webnovel

SCARLET SKY (4)

"Hei bangun, sudah selesai acaranya." Suara yang disertai dengan cubitan di pipiku itu memaksa untuk membuka kedua mataku.

Siapa? Huh? Siapa yang membangunkanku baru saja? Oh ... kalian rupanya. Siapa lagi kalau bukan mereka. You dan Libiena duduk di sampingku yang masih dalam posisi rebahan.

Ugh—badanku sakit. Aku kira rumput ini memiliki tebal yang ideal dengan kasur, tapi ternyata hanya tipu muslihatnya saja.

Padahal di mimpi tadi aku bisa bangun tanpa ada rasa pegal, kenapa sekarang badanku malah sangat pegal?

Mungkinkah ini yang disebut realitas tak seindah yang dimimpikan?

Argh—lupakan itu!?

"Jadi, sudah selesai? Maaf aku malah ketiduran dan tidak bisa memberikan kata penutup." Aku bangkit dan meregangkan kedua tangan yang masih pegal itu.

"Jangan khawatir, Rii, aku sudah mengurusnya."

Aku mengikuti posisi duduk mereka sehingga You dan Libiena kini berada di depanku, berada di antara wanita membuatku merasa tidak nyaman. Apalagi mereka adalah sosok yang 'katanya' kucintai, pasti terbesit pikiran tidak benar di otak sialan ini.

You memberikanku stik coklat yang sedang dipegangnya. "Kau itu aneh, bisa-bisanya tidur di sini, nyam," ucap You sembari memakan stik coklat itu.

Memang perlu? Makan dengan berbicara?

"Ehehe, aku pun tidak mengerti. Padahal tadi rumput ini terasa nyaman, tapi tiba-tiba saja berubah menjadi keras."

Aku memandang langit, warna yang dihasilkan persis seperti tadi pagi. Warna merah tua. Burung-burung tidak terlihat di mana- mana, mungkin mereka sedang bosan untuk terbang. Namun kenapa terasa aneh, ya? Aku mencubit pipi untuk memastikan bahwa aku tidak sedang berada di alam mimpi.

Sakit. Berarti aku tidak ada di dunia mimpi.

"Kenapa kalian berdua diam saja? Biasanya kalian berdua saling bertukar pendapat dan bicara banyak." Aku menatap heran kedua orang di depan.

Mereka bertukar pandangannya. Lagi? Hal apa yang mereka rencanakan? Mereka menatapku kembali, sepertinya bibir You yang akan mengeluarkan suaranya.

"Anu, itu, Mave, sebenarnya ...."

"Jangan memotong kalimatmu, katakan!" Aku mengambil stik coklat dan menatap You.

"Kunci mobil kita hilang." Kedua jari telunjuk You bertabrakan, wajahnya perlahan menjadi cantik, imut, lucu, dan menggemaskan layaknya kitten yang meminta kepalanya untuk dielus-elus.

Oh, jadi itu masalahnya—rupanya masalahnya itu sebesar ini— kenapa tidak langsung kalian cari dan malah pergi menemuiku?! Duh!! Bagaimana jika memang sengaja ada yang ingin mencurinya?

Tanpa pikir panjang, aku berdiri dan kedua tangan ini langsung menggapai masing-masing satu dari tangan mereka berdua. Tidak peduli orang lain memanggilku apa, dua orang ini kan katanya dulu kusayangi. Menggandeng mereka hal yang wajar, bukan?

"Tunggu, apa-apaan kau ini? Jangan menggandeng dan menarik kami berdua layaknya kau tak punya malu!!" Libiena melepaskan tangannya.

"Bukankah itu hal yang tidak penting untuk dibahas sekarang? Fokus kita sekarang bukan tentang malu, tetapi mencari kunci mobil itu!!" Aku kembali berjalan dengan tangan You yang masih kugenggam.

"Hehe, kau tidak mau dipegang Mave? Biarkan aku menggantikanmu," tutur You.

"Hei curang, aku juga mau!!" Libiena kembali memegang tanganku.

