webnovel

Chapter 11

POV Author

Daniel terbangun dari tidur saat samar-samar terdengar ketukan dari pintu kamarnya, saat bergerak, seluruh badannya sakit, dirinya baru menyadari jika semalam dia tertidur di lantai kamarnnya. Daniel tertidur karena terlalu lelah menangisi nasibnya, yang tidak seberuntung Safaraz dalam mendapatkan perhatian almarhum bapaknya.

Pelan-pelan dia bangkit, kemudian dengan berpegangan pada ranjangnya sebagai penopang berat badannya. Daniel berjalan ke arah pintu kemudian membukanya. Awalnya dia berfikir jika yang mengetuk pintu adalah Safaraz, seperti kebiasaanya setiap hari, namun pagi ini berbeda, yang membangunkannya adalah Bik Minah, asisten rumah tangga yang sudah mengurus dirinya sejak remaja.

"Maaf, Mas, bibik mau bangunin Mas Daniel, sudah pagi,"

"Oh, iya, Bi, tumben bibik yang bangunin, Safaraz ke mana?" tanyanya heran.

"Den Safaraz tadi berangkat pagi-pagi buta, Den, ada telpon darurat dari rumah sakit, tapi dia sudah siapin sarapan buat Mas Daniel kok." sahut Bik Minah menjawab keheranan Daniel.

"Oh gitu, yaudah, terima kasih, Bik, saya mau siap-siap dulu"

"lya, Den." ucapnya seraya meninggalkan kamar Daniel.

Daniel sarapan seorang diri di meja makan, menu nasi goreng kornet plus potongan sosis sapi di atasnya, dia makan dengan tidak berselera. Entah ada yang berbeda yang dia rasakan sejak bangun tidur tadi. Mengapa hatinya terasa gelisah.

Hari ini rencananya dia akan fitting pakaian pernikahan, dengan Adelya di butik langganan mereka. Daniel juga berencana untuk membawa Adel bertemu ibu dan keluarga besarnya malam ini, untuk memberitahukan jika dirinya akan menikah pekan depan. Dirinya berusaha mempersiapkan segalanya dengan sempurna walaupun dengan waktu yang sangat singkat.

Dari rumahnya Daniel pergi menuju kantor tempatnya bekerja, perusahaan yang almarhum ayahnya dirikan ini begerak di bidang ekspedisi. Sejak ayahnya meninggal, Daniel-lah yang menduduki kursi kepemimpinan di sini. Tentu bukan cuma-cuma, dirinya harus rela dinikahkan dengan laki-laki yang tidak dikenalnya sama sekali, demi bisa mendapat kursi tersebut.

"Kenapa harus dengan dia, Pak? Bapak kan tau, Daniel sudah punya calon istri sendiri, Bapak juga sudah kenal Adelya dari lama, kenapa tiba-tiba bapak minta Daniel putusin dia dan nikahin selingkuhan bapak itu, hah?" keluhnya saat itu, kala Bapaknya tiba-tiba datang ke kamarnya dan mengatakan hal meruntuhkan impiannya.

"Cukup, Daniel! Bapak dengan Saf tidak ada hubungan terlarang seperti yang kamu bayangkan, dia anak bapak! Anak angkat bapak, bapak mau kamu dan dia menikah, hanya dia yang bapak setujui untuk menjadi pasanganmu, tidak siapapun selain Saf!"

"Daniel enggak mau, titik."

"Baiklah kalau kamu menolak, jangan salahkan bapak, jika bapak mengapus namamu dari daftar ahli waris, yang akan mendapatkan semua harta yang bapak miliki. Semua akan bapak berikan kepada Safaraz, termasuk perusahaan." William pergi meninggalkan anaknya yang terkejut dengan penuturannya.

"Bapak enggak bisa seenaknya sama Daniel, Pak! Daniel anak kandung bapak, bukan laki-laki murahan itu!!" teriaknya lantang, membuat langkah William terhenti.

