webnovel

Mas Mantan

Famosos
En Curso · 9.2K Visitas
  • 15 Caps
    Contenido
  • valoraciones
  • NO.200+
    APOYOS
Resumen

Hal yang tidak pernah disangka yang akan terjadi dalam hidupnya adalah menjadi orang tua tunggal untuk putrinya, Elena Khanza Pradipta. Ya. Alana berstatus sebagai seorang janda beranak satu, bisa dikatakan usianya terbilang cukup muda. Stigma masyarakat mengenai status janda dan duda memang sangat sulit dihadapi. Stigma yang sudah membudaya, membuat perjuangan hidup seorang janda menjadi berlipat ganda. Terkadang Alana merasa miris jika lagi-lagi dirinya hanya dipandang sebelah mata. Semangat hidupnya yang sempat padam, akan kembali muncul ketika Ia melihat putri kecilnya tumbuh dengan baik. Adakalanya Ia ingin berteriak kepada mereka. "Jika saya seorang janda, lalu mengapa?" Selama lima Tahun bercerai dengan mantan suami, Jefri Adithama Pradipta. Tak pernah sempat terpikir olehnya jika pada akhirnya mereka akan kembali bertemu, sialnya Jefri merupakan Kepala Divisi tempatnya bekerja saat ini. Bagaimanakah Alana menjalani kehidupannya bersama dengan pria masa lalunya?

Chapter 1Single Mom

Namanya Alana, dia adalah seorang ibu yang merangkap menjadi seorang ayah untuk putri kecilnya yang bernama Elena Khanza Pradipta.

Hal yang tidak pernah dirinya sangka, yang akan terjadi dalam hidupnya adalah menjadi orang tua tunggal untuk putri semata wayangnya.

Ya, statusnya adalah seorang janda beranak satu yang bisa dikatakan usianya pun tergolong cukup muda.

Apa kalian berpikir bahwa wanita bermata hazel itu menikah muda karena Married by accident?

Jawabannya adalah tidak, Alana memilih menikah dengan mantan suaminya setelah lulus SMA bukan pula karena perjodohan melainkan mereka yang saling mencintai dan memiliki prinsip yang sama yakni tidak ingin berlama-lama berpacaran dan ingin memiliki anak yang nantinya jarak usianya tidak jauh dengan mereka.

Siapa sangka cobaan dalam pernikahannya datang saat usia pernikahan mereka baru menginjak 2 Tahun, Elena yang baru berusia 12 bulan pun turut menjadi korban dari keputusan kedua orang tuanya.

Alana tidak pernah menyesali apa yang telah terjadi dalam hidupnya karena ia percaya, rencana Tuhan adalah yang terbaik.

Sudah 5 Tahun berlalu sejak dirinya menyandang status sebagai seorang janda beranak satu, kerap kali ia mendapatkan cemooh dari orang-orang sekitar.

Stigma masyarakat mengenai status janda memang sangat sulit dihadapi. Stigma yang sudah membudaya, membuat perjuangan hidup seorang janda menjadi berlipat ganda.

Penilaian yang terlanjur berkembang di tengah masyarakat, terkadang menghalangi janda untuk dapat merasa diterima kembali tanpa harus dicap sebagai wanita penggoda, lemah, dan haus akan kasih sayang.

Status janda seolah-olah mengurangi nilai dan kualitas yang dimiliki seorang perempuan. Seringkali dirinya merasa miris jika lagi-lagi hanya dipandang sebelah mata.

Semangat hidupnya yang sempat padam akan kembali muncul ketika dirinya melihat Elena yang tumbuh dengan baik. Sedari kecil Alana mengasuhnya, menjaganya dan menghidupinya dari hasil jerih payahnya sendiri, menjadikan dirinya semakin kuat dan tabah dalam menghadapi semua cobaan, meskipun garis takdir kehidupan tak sejalan dengan apa yang dia harapkan.

Kembali menumbuhkan benih-benih cinta pada diri sendiri dengan pikiran yang positif dan ingin mengubah sudut pandang mereka bahwa janda bukanlah sebuah aib.

Ada kalanya Alana ingin berteriak kepada mereka. "Jika saya seorang janda, lalu mengapa?"

Dan ada kalanya dia merasa lelah, merasa terbebani dengan status tersebut, apalagi jika dia diantar pulang oleh teman pria termasuk kekasihnya sendiri. Akan banyak tetangga yang berbisik mengenai dirinya, padahal apa salahnya jika Alana pergi bersama dengan seorang pria? toh statusnya saat ini adalah single.

Dirgantara Mahesa, pria yang saat ini menyandang status sebagai kekasih dari Alana, keduanya menjalin hubungan sejak Alana bekerja di perusahaan keluarga Dirga, tepatnya setahun yang lalu.

Hubungan backstreet adalah jalan yang mereka pilih sampai detik ini, lebih tepatnya Alana yang memaksa Dirga untuk menutupi hubungannya.

