♦
Ⅴ
♦
Sudah empat jam saat kami berdua sampai di rumah. You memenangkan lomba larinya karena dia curang, dan sebagai hukuman untuk yang kalah, aku harus mencuci pakaiannya.
Padahal dia sendiri yang curang, kenapa malah harus aku yang menerima hukuman ....
Dasar adik durhaka!!
Saat ini di depanku ada You yang tidur di karpet sembari menonton televisi, sedangkan aku sendiri duduk di sofa dan juga menonton televisi.
"You, soal tadi sore aku masih belum paham ...."
"Oh itu, aku bercanda kok." You mengusap kepalanya.
Aaa—
Tidak ada reaksi yang bisa keluar dari wajahku ini selain mata yang tidak berkedip dan mulut yang ternganga. Siapa yang bisa membuatku sekaget dan sekesal ini selain You.
"You!!" Aku menatapnya dan melemparkan bantal sofa kepadanya.
"Aduh!? Mave, jangan kasar sama wanita!?"
"Aku tidak peduli."
"Mave jangan marah, aku tidak bermaksud seperti itu."
"Lalu, apa maksudmu?"
"Kita memang bukan saudara kandung, melainkan saudara tiri."
"Lalu, bagian mana yang kau jadikan bahan candaan?" Aku menatap You dengan serius.
"Umm ... aku tidak cemburu padamu dan Libiena. Karena aku tahu perasaan Mave pasti ada di hatiku dan Libiena." You berdiri dan duduk di sampingku.
"Baiklah, aku memaafkanmu. Lalu apakah diriku yang dulu menerima dirimu sebagai pacarnya?" tanyaku.
"Benar, kau sudah mencintaiku ... sepertinya." You tersenyum lesu kepadaku.
Sepertinya?
Berarti sosok itu belum mengungkapkan perasaannya kepada You!? Semua berarti tergantung pada tubuh ini sekarang.
"Aku belum mengungkapkannya kepadamu?"
"Bagaimana kau bisa mengungkapkannya, sekarang malah hilang ingatan itu muncul. Namun, Mave, kau itu benar-benar mencintaiku, kok."
"Berarti, sosokku yang dulu itu hanya menganggap Libiena sebagai pacarnya?"
You mengangguk.
Syukurlah sosokku yang dulu masih normal, karena masih menahan diri untuk tetap memiliki satu kekasih.
"Kau juga sepertinya mencintai ... wanita itu."
Wanita itu?
"Libiena?"
"Bukan, aku tak pernah bertemu dengannya. Dia adalah adiknya Libiena, sosok pertama yang katanya mengubah jalan hidupmu."
Mengubah ja … lan hi … dupku?
Libiena juga menyinggung adiknya tadi pagi. Namun apakah sosok itu sangat penting juga bagiku? Lalu, kenapa sosoknya tidak muncul bersama Libiena? Ah—lupakan saja.
Televisi itu masih menyala, akan tetapi suaranya terasa tidak bergeming di hadapan kami berdua. Keheningan ini berlanjut beberapa saat.
"Terlepas dari siapa yang bisa mengubah hidupmu, aku sudah cukup senang perasaanmu kembali padaku."
"Apakah kau sedih saat aku kembali menghilangkan perasaan itu?"
Perasaan yang dimaksud adalah tentang kasih sayang yang dirasakan oleh You dari sosok lamaku. Pastinya dia sangat tertekan mengingat sosok yang menyayanginya itu tiba-tiba menghilang.
"Awalnya sedih, karena harus membangun hubungan dari awal lagi. Namun aku tidak bisa menyalahkanmu karena kau itu hilang ingatan, bukan melupakan ingatan secara sengaja."
"Maafkan aku, You."
"Berapa kali kau ingin meminta maaf, Mave? Sudah kubilang itu bukan salahmu!"
Kami terdiam tanpa suara lagi. Televisi itu benar-benar menjadi penonton atas kami yang baru saja bercerita.
Sekarang aku tahu bahwa sosok yang dulunya menguasai tubuh ini masih belum menyatakan perasaannya kepada You, dia hanya menganggap Libiena sebagai pacarnya.
"Mave, cepat cuci bajuku!! Kau kan kalah lomba lari tadi." You menyilangkan tangannya dan menatapku.