William berbalik dan melayangkan sebuah tamparan ke pipi putra satu-satunya tersebut, kemarahan dan kecewa terlihat dari binar mata keduanya. Jika William marah dan kecewa karena Daniel tega menuduh dirinya dan Safaraz ada affair, Daniel justru kecewa dan marah karena merasa harga dirinya sebagai anak di injak-injak, karena harus kalah saing dengan anak angkat yang juga dia anggap simpanan bapaknya.

"Jangan pernah kamu bilang dia laki-laki murahan, Daniel!! Safaraz anak baik-baik, dari orang tua yang baik pula. Jangan pernah sekali-kali kamu berfkiran jika bapak dan dia terlibat hubungan terlarang, kamu sendiri tau bagaimana cintanya bapak sama ibumu." tandas William sebelum memutus kontak matanya dengan mata milik Daniel, kemudian pergi meninggalkan anaknya sendiri.

Tok

Tok

Tok

Suara pintu membuat Daniel tertarik dari masa lalunya, ketika dirinya diminta menikah dengan Safaraz. Hari di mana dirinya mendapat kekerasan fisik, pertama kali dari bapaknya, dan itu karena bapaknya membela laki-laki yang paling dibencinya di muka bumi ini.

"Masuk!" ucapnya lantang dari dalam ruangan.

Wajahnya yang tadi tegang dan suram karena teringat percakapan masa lalunya, seketika berubah tersenyum senang, pasalnya yang mengetuk dan membuka pintu adalah Adel, wanita yang akan segera menjadi istrinya sebentar lagi.

"Sibuk, Mar?" sapa Adelya, seraya mengecup pipi kiri dan kanan Daniel.

"Enggak kok, Sayang, mau berangkat sekarang? Sekalian nanti makan siang dulu"

"Boleh, yuk"

Daniel meninggalkan kantornya bersama Adelya. Bukan rahasia umum lagi, jika Adelya sering bolak balik datang untuk menemuinya di kantor. Selama ini para pegawainya tidak mengetahui jika Daniel sudah menikah dengan Safaraz, karena saat pernikahan, hanya mengundang keluarga besar dan rekanan terdekat saja di luar negeri.

Mereka berdua berhenti di sebuah restoran untuk makan siang terlebih dahulu, sebelum melakukan fitting baju pernikahan. Sambil makan mereka membahas konsep pernikahan mereka. Terlihat raut kebahagiaan dari dalam diri Daniel maupun Adelya. Mereka seakan lupa, jika pernikahan yang akan mereka bangun di atas kesedihan laki-laki lain.

*************

Sementara itu Safaraz baru saja selesai berkutat dengan pasiennya di ruang operasi, sebagai seorang dokter residen bedah, Safaraz harus siap sedia membantu konselennya, dalam melakukan pekerjaan di rumah sakit. Sudah biasa baginya mendapat panggilan dari rumah sakit, bahkan di luar jadwal tugas jaganya.

Rencananya Safaraz akan makan siang di kantin rumah sakit saja, karena setelah ini dia masih harus membantu konselennya menjalani operasi satu pasien lagi, dan setelahnya dia harus membuat laporan klinis terhadap semua pasien-pasien yang ditanganinya.

"Hei, sibuk, ya? Kok baru makan siang? Jam berapa nih?" suara Essa yang tiba-tiba, sangat mengejutkan Safaraz.

"Yaampun, Mas! Bikin kaget aja"

"Makanya kalau makan jangan sambil melamun, dong! Kebiasaan, banyak pikiran, ya?"

"Enggak, kok, cuma capek aja"

"Capek mikirin suami kamu? Tadi aku ketemu tuh, di Bowie Resto, sama perempuan," ucapan Essa membuat Safaraz sedikit terkejut.

"Oh..." sahut Safaraz sekenanya.

"Sampai kapan?"

"Apanya?"

