Anastasia perlahan berjalan menuju kasur dan langsung membaringkan badannya di atas kasur empuk miliknya. Kepalanya masih terasa pusing sesaat. Dia berusaha untuk kembali tertidur, tetapi setelah beberapa menit mencoba hasilnya nihil. Rasa takut untuk mengalami mimpi yang mengerikan membuatnya enggan untuk kembali beristirahat.
Matanya terus menatap langit-langit kamar yang sudah rapuh sebagian hingga memperlihatkan struktur dalam dari ruangan itu. Dia kembali menghela napas. Rasanya sulit untuk bisa menyembuhkan luka ini. Suasana hening langsung menyelimuti tempat itu. Akan tetapi, tidak lama kemudian terdengar suara seseorang mengetuk pintu hingga terdengar jelas di telinganya. Suaranya terdengar seperti Bianca.
"Bi, aku sedang tidak enak badan," ucapnya dengan suara lemas. "Aku butuh istirahat sekarang."
"Anas, tapi madam Nigera dan Theresa menyuruhmu untuk turun. Ada hal penting yang ingin disampaikan."
"Madam Nigera, bukannya dialah yang menyuruhku untuk beristirahat. Aneh."
"Iya Bi, aku siap-siap dulu." Anastasia segera merapikan tempat tidurnya dan membuka pintu.
"Anas, ayo buruan." Bianca langsung menarik tangan Anastasia tanpa aba-aba.
"Eh, Bi pelan-pelan." Tangan Anas dengan cepat menarik gagang pintu kamar hingga tertutup.
Mereka berdua dengan cepat menuruni anak tangga dan terlihat beberapa anak telah berkumpul seperti biasa. Madam Theresa dan Nigera terlihat berdiri di depan mereka semua.
"Anas, kamu sangat lama." Bola mata Madam Theresa membesar dengan kerutan yang sangat terlihat jelas.
"Madam aku …."
"Ah, sudahlah ada hal yang jauh lebih penting yang ingin kusampaikan." Madam Theresa memalingkan wajahnya.
Madam Theresa mengatakan bahwa keluarga Zwalinski tadi meneleponnya. Dia ingin semua anak panti "Happy Life" ikut berpartisipasi dengan acara karnaval yang akan diselenggarakan beberapa hari ini. Semua anak-anak melompat kegirangan.
"Oh, iya. Tuan Zwalinski sebentar sore akan menyiapkan kendaraan khusus untuk kita." Wajah Madam Theresa tidak bisa berhenti tersenyum. "Kalian cepatlah bersiap-siap."
"Madam, jadi apa yang akan kita tampilkan?" Madam Nigera mengerutkan alisnya. "Kita sama sekali tidak memilik apa pun."
"Nigera, aku juga sudah membicarakan hal tersebut. Tuan Zwalinski mengatakan bahwa kita cukup ikut berjalan mengikuti iring-iringan." Madam Theresa berusaha memberi penjelasan. "Oleh karena itu, kita semua hadir terlebih dahulu agar bisa mendapatkan pengarahan dari Tuan dan Nyonya Zwalinski."
Madam Nigera menganggukan kepala. Madam Theresa lalu bergegas pergi meninggalkan mereka diikuti tarian kecil selama dia melangkah menuju ruangannya.
Madam Theresa tiba-tiba berhenti sejenak dan memutar badannya ke arah mereka. "Ingat 15 menit lagi kita akan berkumpul di sini." Telunjuk madam Theresa mengarah ke jam dinding di ruangan.
"Baik, Madam!" Sahut anak-anak serentak.
"Bi, aku baru pertama kali melihat tarian aneh madam Theresa," ucap Anastasia dengan suara rendah.
"Iya, Anas. Aku juga." Mata Bianca terus terpaku kepada setiap gerakan madam Theresa.
"Ok, anak-anak kalian semua kembali ke kamar kalian dan kemasi semua barang yang kalian ingin bawa." Madam Nigera menepuk tangannya.
Semua anak-anak di dalam ruangan itu berlarian ke luar dari ruangan begitu juga dengan Anastasia dan Bianca.
"Anas, aku bisa membayangkan tempat itu pasti akan sangat meriah," ucap Bianca sambil perlahan melangkah menaiki anak tangga. "Aku sudah tidak sabar, Anas." Wajah Anastasia tidak berhenti tersenyum
"Iya Bi, aku juga berpikiran yang sama." Anastasia membalas perkataannya dengan senyuman.
Mereka berdua kembali ke kamar masing-masing dan segera bersiap-siap. Beberapa menit kemudian, terdengar bunyi klakson kendaraan. Suaranya cukup keras hingga membuat Anastasia langsung menutup kedua telinganya.
"Astaga! Ini kan belum sampai 15 menit," ucap Anastasia dengan nada menggerutu. "Argh!"
Anastasia dengan cepat mengambil semua barangnya dan bergegas turun ke lantai bawah. Madam Nigera ternyata telah berkumpul dengan anak-anak yang lainnya. Madam Theresa terlihat sedang berbicara dengan seorang pria berbadan gemuk. Anastasia mencari keberadaan Bianca, tetapi tampaknya dia masih di kamarnya.
"Bi, kamu itu memang …."
Anastasia tiba-tiba merasakan tepukan keras di bahunya. Dia berbalik dan ternyata itu adalah Bianca.
"Bi, kamu itu memang paling lama," ucapnya dengan mengikuti nada suara madam Theresa. "Kita bisa telat nih."
"Eh, aku hanya terlambat beberapa menit kok," ucapnya sambil memutar bola matanya.
Suasana seketika menjadi tegang sesaat. Mereka saling memandang satu sama lain, tetapi tidak lama kemudian Bianca melepaskan tawanya.