Alana tidak ingin keluarga sang kekasih mengetahui hubungan yang terjalin antar keduanya lebih dari hubungan atasan-bawahan.

Awalnya Alana sempat menolak ajakan Dirga untuk menjalin kasih karena statusnya. Namun, perjuangan yang dilakukan pria itu berhasil meluluhkan hatinya.

Tak mudah bagi Dirga mematahkan prinsip yang sudah lama tertanam pada wanita yang berjuang seorang diri untuk menghidupi seorang anak.

Bukan hanya dengan Alana saja, Dirga dengan mudahnya dapat mendekatkan diri pada Elena. Hal itu yang menjadi nilai tambah untuk seorang Dirgantara di mata Alana.

"Alana?"

Alana sontak berdiri, menghentikan acara melamunnya saat mendengar namanya disebut oleh seseorang yang merupakan ayah dari kekasihnya sendiri.

"Apalagi kali ini?" tanyanya dalam benaknya.

"Iya. maaf pak? ada yang bisa saya bantu?"

"Ikut ke ruangan saya." tegas Arkasa, pria paruh baya itu meninggalkan Alana yang masih mematung.

"Al, Al. Alana Woy!" sebuah tepukan keras di bahunya berhasil membuatnya tersadar.

Ajun, rekan kerja Alana terlihat heran. "Lo ada masalah apa sampai Pak Arkasa datang kemari? sana menghadap dulu, gua lihat Beliau menahan amarah sedari tadi." sarannya memberitahu.

Alana mengangguk, dengan cekatan wanita itu merapihkan penampilannya, kemudian menatap Ajun sekilas.

Ajun merupakan salah satu rekan satu divisinya. Pria tampan berparas Asia itu kembali menatap Alana iba, seakan dirinya mempunyai firasat jika temannya akan mendapatkan masalah besar nantinya.

"Gue juga kurang paham Jun, gue menghadap Beliau dulu ya?"

Tak ingin membiarkan Arkasa menunggu, Alana mempercepat langkah kakinya. Namun, saat pintu lift terbuka sosok pria yang dicintainya itu menahan pintu lift yang akan tertutup rapat.

"Sayang, kamu mau ke mana?" tanya Dirga, pria itu menahan lengan sang kekasih.

Akan tetapi, perlakuan dari Alana membuat Dirga terheran. Terlebih sang kekasih justru melepaskan tautan tangannya dan memencet tombol lift dengan tergesa.

"Nanti ya mas, aku lagi terburu-buru."

Dirgantara semakin dibuat heran dengan sikap sang kekasih, dirinya menatap Alana dalam diam hingga pintu lift tertutup dengan sendirinya.

Alana meraih necklace yang melingkar di leher jenjangnya, kemudian mengusap liontinnya pelan. Necklace dengan liontin berbentuk hati pemberian Dirga di saat Alana menerima cinta pria itu 8 bulan yang lalu.

•••

"Mbak Alana, mbak udah ditunggu Bapak sejak tadi." ucap Anggita, sekretaris dari Arkasa.

Alana mengatur nafasnya yang terengah akibat berlari, "Sedang ada tamukah di dalam?"

Anggita tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya singkat. "Cuma Bapak, ketuk aja... tadi pesan dari bapak, kalau mbak sampai diminta untuk segera menghadap."

Mendengar penjelasan dari Anggita, Alana mengangguk paham, "Aku masuk ya? thanks Git."

Setelah berpamitan kepada sekretaris Arkasa, wanita yang berstatus sebagai single mom itu segera melangkahkan kakinya menuju pintu ruangan Arkasa, tak lupa ia juga mengetuk pintunya terlebih dahulu.

Dirasa sudah mendapatkan persetujuan untuk memasuki ruangan tersebut, Alana kembali melangkahkan kakinya hingga sampai di depan meja sang atasan.

Sebenarnya ini kali pertama Alana memasuki ruangan ayah dari sang kekasih karena biasanya mereka hanya bertemu di ruang meeting atau berpapasan di sepanjang koridor gedung kantor, tidak lebih karena gedung itu memiliki lift khusus yang hanya bisa digunakan oleh Arkasa dan kepala divisi lainnya termasuk Dirga. Namun, Aksa lebih memilih untuk menggunakan lift umum atau lift karyawan agar bisa satu lift dengan Alana.

"Silahkan duduk." perintah Arkasa, tanpa melihat Alana.

Mendapatkan perintah, Alana mendudukkan dirinya tepat di kursi yang berhadapan dengan meja Arkasa dengan penuh kehati-hatian, lebih tepatnya ia sedang bersiaga saat ini.

Diperhatikannya Arkasa yang sedang menutup map yang baru saja dibubuhi tanda tangan, "Saya meminta kamu untuk kemari karena ada hal yang ingin saya tanyakan kepada kamu."

Merasakan cemas Alana meremat ke dua tangannya yang berada di atas kedua pahanya.

"Apa kamu mempunyai hubungan khusus dengan anak saya?"