Memang aneh si Libiena ini. Sifatnya itu bukankah terlalu seperti anak kecil?

"Terakhir kau cek, kunci itu ada di mana, You?" tanyaku.

"Sebelum penutupan masih ada, Mave, saat di lapangan juga masih ada."

"Berarti, kemungkinan besar kunci itu jatuh saat kau menari."

"Mungkin ...."

"Pokoknya, kita cari dulu di lapangan!"

Tangan bagian kiriku terasa hangat sekali, apa si Libiena ini memang memiliki suhu yang sehangat itu? Terlebih lagi, dia jadi jarang bicara. Mungkin saja dia memang grogi berpegangan denganku.

Aku ganggu saja wanita itu, supaya dia kembali mengeluarkan suaranya.

"Libiena, kenapa tanganmu panas? Kau tidak sedang berpikir yang aneh-aneh tentangku, kan?" Aku menatapnya dengan senyum kecil.

"Ap—ap—apa yang kau bicarakan, memang suhu tubuhku panas, kok." Wajahnya memerah dengan mulut yang sedikit terbuka kaget.

Ternyata mempermainkannya cukup lucu juga. Ekspresi itu sungguh seperti wanita yang ada di manga romansa komedi saat dijahili oleh kekasihnya.

"Oh begitu, aku kira kau orang yang seperti 'itu'."

"Apa maksudnya dengan kata 'itu' di kalimatmu?" Libiena mencubit lenganku dengan tangan kirinya.

Sakit.

"Maaf, maaf, aku hanya ingin mengganggumu saja, ahaha." "Hmph!! Lihat saja nanti, tidak aku berikan jatah."

"Hei jatah apa maksudmu?"

"Rii, berhenti menggodaku!? Sesekali kau goda Yuukiho juga, dong. Buat wajahnya merah sepertiku juga, dong!!" Libiena menggertakkan kedua giginya dan menatapku.

Memangnya kau harimau?

"Hei kalian berdua, mau sampai kapan pacaran? Lapangan itu sudah ada di depan kita." You melepaskan tangannya dariku dan mulai memasuki lapangan.

You mungkin sedang cemburu, atau mungkin dia kesal karena kunci mobilnya masih hilang, dan kami malah bermesraan.

"Hei tunggu kami!!"

Kami bertiga mulai mencari ke segala sisi dari lapangan itu. Luas sekali lapangan ini, bahkan setelah kami mencarinya beberapa menit, kunci mobil itu tidak ditemukan. Bikin kesal saja.

Libiena sudah menyerah mencari kunci itu, dia terduduk lelah, sedangkan You masih mengecek berbagai tempat. Tempat sampah? Bodoh sekali You, haha—mana mungkin kunci itu ada di sana.

Lalu, di dalam otak, aku berpikir peluang akan bagaimana kunci mobil itu bisa hilang. Sesekali kumpulan sel di kepala ini berpikir bahwa kejadian sekarang adalah karma karena You yang mengunciku di mobil pagi tadi.

Karma? Benar sekali aku ingat—pasangan menari You tadi bukankah orang yang tidak ingin dia tolong saat di tangga? Itu Miyu. Bagaimana jika Miyu merencanakan hal ini untuk memberikan You sebuah karma? Melihat kondisi Miyu yang tidak bisa berjalan tadi, dan Miyu melihat You yang juga acuh kepadanya, apakah dia berpikir bahwa You adalah orang jahat?

Gawat!!!

Aku berlari meninggalkan mereka berdua. Ke mana aku pergi? Tentu saja ke tempat di mana mobil itu You parkirkan. Miyu, jangan-jangan memang kau yang mengambil kunci mobil itu. Sial, aku kira kau adalah orang yang baik.

Setelah sampai tujuan, benar saja, sosok Miyu sedang berdiri di samping mobil itu dengan tangannya yang memegang kunci mobil.

"Apa yang kau lakukan, Miyu?! Kenapa kau mengambil kunci mobil kami?!" Aku menarik kerah wanita brengsek itu.