"Sampai kapan kamu mau menyiksa diri, Saf? Lepasin Daniel, menikah sama aku, yuk! Aku enggak bisa move on dari kamu, Saf, kamu masa depan aku dan aku adalah masa depan kamu, Saf. Enggak ada keharusan membalas budi dengan mengorbankan kebahagiaanmu sendiri. Saf, kamu masih muda, kamu butuh seseorang yang menghargai kamu. Jangan kamu fikir, aku enggak tau apapun tentang pernikahan kalian. Aku tau, Saf, sumpah demi Tuhan, aku tau jika selama ini kamu hanya pura-pura bahagia, kan?" tutur Essa panjang lebar, berusaha meyakinkan Safaraz agar mau kembali bersamanya.

Safaraz diam tidak menanggapi, dirinya takut jika akan menangis jika mengeluarkan sepatah kata saja. Essa yang merasa paham dengan yang Safaraz rasakan, memilih ikut diam, tidak membahasnya lagi. Hatinya ikut sakit melihat laki-laki yang dia cintai justru disakiti pria lain.

"Andai kamu dulu izinin aku mengganti semua kerugian pak William yang dia keluarkan untuk membiayai kamu, Saf, mungkin hari ini kita sudah bahagia," ucap Essa pelan, seraya menarik tangan Safaraz untuk digenggamnya.

"Maaf, Mas, saya permisi dulu, masih ada jadwal operasi sebentar lagi." ucap Safaraz menghindar, menarik tangannya yang di genggam oleh Essa.

Safaraz pergi meninggalkan Essa, hatinya sakit setiap kali diingatkan mengenai rumah tangganya yang tidak bahagia. Segera Safaraz masuk ke dalam toilet, menumpahkan air mata yang sejak pagi rasanya ingin keluar.

Sejak semalam, matanya enggan terpejam, memikirkan nasib rumah tangganya yang mungkin akan segera karam. Teringat bagaimana Daniel dengan entengnya menuduh dirinya baru saja tidur dengan pria lain, sampai pada penamparan yang dia lakukan ke pipi suaminya tersebut.

Dirinya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika pekan depan suaminya akan menikah lagi dengan wanita lain, kemudian mereka hidup bahagia di bawah atap yang sama dengannya. Sungguh, hati manusia mana yang tidak sakit jika di duakan? Namun, dirinya sudah kadung tercebur di kubangan lumpur yang dia pilih sendiri.

******************

Daniel dan Adelya tiba di kediaman orang tuanya, di sana sudah berkumpul tante, om serta sepupu-sepupunya. Sengaja Daniel mengumpulkan mereka semua di sini, karena dirinya ingin menginfokan rencana pernikahannya.

"Adelya? ini serius kamu?" tanya tantenya Daniel, karena tidak percaya jika bukan Safaraz yang di bawa keponakannya malam ini.

"Benar, Tan." sahut Daniel sekenanya, kemudian melangkah masuk untuk menemui ibunya yang terkejut dengan yang anaknya lakukan.

"Dan? ka-kamu? Safaraz, mana?" tanya Pratiwi ibunya Daniel, matanya ke sana ke mari mencari keberadaan suami dari putranya tersebut.

"Safaraz enggak ikut, Bu, masih di rumah sakit, mungkin masih jaga. Bu ada yang mau Daniel dan Adel bicarain, yuk!" ungkap Daniel seraya menuntun tangan ibunya, untuk berkumpul di ruang keluarga.

Semua memandang heran ke arah Daniel dan juga Adelya, mereka bingung mengapa Daniel membawa wanita lain ke pertemuan keluarga besarnya. Namun, Daniel mencoba tidak terpengaruh dengan pandangan mereka, Daniel berusaha tenang. Sambil menggenggam tangan Adel, Daniel memulai pembicarannya.

"Malam semua, seperti yang sudah Daniel infoin di grup keluarga, jika malam ini Daniel mengumpulkan ibu, tante, om dan saudara saudara yang lain, karena Daniel mau menginfokan sesuatu. Jadi, Daniel dan Adelya, akan segera menikah, tepatnya hari sabtu minggu depan." ungkap Daniel, membuat semua terkejut dengan informasi yang di sampaikannya.

Bersambung