"Anas, kamu memang paling jago." Bianca mengacungkan jempol kepadanya.
Mereka berdua tertawa cukup keras dan tidak memperhatikan bahwa rombongan anak-anak di depannya telah berjalan ke luar dari panti. Madam Nigera yang melihat mereka langsung berteriak memanggil.
"Anak-anak!" teriak Madam Nigera dari luar rumah. "Ayo, busnya sudah mau jalan," sambung madam Nigera menaiki bus. "Anas, jangan lupa menutup pintunya."
"Iya, Madam." Anastasia membalas teriakan itu lalu menutup pintu panti dengan rapat.
Setelah itu, mereka langsung mengambil langkah seribu dan segera berlari ke arah bus yang jarak tidak terlalu jauh dari pintu panti. Anastasia berhenti sejenak. Sebuah bus merah berukuran besar membuatnya tidak bisa berkata-kata. Mulutnya hanya terbuka lebar diikuti dengan bola mata yang membesar.
Bianca yang melihat Anastasia mematung langsung berteriak memanggilnya. "Anas, ayo buruan atau kita akan dimarahi madam Nigera."
"Iya, Bi." Anastasia menggelengkan kepalanya dan segera masuk ke dalam bus itu.
Suasana di dalam bus terasa sangat ramai. Anak-anak bernyanyi dengan senang diikuti dengan iringan gitar madam Nigera. Anastasia dan Bianca langsung merasakan nuansa hangat dan bahagia langsung terasa ketika menaiki bus tersebut.
Madam Nigera yang melihat mereka langsung menghentikkan sejenak petikan gitarnya. "Anas, Bianca kalian cepatlah duduk. Busnya sebentar lagi akan jalan," ucapnya sambil kembali memetik senar gitar miliknya.
"Iya, Madam," sahut serentak Anastasia dan Bianca.
Anastasia dan Bianca berusaha mencari tempat duduk, tetapi sepanjang mereka berjalan semua barisan telah penuh. Depan mau pun belakang. Mata Anastasia tertuju langsung tertuju ke barisan paling belakang dari bus itu.
"Bi, itu ada tempat kosong." Anastasia menarik lengan baju Bianca. "Di bagian sana," ucapnya sambil menunjuk ke barisan itu. "Ayo kita ke sana."
"Iya Anas," ucap Bianca mengangguk.
Mereka akhirnya sampai dan langsung meletakkan tasnya di samping. Anastasia menyeka keringatnya dan memandang ke luar. Dia masih tidak percaya bahwa untuk pertama kalinya mereka akan jauh dari panti.
"Anas, akhirnya kita bisa pergi berlibur," ucap Bianca sambil mengayunkan kedua kakinya. "Aku masih mengira ini semua hanya mimpi."
Anastasia langsung mencubit bagian perut sahabat baiknya itu. Bianca berteriak dan langsung menatap sinis Anastasia. Anastasia langsung memeluk sahabatnya itu dengan erat dan tersenyum.
Tidak lama setelah itu, bus mulai jalan. Anastasia bisa mendengar suara madam Theresa yang ternyata berada di paling depan dari bus. Dia tampaknya sedang bercerita dengan seseorang di depan. Akan tetapi, ketika dia berusaha mencari tahu, pandangannya dihalangi dengan beberapa anak yang berjalan-jalan.
"Ah, sudahlah. Aku sebaiknya menikmati perjalanan ini." Anastasia mengalihkan perhatiannya kembali ke luar jendela.
Bianca lalu menepuk pundak Anastasia. "Eh Anas, aku tadi sempat bertanya kepada Madam Nigera. Tempat itu ternyata berada di luar kota dan tampaknya memakan waktu hampir setengah hari," ucapnya sambil terus melipat kedua tangannya. "Apakah kamu tidak bosan?"
"Perjalanannya memang cukup lama, tapi kita harus menikmatinya bukan?" Anastasia membalas ucapan Bianca dengan senyuman.
"Iya kamu betul, daripada terus di panti." Bianca menyandarkan kepalanya di sofa kursi dan menengok ke luar.
Madam Nigera menjelaskan kepada semua anak-anak bahwa tempatnya akan dilaksanakan di sebuah lapangan luas yang berada di sebelah utara dari kota ini. Lapangan itu memang sering digunakan untuk kegiatan atau event khusus. Dia juga mengatakan bahwa lapangan ini berdekatan dengan beberapa kota, sehingga pengunjung dari kota-kota lain bisa menikmati acaranya.
Bianca mengangkat tangan dan mulai berbicara. "Madam, jadi nantinya bukan hanya dari kota ini yang hadir yah?"
"Iya, kamu betul," balas Madam Nigera diikuti dengan petikan halus di gitarnya. "Acara ini pastinya akan sangat meriah. Aku berharap semuanya berjalan dengan lancar."
Mereka semua duduk dengan tenang dan menunggu hingga bus sampai di tujuan. Perjalanan yang cukup jauh ditambah dengan kemacetan membuat Bianca, madam Nigera dan beberapa anak yang lain mulai terlelap. Akan tetapi, Anastasia tidak demikian. Dia sangat senang melihat pemadangan di luar bus. Wajahnya terus tersenyum melihat hal itu. Tangannya perlahan membuka kaca jendela yang ternyata bisa dibuka dari dalam.
"Ah, akhirnya."
Udara luar langsung menerpa wajah Anastasia. Dia hanya tersenyum sambil menutup matanya. Rasa lelahnya seakan hilang seketika. Sekitar dua sampai tiga jam akhirnya mereka ke luar dari kota. Pemandangan di perkotaan perlahan berganti menjadi pemandangan ladang bunga.
"Akhirnya aku bisa merasakan kebebasan walau pun itu hanya sesaat."
***