin rancangannya.
Tante Anita membuka salah satu kaca besar di sisi ruangan.
Oh... rupanya kaca itu bukan kaca biasa. Terdapat lemari besar di baliknya. Di dalam lemari itu tersimpan banyak sekali gaun pengantin.
"Hmmm.... what kind of wedding gown do you like, dear?"
Anika duduk di salah satu bangku panjang yang memang diletakkan di tengah-tengah ruangan.
"Hmmm..." Dia memuntir-muntir rambut pendeknya. "I want to look pure but gorgeous!"
Tante Anita tersenyum misterius.
Dara bergidik lagi melihat senyum itu.
"Bagaimana kalau yang ini?" tanyanya sambil mengeluarkan sebuah gaun pengantin dari plastik penutupnya.
Gaun berwarna putih yang terbuat dari bahan brokat itu memang terlihat sangat indah. Modelnya sederhana dan sangat bersahaja. Benar-benar indah!
"Ayo, coba yang ini dulu..." ajak Tante Anita. Tangannya melambai kepada Mona yang langsung sigap datang. Anika masuk ke ruang kecil di sudut ruangan, diikuti oleh Mona.
"Dara, kamu tunggu di sini dulu yaa..." pinta Anika.
Dara mengangguk, lalu duduk di bangku panjang yang tadu diduduki Anika.
Cukup lama juga Anika dan Mona berada di dalam ruang ganti itu. Malas duduk terus, Dara bangkit dan melihat-lihat koleksi gaun pengantin rancangan Tante Anita. Jiwa desainernya mulai bangkit melihat gaun yang indah-indah itu. Di dalam otaknya berkelebat berbagai macam desain perhiasan. Semuanya saling sikut, saling dorong memenuhi rongga kepalanya.
Suara gemeresik gaun menyadarkan Dara dari bakku hantam ide di kepalanya. Anika telah keluar dari balik ruang pengepasan. Tampak sangat cantik dengan gaun pengantin indah itu.
"Bagaimana?" tanya Anika pelan.
Dara tersenyum lebar. "Bagus." pujinya.
Wajah Anika tidak tersenyum. "Aku tidak suka bahannya. Kelihatannya berat. Aku jadi kelihatan gemuk!"
Dahi Dara mengernyit. "Gemuk?" Dara memperhatikan tubuh Anika dari atas sampai bawah. Hmm... tidak tampak sedikit pun timbunan lemak. "Kamu kurus begitu, kok dibilang gemuk?! Bagian mana yang gemuk?"
Anika tambah cemberut lagi. "Aku tidak suka. Tidak cocok di badanku."
Dara mengangkat bahu. Dia masih tetap merasa gaun itu sangat indah dipakai Anika. "You're the bride. Ya terserah kamu aja..."
"Ya udah, kita lihat yang lain aja ya..." ajak Tante Anita sambil mengambil gaun yang lain lagi. Kali ini, menyesuaikan pilihannya dengan komentar Anika barusan, gaun pengantinnya terbuat dari bahan sutra yang ringan dan lembut.
Beberapa menit kembali dihabiskan Anika dan Tante Anita di balik ruang ganti. Ketika keluar, lagi-lagi Dara merasa gaun yang dipakai sangat cocok dengan lekuk tubuh Anika.
"Bagus..." puji Dara.
Namun, lagi-lagi tidak ada senyum di wajah Anika. Dia menatap pantulan bayangannya di cermin raksasa dengan dahi mengernyit dan mulut memberengut. Lalu dia berbalik menatap Dara dan Tante Anita.
"Gaun ini terlalu simpel. Aku merasa seperti pakai gaun biasa, bukan gaun pengantin" keluh Anika sambil menatap pantulan dirinya di cermin.
Dara menghela napas. It's gonna be a long day.... desahnya dalam hati.
To Be Continued