Beberapa jam kemudian, tampak mereka berdua berjalan kembali ke jalanan itu. Tepatnya Kachi dan Roland yang berjalan di sana.
"Hei Roland, bagaimana, kau bisa berpikir begitu, kenapa kau berpikir bahwa kamp pelatihan itu aman?" tanya Kachi saat di jalan.
"Ya, itu karena instingku kuat," balas Roland. Tapi tiba-tiba saja ada satu mobil jep militer melaju dari arah depan mereka, membuat mereka terkejut.
Lalu mobil itu berhenti mendadak dan langsung keluar beberapa orang di sana. Hanya ada dua orang yang menodongkan senjata, membuat Roland dan Kachi mengangkat kedua tangannya.
"Katakan siapa kalian?" salah satu lelaki dengan penutup maskernya menodongkan senjata, tapi ia terkejut sendiri ketika melihat wajah Roland.
Ia perlahan menurunkan senjatanya. "Senior?" tatapnya membuat Roland bingung.
Lelaki itu membuka masker dan seketika Roland terkejut. "Siapa?" ia malah bingung, membuat suasana terdiam.
"Haiz... Senior memang selalu begitu, aku salah satu anggotamu dulu, terima kasih atas didikanmu," kata lelaki itu.
"E... Aku masih bingung, sebenarnya kami pergi dan menemukan papan bertuliskan kamp pelatihan dan tertarik untuk ke sana," kata Roland.
"Ah, tentu, Anda bisa berkunjung... Masuklah."
"Ah tidak perlu, bagaimana jika kalian duluan, aku sekalian menikmati pemandangan di sini," Roland menolak.
"Oh baik, Anda benar-benar baik. Kalau begitu, aku duluan," lelaki itu masuk dan langsung mengemudikan mobilnya berjalan kembali ke jalurnya tadi.
"Roland, kenapa kau tidak mau menerima tumpangan, kau pikir berjalan begini tidak capek?" Kachi menatap kesal.
"Jangan salah, aku berjalan sambil berpikir dulu, aku tidak menyangka dia bisa kenal aku, itu saja," balas Roland.
---
Mereka menemukan sebuah tempat yang sangat luas dan juga di sana banyak sekali orang-orang yang melakukan rutinitas olahraga dengan pakaian tentara mereka.
"Apakah ini tempat pelatihan militer yang kau bicarakan itu?" Kachi menatap sekitar dengan rasa yang sangat bingung, banyak sekali di antara mereka hanyalah seorang pria.
"Sepertinya memang begitu, ini sepertinya tercipta dari kain militer yang mereka semua telah mengungsi di sini..." balas Roland.
"Hais, terserah. Aku tidak akan bertanya lebih dalam lagi sebanyak itu tentang mencari tahu tempat ini."
". . . Tunggu dulu, kita punya perjanjian dengan orang di sini, siapa sih aku lupa namanya, mungkin dia akan menghampiri kita nanti," Roland menatap.
Tak lama kemudian, ada seorang pria dengan baju tentara lengkap tanpa topinya datang mendekati mereka di pagar kawat yang besar.
Pagar-pagar itu berbentuk kawat dan berlubang kecil-kecil dan di atasnya ada sesuatu yang tajam agar tidak ada prajurit yang lolos ataupun melarikan diri dari sana. Jadi, bisa dibilang di sana tempat yang aman dengan benda-benda yang berbahaya untuk pelatihan.
"Selamat siang, dan selamat datang di kamp pelatihan militer di sini. Aku tidak menyangka kalian bisa sampai di sini tanpa adanya pengamanan yang ketat, padahal di luar sana sangat berbahaya, apalagi di hutan-hutan. Kalian beruntung, dan di sini banyak keamanan di antaranya adalah prajurit yang bisa bertarung. Kami di sini berlatih dan berlindung di sini di antara banyaknya zombie itu," kata lelaki dengan bahasa ramahnya.
"Ya, kami datang kemari sendirian menggunakan mobil kami, apakah aku bisa tahu soal kamp ini di sini?" Roland menatap.
Sementara Kachi terdiam di samping Roland. "(Haiz… bagaimana ini, aku benar-benar sangat malu, ada banyak pria di sini dan sejauh ini aku tak melihat wanita satu pun, kenapa tidak, paling tidak ada beberapa tentara wanita, haiz….)"
