webnovel

BAB 11. HADIAH ALAM (RENGGANIS)

"Itu karena sewaktu hamil kamu memikirkan atau mbatin seseorang yang matanya sipit, atau kamu terlalu banyak bergaul dengan orang Cina"

Itu yang seringkali orang bilang saat melihat anak keduaku yang ketika semakin tumbuh besar matanya semakin tampak sipit seperti orang Cina, padahal tidak ada keturunan Cina dari keluargaku maupun Bantar, Bapaknya. Aku sendiri kurang memahami dengan kenyataan atas bentuk wajah anakku yang beberapa mirip Bantar dan beberapa mirip diriku, namun matanya mengingatkan kami berdua pada mata seseorang.

Selama beberapa tahun ini aku banyak mempelajari tentang teori Genetik juga teori seleksi alam dan perjuangan beragam ras dalam bertahan hidup di dalam teori Darwin "The Origin of Species." Teori Darwin ini memang belum sempurna dan banyak bolong di sana sini, namun teori ini berhasil memberikan ilustrasi sebagai dasar perkembangan selanjutnya pada setiap cabang ilmu pengetahuan manusia. Ilmu yang mempelajari dasar genetik ini memang telah banyak mengalami perkembangan hingga ditemukan bercabang-cabang ilmu dan teori tentang manusia, namun aku merasa ada beberapa hal yang dilupakan dari banyak perkembangan ilmu tersebut.

Setiap kali aku mengamati wajah anakku, semakin aku tidak mengerti dan mesti kembali lagi ke teori dasar tentang Gen tersebut. "Natura non facit saltum", alam tidak membuat lompatan. Mungkin seperti itulah ungkapan yang sesuai untuk memulai lagi penelitian tentang manusia termasuk bagaimana anak keduaku tersebut bisa memiliki sesuatu yang berbeda dari induk semangnya. Ungkapan di atas mungkin ingin mengingatkan bahwa semua orang harus ekstra hati-hati dalam mengatakan bahwa setiap organ atau naluri atau seluruh makhluk hidup mana pun tidak dapat sampai pada keadaanya sekarang melalui banyak langkah-langkah bertahap. Dalam perjalanan penelitian "origin of species" pernah ada kasus-kasus dengan tingkat kesulitan khusus dan salah satu di antaranya yang mengherankan adalah terdapatnya dua atau tiga kasta pekerja atau betina yang steril di dalam komunitas semut yang sama.

Aku pernah dengan sukarela turut membantu seorang mahasiswa dalam sebuah penelitian pengembangan sterilitas hibrida demi mendapat bahan untuk tulisannya. Berkenaan dengan sterilitas spesies-spesies yang hampir universal ketika pertama kali disilangkan, yang bentuk-bentuknya sangat mencolok kontrasnya dengan fertilitas varietas yang hampir universal ketika disilangkan. Pada hematnya secara eksklusif menunjukan bahwa sterilitas ini tidak lebih daripada suatu keistimewaan khusus dan pada ketidak mampuan dua jenis pohon berbeda untuk dicangkokan satu sama lain, tetapi ini bersifat kebetulan dalam perbedaan struktur yang terbatas pada sistem reproduksi spesies-spesies yang saling disilangkan.

Sterilitas hibrida adalah kasus yang sangat berbeda dari kasus persilangan pertama, karena organ reproduksi mereka lebih kurang impoten secara fungsional; sedangkan pada persilangan pertama organ-organ itu pada kedua sisi berada dalam kondisi sempurna. Saat terus mengamati organisme dari semua jenis pada tingkat tertentu steril karena struktur mereka telah terganggu oleh kondisi-kondisi kehidupan yang sedikit perbedaan dan baru maka kita tidak perlu terkejut melihat makhluk hibrida pada tingkat tertentu adalah steril, karena struktur mereka bisa saja tidak terganggu oleh penggabungan dua organisasi yang berbeda.

Lalu bagaimana dengan kasus anak keduaku? Apa itu sama seperti yang terjadi pada makhluk hibrida?! Tentu saja tidak, karena makhluk hibrida adalah perkawinan silang dari dua spesies yang berbeda. Seperti yang sedang dikembangkan oleh para peneliti dari Salk Institute di California yang memasukan sel induk manusia yakni sel khusus yang memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel ke dalam embrio monyet di cawan petri di laboratorium. Sekelompok peneliti tersbut dipimpin oleh profesor Juan Carlos Izpisua Belmonte yang bertujuan membuka jalan untuk mengatasi kekurangan organ yang dapat ditransplantasikan serta membantu memahami lebih banyak tentang perkembangan awal manusia, perkembangan penyakit, dan penuaan.

