webnovel

Dua Kubu Berseteru

Hiruk pikuk siswa SMA Teyvat yang mengelilingi lapangan olahraga sudah berhasil menghabiskan energi milik John Lee, bagaimana tidak? Ia benar-benar tidak ingin terlibat dengan kesalahannya karena memilih untuk menyetujui suara yang tak dikenal dalam komanya pasca kecelakaan.

Hu Tao terus menarik lengan John Lee sampai ke lantai paling bawah, suara meriah di setiap pukulan Itto dan Childe begitu menggelegar sampai bel istirahat berbunyi saja tidak didengar oleh mereka.

"Lo mau gue kasih duit gak?" tanya Hu Tao kepada John Lee.

"Uang? Untuk apa saya uang?"

Entah dari mana Hu Tao mengenal sosok John Lee ini, tetapi gadis bersurai coklat itu selalu memanggilnya dengan sebutan 'sepupuku'. Untuk cari aman agar tidak banyak masalah, John Lee pun mengiyakan semua perintah Hu Tao hari ini, mungkin akan ada informasi berharga yang ia dapat setelah ini.

"Ya, untuk lo jajanlah!" sentak Hu Tao sambil menempeleng kepala John Lee.

'Sialan ini anak?! Kalau saja dia tahu umurku 35 tahun pasti dia sudah sujud-sujud minta maaf!' batin John Lee kesal, beberapa kali ia menghela nafasnya untuk meredakan emosi.

Hu Tao merangkul tubuh bidang John Lee, gadis itu menunjuk ke arah Childe dan Itto yang masih sibuk mempertaruhkan harga dirinya.

"Lo lerai mereka, gue kasih seratus ribu Mora—"

Mendengar nominal uang yang cukup besar itu berhasil membuat John Lee menelan ludahnya paksa, bahkan di usia lamanya, ia jarang sekali mendapatkan uang sebanyak itu.

"Kalau lo berhasil mukul jatuh salah satu di antara mereka, gue kasih dua ratus ribu!"

"Sebentar, Hu Tao." potong John Lee tak percaya.

"Dari mana kamu ada uang sebanyak itu?"

Hu Tao menyeringai, gadis itu membisikkan sesuatu yang menjijikkan bagi John Lee, sesuatu yang tak pernah ia duga selama ia hidup.

"Ya, hasil BO gue-lah!" bisik Hu Tao pelan.

Mata John Lee terbelalak, padahal jika dipandang dari luar Hu Tao terlihat sopan dan alim mengingat baju seragam yang dikenakan pun tidak terlalu 'merepotkan' para OSIS untuk mengguntingnya. Suara godaan Hu Tao juga membuat John Lee percaya kalau gadis itu tak bisa lagi ia panggil 'gadis' untuk ke depannya, ia percaya kalau Hu Tao memang orang-orang seperti itu.

"Langganan kamu siapa?" tanya John Lee waspada.

"Lo pengen tahu banget atau gimana, dah? Udah lo lerai mereka, terima konsekuensinya, baru gue hibur lo malam ini! Ada diskon sepupu, deh!"

Hu Tao mendorong tubuh John Lee ke tengah lapangan, karena tak seimbang, John Lee pun tersandung oleh kakinya sendiri. Saat ia berusaha untuk bangkit, lelaki bersurai hitam itu sudah menjadi bahan cemoohan siswa SMA Teyvat yang mengganggu keberlangsungan acara penobatan jawara sekolah itu.

"Awas lo! Lo siapa?!"

"Jangan berani-berani ganggu, dong!"

"Ini anak nyari mati apa, ya?!"

Itto mengulurkan tangannya ke arah John Lee, sambil tersenyum ia menarik lengan John Lee lalu menghempasnya kembali ke tanah.

"Jangan ganggu gue, Bangsat!" teriak Itto lantang lalu memijak tubuh John Lee sekuat tenaga.

'Saya tidak bisa dipermalukan oleh anak SMA seperti ini,'

Dengan cepat John Lee menghindari seluruh serangan Itto lalu menyapu kakinya yang sedang lengah, bocah raksasa itu jatuh sepersekian detik kemudian sambil memegangi kepalanya yang lebih dulu ambruk ke tanah.

Kini dukungan mulai berpindah kepada si anak baru, John Lee. Childe tersenyum penuh gairah sambil membunyikan seluruh jari tangannya dengan tatapan tajam.

"Wah, seru juga lo kalau dilihat-lihat!"

Childe langsung memukul sisi kiri John Lee namun dengan reflek tingginya berhasil dihindari olehnya. John Lee tidak membalas serangan Childe, itu membuat lelaki bersurai oranye itu merasa terintimidasi oleh si anak baru.

"Kamu Keluarga Harbingers?" tanya John Lee tanpa terlihat kelelahan.

Sementara Childe, nafasnya sudah terengah-engah bekas melawan Itto tadi. Ia hanya tersenyum tanpa membalas pertanyaan John Lee.

Prang! Itto memukul kepalanya dengan botol kaca, tapi herannya, bukan John Lee yang terkena pecahan botol kaca itu melainkan Childe. Salah satu beling kaca tersebut masih menempel di pelipis kirinya, Childe tumbang saat itu juga diikuti oleh beberapa bawahannya yang langsung menyerang Itto dan John Lee di tengah lapangan.

Hu Tao tepuk tangan meriah melihat aksi 'sepupunya', sehingga sikunya tak sengaja menyenggol dada Primadona SMA Teyvat, Eula Lawrence.

"Maksud Anda apa, ya?" tanya Eula penuh intimidasi.

"Ma-Maaf!" ujar Hu Tao ketakutan.