"Ya, bisa. Jadi begini, kamp kami ini sudah berdiri sejak 2 tahun yang lalu, baru dibangun di tengah hutan ini. Di kota Kyoto sangatlah berbahaya dan kami memilih untuk berlindung di tempat ini karena memang ini yang bisa kami lakukan. Sebelumnya, kamp ini bertugas melatih anggota tentara baru, jadi bisa Anda lihat bahwa di sini banyak lelaki yang masih muda dan lemah, tidak bugar, tentunya butuh bimbingan kami para atasan yang bersedia melatih mereka agar mereka dapat melindungi diri maupun orang lain. Jiwa mereka tak jauh dari bawahan yang mau disuruh. Aku akan memperkenalkanmu pada mereka, agar mereka tahu bahwa kau adalah senior Roland yang menjadi pengurus asisten kapten, suatu kehormatan bisa bertemu komandan sepertimu," kata lelaki itu.
"Hahaha, sangat aneh jika hanya kau yang tahu nama di antara kita," Roland menatap akrab.
"Ah, maafkan aku. Aku adalah Ariya. Aku hanya sebatas komandan pelatihan untuk mereka. Aku dengar, senior Roland adalah seorang penjaga klinik yang memeriksa anggota yang sakit?"
"Pengetahuan ku hanya dasar, dan ketika masih melatih, aku diminta berjaga saja, bukan tetap di sana. Bahkan memeriksa anggota yang sakit maupun terkilir pun aku masih menggunakan seragam militarku. Rasanya agak menyusahkan terus menjelaskan sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan pada mereka, dan sekarang kiamat ini benar-benar menghancurkan semuanya," kata Roland.
"Iya, Anda benar. Sekarang bisa aku ajak Anda jalan-jalan? Oh, ngomong-ngomong, pacar Anda?" Ariya menatap Kachi yang berwajah terkejut ketika mereka melakukan kontak mata.
"Ah, bukan, dia hanya rekan saja," balas Roland.
"Oh, kupikir pacar Anda. Bisa aku tahu nama mu?" Ariya menatap ramah padanya.
"Um, aku Kachi," Kachi membalas dengan wajah yang sedikit memerah malu.
"Baiklah, bisa aku minta waktunya sebentar, bisa tunjukkan kantin? Mungkin biarkan Kachi menunggu di kantin selama kau mengantarku berkeliling," kata Roland lalu Ariya mengangguk.
Mereka akhirnya sampai di kantin. Kantin itu hanya sebatas tempat kecil dengan penutup kios yang terbuka. "Silahkan, di sana ada wanita kantin juga, mungkin kau bisa mengobrol dengan nya, jangan takut dan ada banyak kopral di sini. Mereka pandai menjaga sikap mereka," kata Ariya menatap ramah sekali lagi pada Kachi yang terdiam mengangguk.
"Anu, bisa ku bicara dengan Roland sebentar saja?" Kachi menatap membuat Roland terdiam bingung.
"Ya, tentu, aku akan menunggu," Ariya mengangguk.
Lalu ia berjalan pergi meninggalkan mereka berdua.
"Jadi, apa?" Roland menatap ke Kachi yang menghela napas panjang.
"Kamu tahu kan, sejauh ini aku hanya melihat lelaki sangat banyak dan aku sangat takut. Kau seharusnya tahu perasaan wanita ketika di sini tak ada sejenisnya," Kachi menatap.
"Haiz.... Bisa kau lihat ke sana," Roland menunjuk bagian dalam kantin, dan di saat itu juga, Kachi melihat banyak wanita yang melayani para tentara yang makan siang di sana. Kachi menjadi terdiam, ia tak menduga ada banyak wanita juga yang memasak di kantin.
"B... Baiklah... Lalu bisa katakan padaku apa tujuanmu dan kenapa kau bisa tahu kamp, kamp seperti ini?" tanya Kachi padanya yang terdiam.