Maka Aku membuat janji dengan mantan mahasiswa biologi yang dulu pernah dibantunya dalam mengekspos penelitiannya ke media massa. Mahasiswa itu bernama Aron yang kini telah bekerja di laboratorium milik Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Setelah menitipkan Anakku yang kecil ke Tempat Penitipan Anak yang rencananya nanti sore akan dijemput Bantar sepulang kerja, aku berangkat ke Yogyakarta dengan naik Bus. Perjalanan yang cukup menyenangkan bagiku jika dilakukan pada pagi hari dengan udaranya yang masih segar, terutama karena perjalanan dari Semarang ke Yogyakarta akan melewati pegunungan dan hutan yang meski tidak terlalu lebat namun cukup menyenangkan mata memandang. Sebelumnya aku sudah membuat janji untuk bertemu di sebuah kafe yang berada di salah satu sudut lorong malioboro. Kafe kecil namun cukup menyenangkan untuk dijadikan tempat nongkrong selama berjam-jam, apalagi kafe tersebut selalu buka selama 24 jam full. Tidak terlalu ramai namun konstan.

Tepat pukul 13.00 aku tiba di kafe dan belum nampak Aron di tempat tersebut. Aku memilih tempat yang menyudut dekat jendela kaca yang menghadap jalanan lorong gang tersebut sehingga bisa memandang ke arah mana saja namun tempatnya tidak terlalu mencolok karena cukup menyudut, pilhan yang tepat untuk mendiskusikan hal-hal yang sifatnya pribadi. Lebih dari setengah jam aku menunggu, baru Aron menampakan batang hidungnya.

"Maaf terlambat, jalanan Yogyakarta sekarang sering macet di mana-mana." Aron segera mengambil tempat di seberang meja depan Rengganis. Sementara Aku hanya menjawab alasan Aron dengan mengangkat kedua tanganku sebagai tanda tidak masalah dengan keterlambatan Aron, toh aku juga sudah jauh-jauh dari Semarang, tidak mungkin membatalkan begitu saja.

"Terus bagaimana? Kamu benar-benar menjadikan dirimu sendiri sebagai percobaan?"

"Begitulah. Namun ada yang aneh dengan hasilnya."

"Aneh bagaimana?"

"Menurutmu, apakah bisa ketika kromosom X milik perempuan yang sudah bertemu dengan kromosom dari lelaki yang berupa zigot akan bertahan kemudian bergabung dengan kromosom milik lelaki lain?"

"Tidak bisa mbak, jika itu sudah membentuk zigot. Bahkan saat sel sprema sudah bertemu hingga ke inti sel telur maka secara alami sel telur membentuk pertahanan diri yang mencegah sel sperma lain masuk."

"Tidak ada pengecualiankah?"

"Secara hukum teori, seharusnya tida ada pengecualian." Aku mengetuk-ketukan kelima jari kananku ke pahaku sendiri , pertanda bahwa otakku sedang berkerja keras.

"Tapi mbak, masih banyak rahasia alam yang belum terungkap bukan? Semisal tentang teori anti materi yang baru-baru ini ditemukan, bukankah itu sedikit banyak menegaskan bahwa ada sebuah energi yang tidak terlihat namun nyata, menurutmu bukankah itu juga menegaskan akan keberadaan makhluk astral?"

"Maksudmu? Apa hubungannya dengan semua ini?" ucapku sambil mencondongkan tubuh ke depan mendekat kepada Aron, sebuah ekspresi yang menunjukan bahwa aku sangat tertarik dengan pernyataan Aron.

"Mbak pernah bilang bahwa lelaki yang mbak jadikan obyek uji coba itu memiliki kekuatan gaib."

"Ayolah. Penyebutan obyek itu sungguh keji. Setidaknya aku juga menyukainya."

Aron tertawa sebelum menjawabku kemudian.

"Oke. Maaf."

"Lalu apa hubungannya kekuatan gaib yang dia miliki dengan semua ini?"

"Mungkin saja, terjadi perkawinan gaib selain fisik kalian."

"ha... ha... ha... ya ampun, Ron." kusentuh dahiku dengan telapak tangan kanan, sebuah bentuk keadaan mamang yang ingin ksembunyikan antara ingin menganggap itu sebagai kelucuan atau hal-hal baru yang diluar pemahamanku.

"Lalu apa yang mampu melakukan sesuatu di luar teori yang sudah menjadi kepastian kecuali hal-hal gaib." Kata Aron dengan serius. Sepertinya Aron memang tidak main-main dengan ucapannya.

"Atau bisa jadi campur tangan Tuhan?" Tambahku demi melihat Aron bicara dengan serius, akupun mulai fokus membicarakannya tanpa candaan.

"Masalahnya, seringkali ilmu pengetahuan tidak pernah nyambung jika disejajarkan dengan keyakinan. Selalu harus ada hal-hal masuk akal yang bisa dijadikan alasan dalam memecahkan sebuah kasus jika itu dilihat dari sudut pandang sains." aku menganguk-angguk setuju demi mendengar pernyataan Aron. Sampai detik itu kami berdiskusi, aku merasa belum menemukan jawaban yang kucari. Kemungkinan apa lagi yang menjadi rahasia alam yang belum dipahami manusia? Pikirku. ah, tentu banyak. Banyak sekali.