"Kak? Apa maksudmu? Kenapa kau marah seperti ini?"

"Kau masih tanya kenapa?! Sudah jelas kau mengambil kunci mobil kami, kau itu pencuri, ya?!" Aku menatapnya tajam, tanganku masih memegang kerahnya.

"Anu ... bukan seperti itu, Kak, aku hanya ingin mengembalikan kunci mobil ini."

Eh? Huh?? Loh??

Apakah benar seperti itu?

Aku melepaskan tangan yang tertempel pada kerahnya. Wanita itu merapikan bajunya kembali.

"Jangan bohong, Miyu!"

"Benar, tadi adikmu, You menjatuhkan kunci mobil ini saat mengejar Kak Libiena."

Apa?!

Apa ini yang dimaksud dengan malu tingkat tertinggi? Aku marah- marah ke orang lain yang ternyata orang itu bermaksud baik. Hancur sudah harga diri ini karena malu. Sudah hilang ingatan, harga diri pun ikut hilang. Maafkan aku, tubuh baru.

Tunggu—bagaimana dia bisa hafal nama mereka? Kalau You sudah jelas dia tahu, tapi bagaimana dia mengetahui Libiena?

"Ma—maafkan aku, sebenarnya tadi kami sangat panik. Kemudian aku mengingatmu pasangan You dan mengaitkan pada hal yang tidak-tidak." Aku membungkukkan badan sebagai permintaan maaf.

Miyu mendekatiku dengan pelan, matanya melihat deras ke arahku. Untuk apa tatapan itu? Tidak lama dari itu, dia mengeluarkan ekspresi yang aneh, mungkin tersenyum … jahat.

"Eeh … sepertinya tadi kau sudah keterlaluan padaku, Kak, bukankah aku pantas menerima satu hadiah darimu?"

Hadiah? Apa yang wanita ini inginkan?

"Apa itu, Miyu? Aku akan lakukan segalanya."

Miyu melangkahkan kakinya dan duduk di bemper mobil, tangannya perlahan melepas satu-persatu kancing bajunya.

"Tolong rapikan ba—ju—ku, dong!"

Aku menelan ludah, kemudian menatap wajah wanita liar tersebut. Matanya seperti tertanam cahaya api ungu, senyumannya sungguh membuat daun es berguguran, itu disebabkan oleh betapa panasnya visual dari bibirnya.

Tidaktidaktidaktidak. Bukan seperti ini hadiah yang akan aku berikan, mana mungkin aku bisa melakukannya!!!

"Aku tidak ingin melakukannya."

"Tadi kau bilang akan melakukan segalanya?" "Tidak dengan hal yang aneh!"

"Heeee ... jika begitu, aku akan berteriak bahwa kau telah memerkosaku, lagi pula kakiku ini sedang sakit, bukankah bukti itu sudah cukup meyakinkan mereka yang mendengar?"

Miyu menyilangkan kaki yang terluka. "Bagaimana jika aku bilang 'tolong, pria ini mematahkan kakiku dan hendak memerkosaku', pasti orang-orang langsung memenjarakanmu, Kak. Bagaimana?"

Aku yang mendengarnya hanya bisa terpaku di tempat, Miyu dengan aura menindasnya masih berada di depanku, di bemper mobil.

Sial. Wanita ini benar-benar licik.

Aku telah terjebak oleh akal bulusnya. Lalu, otak ini kembali berpikir, apakah semua wanita di dunia ini adalah orang mesum??

"Baiklah, aku akan melakukannya." Aku mulai melangkahkan kaki dan berdiri tepat di depannya.

Ingin kugambarkan posisi Miyu di sini? Apakah kalian semua akan kuat mendengarkannya? Baiklah jika itu maunya.

Kemeja putihnya terbuka karena kancingnya telah ia lepas. Lalu kakinya menyilang dengan stoking berwarna hitam. Roknya tidak seperti rok milik gadis lugu pada umumnya, dia sudah menggantinya dengan yang lebih pendek dari yang tadi siang aku lihat.