"Jadi begini, dalam angkatan militer ada beberapa kamp di sini termasuk kamp pertama ini. Ukurannya memang agak kecil karena di sini tempat dilatihnya para tentara. Tentara awal akan dilatih. Ketika mereka sudah menguasai fisik dan pengetahuan peraturan, mereka akan langsung dikirim ke kamp selanjutnya, begitu seterusnya hingga mereka memilih bidang apa yang akan membuat mereka menjadi komandan dan mengalahkan tingkatan ketua. Tapi itu sulit, butuh waktu selama 20 tahun untuk bisa duduk di bangku ketua. Sayangnya tak bisa semudah itu, malah membuat tingkatan ketua permanen terus menerus. Aku salah satu yang ingin jadi ketua malah keluar dari militer karena Line. Aku tertarik dengan pendapatnya, alhasil kami berdua keluar tapi tidak bersama. Kami berpisah dan dipertemukan saat kiamat itu. Kamp ini masih jauh dari berita, mungkin mereka tak akan tahu buronan masuk ke tempat mereka termasuk aku. Pangkatku sudah tercemar tapi mereka masih menganggapku sebagai senior maupun pelatih," kata Roland.
"Lalu siapa lelaki yang sok kenal denganmu itu?" Kachi menatap.
"Dia adalah Ariya. Aku tak ingat pasti, tapi yang jelas dia pernah aku ajari dengan yang lain di kamp atas."
"Tunggu, umur kalian terlihat sama, kenapa kau sudah jadi komandan?"
"Haiz, kan aku sudah menjelaskan, jika salah satu anggota lebih unggul maka dia akan lulus duluan dan bisa masuk ke tingkat berikutnya," balas Roland.
"Jadi begitu, hm…" Kachi mulai mengerti.
"Kalau begitu baiklah, aku akan pergi. Aku masih harus melihat-lihat tempat ini," kata Roland.
"Tunggu, di sini itu banyak nyamuk. Apakah kau tidak tergigit dari tadi?" Kachi menunjukkan tangannya yang sudah banyak digigit nyamuk.
Kebetulan di saat itu juga, Ariya datang. "Hai, apakah sudah selesai?" tatapnya. "Kebetulan aku bawa sesuatu untukmu," Ariya memberikan losion nyamuk pada Kachi setelah melihat tangan Kachi secara kebetulan.
"Ah, terima kasih, kamu baik sekali," Kachi menerimanya. Lalu Ariya membalas dengan tersenyum dan menatap ke Roland. "Senior, bisa kita mulai?"
"Ya baiklah, Kachi, tunggulah aku di sini," tatap Roland, lalu Kachi mengangguk.
Kemudian kedua lelaki itu berjalan pergi. "Senior, sudah berapa lama senior meninggalkan penugasan?" tatap Ariya sambil berjalan.
". . . Sebenarnya sudah ada 1 tahun aku meninggalkan militer untuk mencari seseorang, dan ngomong-ngomong, apakah kau sudah tahu di luar sana itu bahaya, kenapa masih saja bertugas di sini?" tatap Roland melihat banyak sekali orang berlatih fisik meskipun tanpa seragam militer.
"Begini, tepat di tanggal 7 Desember, wabah ini mulai terjadi. Tempat luas dan hutan seperti ini pastinya tak ada yang tahu dan kami yang masih berlatih di sini, mengetahui hal itu. Dari radio aku mendapatkan laporan dari berbagai belah pihak kamp militer. Mereka bilang, tetaplah mengurus kamp militer di sini dan peringatkan setiap anggota untuk waspada, tidak keluar perbatasan pagar kecuali mencari sesuatu yang dibutuhkan dengan perizinanku sendiri. Kami yang tahu itu, membentuk banyaknya keamanan dan sudah menduga bahwa virus itu tak akan sampai kemari. Kami menjaga persediaan kami dengan beberapa tentara yang aku tugaskan bergantian menaiki mobil resmi untuk ke kota mencari persediaan. Semakin waktu berjalan, kami sudah beberapa kali menemukan orang-orang yang berhasil selamat. Mereka meminta izin di depan pagar depan dan aku sudah mengecek mereka, dan hingga saat ini, mereka bergabung menjadi anggota militer untuk berlatih penguatan. Yang lelaki menjadi tentara dan yang perempuan bertugas mengatur makanan dan pertanian yang kita atur," kata Ariya.