Pertanyaan yang sangat ditakuti semenjak delapan bulan Alana menyandang status sebagai kekasih Dirgantara Mahesa. Pada akhirnya terdengar jelas di telinganya dan pertanyaan itu berasal dari ayah Dirga sendiri.

"Maaf, maksud Bapak?" tanya Alana santai, seakan ia tidak tahu menahu.

Arkasa melepaskan kacamatanya, melipat dan menyimpannya di atas meja, "Saya melihat ada yang berbeda dari sorot mata anak saya saat memandang kamu. Alana, saya tahu siapa kamu, saya pun tahu status kamu dan saya rasa kamu terlalu pintar untuk mengerti apa maksud dari yang saya bicarakan barusan."

Wanita yang sedang dilema itu pun berpikir sejenak, mencari kalimat yang pantas untuk menjelaskan kepada Arkasa agar pria paruh baya itu tidak mencurigainya lagi. Dia tidak ingin jika Dirga akan mendapatkan masalah nantinya.

"Maaf pak, tapi hubungan saya dengan pak Dirga hanya sebatas atasan dan bawahan. Pak Dirga Kepala Divisi saya, jadi sudah sepantasnya saya menghormati Beliau sama seperti saya menghormati bapak."

"Baik, saya pegang kata-kata kamu dan satu lagi saya meminta kamu kemari bukan karena hal ini saja. Mulai besok kamu saya pindahkan ke Divisi Pemasaran. Saya harap dengan adanya kamu di sana bisa membantu Kepala Divisi yang baru, mengingat latar belakang pendidikan kamu yang memang seharusnya ditempatkan di sana bukan di Divisi Programming."

Arkasa terdiam sesaat, menatap bawahannya yang sedang mendengarkan ucapannya dengan seksama, "Saya tahu kinerja kamu selama setahun ini, jadi saya berharap dengan adanya kamu dan Kepala Divisi yang baru bisa merubah sistem yang sebelumnya mereka buat menjadi lebih baik. Saya rasa sudah tidak ada lagi yang ingin saya jelaskan ke kamu. Jika tidak ada pertanyaan, kamu bisa kembali bekerja." lanjut Arkasa.

Alana mengangguk patuh, paham dengan apa yang dijelaskan oleh atasannya. "Baik pak saya permisi."

Menutup pintu ruangan Arkasa pelan membuat Alana merasa semakin gusar, "Ya Tuhan, apalagi kali ini?" ujarnya dengan suara lirih.

"Bagaimana? Apa bapak memarahi kamu mbak? sedari tadi wajah bapak kurang bersahabat." jelas Anggita.

"It's okay. Aku dirolling ke Divisi Pemasaran, kamu tahu siapa yang menggantikan pak Yudha?"

Alana memperhatikan Anggita yang mengangguk antusias, "Oh itu, baru saja menghadap bapak sebelum mbak kemari. Mbak yakin dimutasi? Yah, nggak bisa melihat ketampanan pak Dirga setiap harinya dong mbak? tapi for your information... pengganti pak Yudha tidak kalah tampannya dengan pak Dirga dan aku rasa mbak sangat cocok dengannya." ujar Anggita, diikuti dengan kekehan khas milik gadis itu dipenghujung kalimat.

Alana hanya terkekeh menimpali, "Ngaco kamu, sana kembali bekerja, aku kembali keruanganku ya? Thanks ya Git."

"Siap."

Melangkah dengan pikiran dan beberapa pertanyaan yang bersarang di kepalanya, hingga tanpa sadar dia sudah berada di depan lift.

Alana menghela nafasnya pelan, merogoh ponsel miliknya yang sudah bergetar sejak tadi. Nama Dirga kembali muncul dilayar ponsel miliknya sedang menghubunginya tak sabaran.

"Iya mas." ucapnya setelah men-slide ke atas tombol berwarna hijau.

"Kamu di mana? kenapa belum kembali ke ruangan?" tanya sang kekasih, Alana memilih diam, dia merasa kebingungan untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi kepada Dirga.

Tentu saja dirinya merasa takut jika dia memilih berterus terang kepada sang kekasih, Alana yakin sekali Dirga akan mendatangi ayahnya dan mengakui hubungan yang selama ini mereka tutupi.

Sudah jelas sekali bahwa Arkasa tidak menginginkan anaknya mempunyai hubungan khusus dengan Alana, terlebih Beliau juga mengetahui status wanita itu sekarang.

Setelah menimbang, Alana lebih memilih untuk tak membicarakan perihal kepindahannya kepada sang kekasih. Dirinya merasa jika waktunya belum tepat. Tak ada salahnya Ia memberitahu Dirga esok hari.

"Ini. a- akku mau kembali ke ruangan, tadi aku habis dari ruangan pak Arka mas, nanti ya aku cerita. Aku tutup sambungannya dulu, takut didengar yang lain."

Alana menghela nafasnya pelan setelah menutup sambungannya secara sepihak, semoga apa yang dia lakukan saat ini adalah benar.

También te puede interesar