"Menurutmu apakah energi mampu melakukan regenerasi tanpa melalui materi?" Tanyaku kemudian.

"Pertanyaanmu berat, mbak." Kata Aron yang diikuti dengan pecahnya tawa yang cepat-cepat ditutup mulutnya dengan kedua tangan karena sadar suara tawanya agak mengeras tidak terkendali.

"Pernah ada cerita dari desaku. Entah ini hanya fiksi atau sesuatu yang benar terjadi, namun cerita tersebut cukup santer. Ada seorang perempuan di desaku yang seringkali ditinggal suaminya pergi selama berhari-hari, bahkan hingga berminggu-minggu karena suaminya seorang sopir truk yang sering keluar kota. Suatu malam, pintu rumah perempuan itu diketok dari luar dan saat ditanya dari dalam, dia mengaku sebagai suaminya yang baru pulang kerja. Ketika dibuka pintu tersebut memang benar yang datag adalah suaminya. Menurut cerita orang-orang yang katanya juga berasal dari perempuan tersebut, suaminya akan mengajaknya bercinta pada malam itu juga, dan sudah pergi keesokan harinya ketika sang istri masih terlelap. Anehnya, sang suami kembali lagi di sore harinya yang itu tidak pernah terjadi sebelumnya, suaminya kembali secepat itu. Akhirnya perempuan itu hamil, namun saatnya melahirkan perempuan itu mengalami kesakitan seperti orang yang melahirkan pada umumnya. Hanya saja, ketika perempuan itu sudah merasa mengeluarkan bayi tersebut dan perutnya juga sudah mengempis, Sang bidan yang membantu bingung karena tidak ada bayi yang dia bantu kelahirannya. Iya. Bayi itu tidak pernah ada." Aron berhenti sejenak sembari melihat ekspresi wajahku yang berada keadaan antara percaya dan tidak percaya.

"Aneh bukan?"

"Iya. Itu tidak masuk akal."

"Tapi, cerita itu pernah ramai beredar di desaku dan bertahan cukup lama menjadi bahan cerita utama."

"Menurutmu, aku mengalami hal seperti itu?" Aku balik bertanya demi menanggapi cerita Aron.

"Entahlah. Perlu penelitian yang lebih mendalam." Hanya sampai di situ hal serius yang bisa kami bahas, selebihnya hanya cerita kesana kemari yang tidak memberi jawaban apapun yang kucari.

Sepanjang perjalanan pulang ke Semarang, aku mencoba menyusun apa yang sudah kudapatkan dari diskusi dengan Aron. namun yang kutemukan adalah antara jawaban yang tidak masuk akal dengan kenyataan yang terbentur pada kebuntuan. Mendadak tubuhku menegang tanpa peduli dengan orang yang duduk di sampingku sedang memandang heran. Aku mengingat sesuatu. Waktu ketika usai bercinta, lelaki itu bilang merasakan sesuatu yang panas di punggungnya ke bawah. Ah! Apakah waktu itu aku bercinta tidak hanya dengan satu orang? Apakah benar ada energi lain yang turut bercinta denganku? Aku hanya menggelengkan kepala ketika sadar ada pertentangan dalam batin. Aku bisa gila!! Teriakku dalam hati. Kemudian aku mencoba meredam semuanya dengan menyandarkan kepala dan mencoba memejamkan mata. Bus baru sampai di Magelang, perjalanan masih jauh dan aku perlu istirahat sejenak. Ketika tersadar, bus sudah berada di gerbang Terminal. Tidak sepertinya biasanya, Aku tahu kali ini Bantar tidak bisa menjemputnya karena anak kedua kami masih terlalu kecil untuk ditinggal sendiri bersama masnya. Untuk itu, saat turun dari Bus, Aku langsung menuju pintu keluar Terminal dan mencari taksi.

Tiba di rumah, Aku melihat kedua anakku masih asik bermain di ruang depan dan berteriak girang demi melihatku pulang. Satu persatu kupeluk kedua anak itu secara bergantian.

"Bapa di mana?" Tanyaku kepada anak pertamaku.

"Di atas." Jawab anak lelaki tersebut sambil berlari ke atas memanggil Bapanya. Aku meraih anak keduaku ke dalam pelukan kemudian kucium berkali-kali di pipi kiri dan kanannya. Saat hendak mengajak berkomunikasi dengan menghadapkan wajahku ke wajah anak keduaku, aku tertegun saat melihat wajah anak itu. Bahkan ketika Bantar telah turun bertanya sesuatu kepadaku, telingaku tidak mendengarkan sama sekali teralihkan oleh pikiranku yang sedang fokus pada satu titik di wajah anal itu. menyadari kini apa yang telah alam berikan kepadaku melalui anak keduaku ini. Iya. Anak ini sebagian besar memang mirip Bantar, namun matanya itu. Ken.

Bersambung...

Siguiente capítulo