Lagi? Baiklah. Di balik kemejanya itu, ada kain atau bantalan berwana merah muda yang menutupi area vital wanita. Terakhir, jari telunjuknya memegang bibir yang mungil itu dengan senyuman yang mengerikan.

Menutup kembali bajunya dengan merapatkan kancing pada bajunya itu?

MANA MUNGKIN AKU BISA MELAKUKANNYA!!!

Bermodalkan dengan mata yang pernah melihat tubuh telanjang adiknya sendiri, aku pun berusaha menancapkan bendera perang ke otak bodoh ini.

Tenang, ini hanya bagian atas, masih tertutup juga, kau bahkan pernah melihat bagian atas dan bawah tanpa sehelai kain pun.

Ganbare!?

Aku perlahan melakukan perintahnya, dimulai dari kancing yang paling bawah menuju ke atas.

"Ahh!! Jangan pegang itu."

Bang ... sssst. Sabar. Sabar. Tenangkan dirimu, Maverick. Sialan, kenapa dia mendesah seperti itu??

Aku menggerakan kepala ke sana-sini untuk memastikan tidak ada orang yang mendengarnya. Namun aku ragu, suara itu dikeluarkan di ruangan yang mudah memantulkan gelombang suara, tidak mungkin bahwa seseorang tidak mendengarnya. Mungkin aku bisa sedikit lega karena satpam tadi pagi tidak ada di posnya.

"Bodoh, jangan mengeluarkan suara seperti itu, bukankah maumu sendiri sehingga aku melakukannya?"

"Ta—tapi, merasakan tanganmu saja seperti sudah melakukan hal itu padaku."

Level kemesuman wanita ini berada satu tingkat di atas Libiena dan You. Kenapa aku harus berurusan dengan wanita seperti dia? Benar kata You, sebaiknya aku tidak menolongnya saja tadi.

"Sudah, tugasku sudah selesai. Hei, apa-apaan dengan mukamu itu? Jangan mengeluarkan ekspresi yang seperti itu."

Dia sudah gila, apakah dia benar-benar bocah umur 19 tahun? Kenapa dia mengeluarkan ekspresi wajah yang membuatku waswas. Kalian tentu tahu ekspresi seperti apa itu, kuserahkan saja kepada imajinasi kalian.

Intinya, dia mengeluarkan ekspresi yang tidak seharusnya dihasilkan hanya karena aku memegang kancing bajunya!? Lebih ringkas, itu ekspresi wanita yang sudah puas, akan apa? Pikir saja sendiri!?

"Rii!!!"

Gawat. Hancur sudah hidupku. Aku menoleh ke belakang mendapati dua wanita dengan wajah penuh amarah.

"Hei, itu tidak seperti yang kalian bayangkan. Dia, dia yang mengambil kunci mobilnya." Aku berusaha meyakinkan kedua wanita di depanku.

"Kak Maverick sudah menggerayangi tubuhku, bolehkah aku menjadi harem-nya?"

Harem apaan bocah sialan? Wajahmu itu membuat mereka salah paham bodoh.

"Hei, kenapa ekspresimu masih seperti itu? Jelaskan kepada mereka yang sebenarnya." Aku menatap Miyu dengan tegas.

"Ekspresi ini adalah ketika seorang wanita dipuaskan oleh lelaki, aku juga terpuaskan olehmu, Kak, hehe."

Miyu malah tambah menghancurkan suasana, aku telah melihat ada aura yang menyeramkan di kedua wanita yang baru datang itu.

"Hei, aku tidak peduli itu. Jelaskan kepada kedua wanita itu sebelum mereka memukulku dan marah. Kau lihat wajah mereka, kan? Kau tahu apa yang akan terjadi, kan?" Aku menggoyangkan kedua bahu Miyu.

"Hei, Kak Libiena, seharusnya ingat aku, kan? Kak Maverick akan aku jadikan milik adik kesayanganmu ini." Miyu melepaskan tanganku di bahunya dan turun dari bemper mobil mendekati Libiena.