Sialan, sekarang aku jadi pembantu di sini? Sungguh tega adikku ini, memanfaatkan manusia yang hilang ingatan dan dijadikan pembantu.
Dugaanku malam itu terbukti sekarang ....
"Tapi dalamanmu kau cuci sendiri!" Aku beranjak dari sofa dan bertujuan menuju ke kamar mandi.
"Sekalian saja."
Dia ini ....
Apa sudah tidak memiliki urat malu? Dia bahkan sudah tidak takut denganku sedikit pun, jika aku ingin melakukan hal yang mesum, mungkin saja sudah bisa. Namun tentunya diri ini tidak sebodoh itu, aku ini masih seorang manusia bukan seekor binatang.
"Kau sudah tidak memandangku mesum?" Aku menoleh ke arahnya.
"Aku memandang semua lelaki itu mesum, termasuk dirimu." You membalas tatapanku.
"Cuci sendiri dalamanmu!!" tegasku.
"Baiklah, aku yang cuci nanti."
Hal menarik yang dapat diambil selama dua hari ini, You menjadi lebih terbuka kepadaku. Namun You masih memandang orang lain adalah musuh terberatnya, benar itu adalah efek dari pelecehan yang dia alami selama SMA. Jadi bisa dibilang You bersifat agresif hanya kepadaku, itu pun setelah kejadian pingsan saat sarapan.
Sebelum itu, dia masih tertutup kepadaku, bahkan saat memeluknya di rumah sakit pun, dia masih sempat berpikir bahwa aku mesum. Sekali lagi ya ... aku tidak tahu itu hanya sebuah trik atau bukan darinya.
Dasar You aneh.
●●●
Aku telah selesai mandi dan bersiap untuk menghampiri You yang sedang memasak di dapur. Sejenak otak ini memikirkan sesuatu—benar, nanti aku harus mencatat semua hal yang sudah dialami tubuh ini setelah hilang ingatan.
"Hei, bagaimana bisa kau hilang ingatan? Lalu kenapa dengan tidur sore bisa menyebabkan ingatanmu hilang." Aku berbicara kepada diri sendiri yang tertera di cermin kamar.
Samsak di samping itu membuatku ingin memukulnya hingga hancur, aku benci dengan hilang ingatan ini. Seharusnya sekarang aku sedang merasakan sebuah hal yang dinamakan cinta, tapi otak di kepala ini merenggutnya.
Tidak—aku tidak boleh menyalahkan Tuhan.
Aku menghampiri samsak yang menggantung, lalu kupukuli samsak itu secara terus-menerus dengan amarah dan kebencian yang ada diluapkan di setiap pukulan. Semua amarahku ada di dalam setiap pukulan yang mengenai bidang samsak itu.
Buakk!! Buakk!! Buakk!!!
Samsak di depan bocor, pasirnya mengotori lantai kamarku.
"Sial, sial, kenapa denganku? Aku bahkan tidak menyadarinya." Aku menunduk dan mencoba membereskan pasir yang berserakan.
"Bodoh, bagaimana jika You mengetahuinya?" gumamku kesal.
Beberapa saat kemudian, You datang ke kamarku ditandai dengan pintu yang bersuara. Mungkin karena aku yang sangat berisik memukuli samsak di malam-malam begini.
"Mave? Sedang apa kau?"
"Tidak ada apa-apa kok, You. Sudah selesai memasak menu yang kau janjikan tadi siang kepadaku?" Aku berdiri dan membuang pasir itu ke tempat sampah sehingga membelakangi posisi You.
"Aku tidak suka ...."
Hah? Tidak suka apa?
Aku menoleh ke arah You yang ternyata sedang menatap murung lantai dengan tangan yang mengepal dan berada di pintu kamarku.
"Tidak suka apa, You?"
"Aku tidak suka Mave yang sedang marah!! Aku membencinya!!!"
Brangg!! You berlari keluar dari kamar dan menutup pintunya dengan sangat keras.
Aku segera mengabaikan pasir yang sedang kubuang dan segera mengejar You. Hei siapa yang marah? Aku sama sekali tidak marah denganmu You.
Aku menuju ke ruang keluarga dan mendapati pintu depan yang sudah terbuka.
Gawat.