Dari depan kelas, suara yang memanggil nama Eula membuat gadis bersurai biru muda itu menoleh ke belakang.

"Udahlah, biarin aja! Sini kita main!" ajak Beidou sambil menyenderkan tubuhnya di pintu kayu kelasnya.

Eula menatap Hu Tao penuh rasa benci, ia meludahi wajah gadis bersurai hitam itu lalu pergi menuju kelas Beidou setelahnya.

'Anjing!' runtuk Hu Tao kesal, ia mengelap saliva milik Eula dengan lengan kirinya, Hu Tao terus mengutuk Eula dengan matanya sampai gadis itu hilang dari pandangannya.

John Lee dan Itto masih sibuk menghadapi kawanan Childe The Harbingers, lebih tepatnya Itto yang lebih kewalahan di saat John Lee dengan mudah memukul jatuh bawahan Childe satu per satu.

"Bantuin gue juga, dong!" seru Itto dikeroyok lima orang sekaligus.

Pandangan John Lee tertuju pada Hu Tao karena baru saja diperlakukan dengan hina oleh orang yang tak dikenalnya, dengan cepat John Lee berlari menghampiri Hu Tao sebelum ia benar-benar malu dilihat oleh banyak orang.

"Woy! Anak baru!" teriak Itto keras, tubuhnya semakin tenggelam oleh lautan siswa karena dendamnya pada si bocah raksasa.

John Lee berhasil mengamankan Hu Tao jauh dari khalayak, ia membersihkan wajah Hu Tao dengan sapu tangan—misterius di saku celananya. Hu Tao menatap sepupunya perlahan, jantungnya berdegub kencang karena tidak ada laki-laki yang memperlakukan dirinya sebaik ini seumur hidup.

Hu Tao memegangi pipi John Lee dengan kedua tangannya lalu mendekatkan bibirnya sambil menutup mata.

Kenapa tak sampai?

Kening Hu Tao ditahan oleh jari telunjuk John Lee, sekuat apa pun ia berusaha mencium sepupunya, semakin sakit pula kepala Hu Tao karena kekuatan milik John Lee.

"Saya tak meminta balasan darimu, tidak perlu mencium saya," ujar John Lee saat melepas jarinya.

"Cih! Biasanya cowok kalau digituin langsung ngaceng kali! Lagian gue cuma ngetes doang, ternyata iman lo kuat juga, ya!" sindir Hu Tao.

"Bantu saya, Hu Tao. Sepertinya kamu memiliki utang dengan saya," lanjut John Lee tanpa memedulikan rona merah di wajah Hu Tao.

"Apaan?"

"Bantu saya jelaskan siapa saja orang yang berkuasa di sekolah ini,"

***

"Di SMA Teyvat, bukan hanya Childe dan Itto saja biang kerok sekolah ini. Masih banyak lagi biang onar tak kasat mata di sekitarmu. Kita ambil contoh dari orang yang meludahiku, Eula Lawrence. Gadis cantik yang lahir dengan darah biru mengalir di tubuh montoknya, ia terlihat keras dan arogan kalau bertemu dengan orang yang status sosialnya tidak sejajar dengan dirinya. Untung saja dia sudah kelas 12 tahun ini, gue capek banget harus diludahi sama dia karena ini bukan pertama kalinya gue diperlakukan seperti ini!" cerita Hu Tao kesal

"Kedua, ya si bocah raksasa itu! Arataki Itto, pemimpin dari Geng Arataki. Anggotanya sedikit, tapi mereka terlampau loyal pada si Itto. Salah satunya itu Kuki Shinobu, cuma dia satu-satunya perempuan di geng, padahal dia anak dari keluarga yang agamis. Lo lihat sendiri, kan? Dandanannya di sekolah? Rok-nya aja dia potong sendiri sampai selutut. Dengar-dengar dia salah satu pereknya Itto, makanya betah tuh lonte kalau main sama dia!"

"Terakhir, ini gue juga dengar-dengar, ya! Belum tentu sepenuhnya salah, karena udah pasti ini benar! Childe, namanya Ajax Childe Tartaglia, putra bungsu dari Keluarga Harbingers. Kalau orang udah dengar nama Childe aja pasti ketakutan, cuma heran aja kenapa Itto nantangin anak itu terus padahal di tahun ketiganya, Childe masih jadi jawara di sekolah kita, dan yang kedua juga bukan Itto. Ada, deh, nanti gue kasih tahu, selalu merinding gue kalau mau nyebut nama dia."

"Tapi intinya, Childe itu terlalu invisible untuk orang-orang kayak kita. Dia bebas berbuat apa pun karena keluarganya salah satu donatur di SMA Teyvat. Lo mungkin pernah dengar nama-nama orang besar seperti La Signora? Atau Dokter Dottore? Nah, itu—"

"Salah satu Harbingers?" potong John Lee mendadak.

Hu Tao mengangguk ragu, tangannya terasa sakit saat John Lee mencengkram pergelangan tangan yang selalu dipakai oleh perempuan itu untuk mengekspresikan ceritanya.

"Sakit!"

John Lee melepaskan cengkramannya, "Maaf,"

Lelaki bersurai hitam itu beranjak dari kursi taman di pusat kota, pamit kepada Hu Tao padahal ia sendiri tak memiliki tujuan.

"Lo mau ke mana? Kita serumah, Bodoh! Kakek lo yang nyuruh!" seru Hu Tao saat John Lee sudah berjarak 100 meter darinya.

John Lee berbalik arah, sepertinya ia harus bermalam di kediaman Hu Tao sebelum mencari keberadaan sang istri, Raiden Ei, di Liyue.

Siguiente capítulo