"Hei apa maksudnya?" Aku bertanya kepada mereka bertiga.

"Aku adalah adiknya Libiena tahu, perkenalkan, namaku Miyu Chinatsu."

Mataku tidak bisa berkedip, aku terkejut dibuatnya.

"Miyu, dari mana saja kau selama ini? Rii selalu mencari dan mengkhawatirkanmu. Lalu, sejak kapan kau mendaftar kuliah di sini?" Libiena memeluk Miyu dengan erat.

Miyu melepaskan pelukan Libiena, kemudian menatapku. "Mencariku? Jangan bercanda, dia saja tak mengingatku, kenapa dengan Kak Maverick ini?"

"Hei, apa yang kau lakukan dengan Mave baru saja?" You menyela pembicaraan kakak-adik itu.

"Kau yakin ingin tahu? Ahhh ... dia memegang tubuhku." Miyu mengeluarkan ekspresi yang seperti tadi lagi.

"Dasar mesum, kau tahu kan Mave hanya punya milikku dan kakakmu? Tidak boleh ada lagi yang masuk ke kehidupannya."

"Sejak kapan kau yang memutuskan?!"

"Yuukiho benar, tidak ada ruang lagi untuk adik tersayangku. Kau kan baru hadir dari tempat yang tidak diketahui, mana mungkin langsung bisa merebut Rii dariku!"

Arrgh!? Aku ingin pingsan saja, melihat tiga wanita mesum berdebat untuk mendapatkanku, rasanya aneh.

Apakah aku setampan itu?

Kenapa saat aku membutuhkan pingsan itu, kau tak muncul, sialan!!

"Hei cuk—"

"Diam!!!"

Belum sempat aku melerainya, kata itu terlontar dari mereka bertiga secara bersamaan dengan tatapan mengerikannya.

Baiklah. Baiklah, lakukan sesuka kalian. Aku tidak bisa menggunakan kekerasan kepada wanita, kan?

Aku melihat ke arah kemeja Miyu, dan mulai mengarahkan tangan ini masuk ke saku kemejanya. Iya. Kunci mobilnya ada di saku kemejanya. Masalahnya itu hanya ini, hanya kunci mobil saja. Kalian bertiga sadarlah!?

"Pyuh!!! Hei mesum, kenapa kau memegang dadaku." Desahan itu dihasilkan oleh Miyu.

Aku sudah mengambil kunci mobilnya.

"Bodoamat, kalian bertiga berkelahi saja. Aku ingin pulang."

Aku menekan tombol yang ada pada kunci itu untuk mematikan alarm keamanan. Akhirnya aku bisa membuka pintu mobilnya juga setelah sekian lama beradu jari dengan tombol pada kunci mobil ini.

Tunggu—kenapa mereka malah ikut masuk ke mobil ini? Ayo lanjutkan saja perkelahian kalian, biarkan aku pulang saja.

"Sudah puas berkelahi? Wahai ketiga wanita mesum."

"..." Mereka diam.

"Aduh sakit!!" Tiga tangan tiba-tiba mencubit lengan dan pipiku.

Apaan, sih?! Apa salahku??

Argh—hatiku sangat kesal hari ini, aku pikir sudah cukup dua wanita saja yang sifatnya sama.

Namun kenapa aku diberikan satu lagi? Tuhan, kenapa?

Aku mulai menyalakan mesin dan menjalankan mobil ini dengan perasaan marah dan kesal, sebelum sesaat otak bodoh ini menyadarkanku.

Aku tidak tahu cara mengemudikannya!!!

Bruakk!!!

Aku menabrak tembok di depan. Untungnya hanya sedikit saja tenaga yang diberikan kaki ke pedal di bawah itu.

"MAVERICK!!!"

Aku menoleh ke belakang dan sudah pasti tahu apa yang akan terjadi.

Maaf tubuh lama.

Hidupku sepertinya akan berakhir di sini saja.

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

Sari_Ranacreators' thoughts
Siguiente capítulo