●●●
Aku segera keluar dari rumah untuk mencarinya. Apa yang salah denganku? Aku bahkan tidak mengerti akar masalahnya ada di mana.
Ketemu juga, You sedang duduk di bangku taman kecil dan menangis. Aku mendekatinya dengan perlahan.
"You? A—aku tidak marah padamu, mana mungkin aku bisa marah pada adikku sendiri." Aku duduk di sampingnya.
You masih terdiam, aku ingin menyentuh pundaknya untuk memenangkannya tapi aku takut itu akan menambah buruk suasananya.
"Maafkan aku, You, jika membuatmu sedih."
Ini benar-benar tidak baik, You sama sekali tidak merespon dan melihat ke arahku. Dia hanya menatap dua tangan yang saling meringkuk itu, menandakan bahwa wajahnya tidak ingin dilihat oleh siapa pun karena sedang menangis.
"Aku benci ke—tika Mave hilang kendali, kenapa kau bisa menghancurkan samsak itu!! A—aku masih tidak mengerti!? Apalagi jika itu bukan wujud dari kekesalanmu??"
"Aku tidak hilang kendali, aku tadi tidak sengaja memukulnya hingga sobek. Apakah samsak itu punyamu? Akan kuganti besok."
"Bodoh, Mave memang bodoh. Bu—kan itu yang kumaksud!!" You mengusap air matanya.
"Aku hanya bermain tadi, tidak ada kekesalan dan amarah dalam diriku."
Meskipun itu semua bohong, maaf You aku berbohong kepadamu untuk pertama kalinya.
"Syukurlah jika benar seperti itu, aku takut Mave, aku takut ...." You memelukku dengan erat.
Takut? Bukankah ada aku di sini?
"Apa yang kau takutkan, You?"
"Aku takut ketika Mave marah, ucapanku tidak kau dengar lagi. Marah itu yang menguasaimu, sebab itu aku lebih memilih lari hingga kau tenang."
Melihat dirinya yang mengatakan itu, aku sekarang sadar bahwasanya sosok ini memiliki sisi negatif.
Seburuk itukah sisi negatifku, selain dari kelemahanku yang takut akan eskalator?
"You, ingatlah kalimatku ini. Aku tidak akan mungkin marah kepadamu. Hati dan otak inilah yang mengatakan hal itu."
"Kau ingin tahu kenapa aku takut ketika kau marah?" You melepaskan pelukannya dan menatapku.
"Kenapa?"
"Kau bisa membunuh orang. Aku masih ingat ketika kakak kelas yang ingin memerkosaku, dia tidak bisa berjalan sekarang. Itu karena kau mematahkan kakinya Mave, padahal kau sudah membuatnya tidak sadarkan diri. Namun kau malah masih menghajarnya dan mematahkan kakinya itu."
Mata ini benar-benar terbelalak, kalau tidak salah memang aku pernah menolong You ketika dia ingin diperkosa oleh kakak kelasnya. Aku ingat kisah itu dari You dalam mimpi, tapi aku tidak menyangka akan berbuat seburuk itu.
Apa yang telah kulakukan?
Merenggut masa depan orang lain?
Meskipun begitu, kenapa hatiku tidak merasa bersalah?
Benar ... itu adalah harga yang pantas untuk orang biadab sepertinya. Bahkan jika diperlukan, aku harus membunuhnya … orang yang berani melukai adikku.
Inikah sifat asliku?
Aku menoleh ke arah You yang kini sudah lebih tenang dari sebelumnya, maafkan aku karena membuatmu takut, You.
"You, alasan tadi diriku terlihat seperti kesal adalah karena aku benci akan hilang ingatan ini, itu saja." Aku mengelus rambut You dan menatap ke arah Bulan.
"Aku tahu, padahal sudah lama kita menghabiskan waktu bersama. Namun sore itu, aku benar-benar ingin bunuh diri karena kau pergi meninggalkanku."
"Maafkan aku."
"Bukan salahmu. Menyesalinya pun tidak akan ada gunanya."
You benar, tidak ada gunanya mengeluh.
Suara lantunan jangkrik yang memiliki interval nada menemani kami berdua, wujud mereka tidak ada, tapi suara mereka itu merambat melalui udara dan terdengar di telinga kami. Tentu saja dengan itu, suasana kami berdua yang canggung bisa sedikit teratasi.
"Cerita tentang masa lalu kita, dong!?"
"Baiklah. Dulu kita itu rajin bertengkar saat orang tua masih hidup, tapi itu karena saying, kok. Namun setelah itu, ada kejadian yang membuat hubungan kita renggang, tapi pada akhirnya kita bisa bersama lagi."
Kejadian seperti apa?
"Lalu, apa yang ter—" Aku menelan ludah, menahan rasa sakit yang disebabkan oleh otak ini.
Sakit!? Lagi?
"Mave?"
"Ah—tidak apa-apa, aku hanya berpikir bahwa diriku seperti penjahat saja yang membuat hubungan kakak-adik menjadi renggang." Aku berdiri dan mengulurkan tangan kepada You.
"Kau memanglah penjahat, lebih tepatnya penjahat yang masokis." You berdiri dan berjalan menggandengku.
Ah—hatiku kenapa berdetak cepat sekali, sosok adik yang baru dikenal tempo hari, kini benar-benar terlihat cantik. Sorot matanya itu terlihat sangat indah dengan berpadukan cahaya biru rembulan.
Tsuki ga kirei.
Sinar Bulan menuntun dan menemani kami berdua menuju ke rumah. Terima kasih, You, meskipun kau belum diingat olehku sekarang, tapi kau sepertinya sudah membuat diriku yang lama bahagia.
●●●
Sekarang pukul 23.03 malam, di mana hari keduaku akan segera berakhir. You sudah tertidur setengah jam yang lalu, aku sudah meninggalkan kamar You dan sedang berada di kamar sendiri.
Jujur saja, dalam ingatan baru ini, aku belum mengerti akan perasaan You dan Libiena, tapi bukan berarti aku mengabaikan mereka.
Aku bergegas mengambil buku dan pena untuk menuliskan apa yang telah terjadi dua hari yang lalu hingga sekarang. Di meja itu, terdapat sebuah lilin berbentuk bunga mawar yang berwarna ungu. Ah—lupakan saja.
Aku mulai menggoreskan tinta itu.
Rangkuman setelah aku hilang ingatan.
1) Aku terbangun dalam keadaan hilang ingatan dengan sosok You yang muncul tiba-tiba.
2) Aku selalu bermimpi ada seseorang yang mengatakan kalimat, "Kau tidak sendirian di dunia ini, ada aku di sini, tepat di hatimu yang akan berisi kehangatan."
3) Aku menjadi pingsan saat mencoba memikirkan dan mencari tahu tentang ingatan lamaku. Sebaliknya, hatiku sakit dan sesak ketika mencoba melupakan ingatan lamaku.
4) Saat aku pingsan, aku sudah dua kali mengalami kejadian yang tampak nyata. Kejadian itu menuntunku ke sebuah kalimat, "Bukankah itu yang harusnya kau ingat sendiri?" Setelah mendengar itu, aku langsung pingsan kembali. Benar, pingsan di dalam pingsan.
5) Belum kutemukan fakta menarik lagi.
Aku menutup buku itu dan meluncurkan tubuh ini ke kasur, ah~wangi parfum You masih ada. Aku melihat ke arah samsak dan menyesali perbuatan yang sudah membuat You takut. Setelah berpikir sejenak, otak ini mencoba untuk mulai merenung.
Libiena, dia sosok yang aneh dan sifatnya tidak bisa ditebak, tapi dia sangatlah baik hati. Otak ini juga mengenalinya meskipun hanya sebongkah ingatan saja.
You, meskipun malam itu kau seperti wanita berdarah dingin, akan tetapi kini kau menunjukkan sifat aslimu yang sangat lemah. Maaf, You, padahal sepertinya hati ini mengatakan bahwa engkau adalah segalanya, tapi otak ini masih menolaknya.
Sebenarnya, sosok sesungguhnya dirimu itu yang mana, You?
Akhirnya kesadaranku habis juga, selamat tinggal hari kedua di dunia ini.
Hari yang indah. Semoga ingatanku pulih besok.
Malam itu aku kembali bermimpi, berjalan bersama seseorang di pantai, sosok itu kembali berkata.
"Kau tidak sendirian di dunia ini, ada aku di sini, tepat di hatimu yang akan berisi kehangatan."
Kalimat itu terdengar untuk ketiga kalinya.