webnovel

Bakti Terakhir Sang Mpu

Pangeran Narendrajanu sang putera mahkota dilarikan Mpu Garandu ke tempat persembunyian milik Mpu Semadya.

Setelah menyerahkan Pangeran Narendrajanu untuk dilindungi Mpu Semadya, Mpu Garandu kembali ke istana untuk menyelamatkan keluarga kerajaan lainnya.

Ketika Mpu Semadya membuka tabir dan membuka pintu batu sebuah gua, dia mengajak Pangeran Narendrajanu masuk, tak lama berselang, muncul Mpu Candara yang datang membawa kabar buruk mengenai Mpu Garandu yang telah dikalahkan seorang penyihir jahat nan kuat.

Tidak itu saja kabar yang dibawa Mpu Candara. Beliau juga mengabarkan berita duka bahwa seluruh keluarga di istana telah tewas dibunuh gerombolan pasukan pria berbaju serba hitam.

Insiden berdarah itu hanya menyisakan keluarga dari Selir Asmitadahayu karena dialah dalang dari semua tragedi di istana. Rupanya, Selir Utama sang Raja menginginkan tahta jatuh ke tangan putra kandungnya, Rajendradiatama.

Ini mengakibatkan Pangeran Narendrajanu sangat berduka.

Sayangnya, sang pangeran tak bisa berlama-lama larut dalam dukanya ketika muncul suara menggelegar dari luar pintu batu gua. Itu adalah suara milik penyihir jahat yang membantu Selir Asmitadahayu.

"Apakah kalian pikir kalian bisa aman di dalam sana, hah?" Terdengar gelegar suara penyihir jahat di depan mulut gua. "Apa kau pikir aku tak bisa membuka pintu gua ini, Semadya?"

"Ternyata kau, Patmadurna!" seru Mpu Semadya. Dia langsung mengidentifikasi sosok penyihir wanita itu melalui aura kehadirannya.

Kemudian, terdengarlah bunyi pintu batu dihancurkan, menunjukkan kekuatan kanuragan Patmadurna cukup mumpuni. Penyihir itu pun melenggang masuk ke dalam gua, seorang diri saja karena yakin dia bisa memusnahkan semua yang ada di dalam sana.

Segera, Mpu Candara menerjang maju ke Patmadurna begitu penyihir itu menunjukkan sosoknya di depan mereka. Ruangan cukup luas di dalam gua pun dipenuhi oleh aroma pertempuran antara Mpu Candara dan Pratmadurna.

"Mpu Semadya, lekas bawa pergi Gusti Pangeran!" Mpu Candara berteriak sembari terus menangkis serangan Patmadurna.

Meski Mpu Semadya ingin membantu rekannya, namun dia sadar dia memiliki tanggung jawab besar, yaitu keselamatan Pangeran Narendrajanu yang merupakan satu-satunya pewaris sah dari sang raja.

Menggunakan ilmu kanuragannya, Mpu Semadya membawa pergi Pangeran Narendrajanu secara ghaib.

"Kau hendak lari pakai Halimunan, Semadya? Jangan harap!" Penyihir Patmadurna melepaskan ajian Bolosewu dan keluarlah ratusan jin dan lelembut.

Ajian Bolosewu justru untuk menyerang Mpu Candara, sedangkan Patmadurna mengejar Mpu Semadya dan Pangeran Narendrajanu yang sudah keluar dari gua.

Mpu Semadya tidak bisa terlalu jauh menggunakan ajian Halimunan dan hanya bertahan di 50 kilometer dari gua saja. Di belakangnya, Patmadurna tertawa terbahak-bahak.

"Ha ha ha! Semadya, kau sudah terlalu renta! Menyerah saja dan biarkan aku membawa bocah itu! Lebih baik kita tak perlu saling bertarung yang justru akan menimbulkan kerugian kita sendiri, Semadya!" seru Patmadurna sembari terbang mengejar dua orang di depannya.

Mpu Semadya memang sudah sangat tua, sehingga berakibat pada kanuragannya. Ia tahu, dia memang harus menghadapi Patmadurna, cepat atau lambat.

Maka, sebelum Patmadurna mencapai lokasi dirinya berada, dia berkata pada Pangeran Narendrajanu, "Gusti Raden Mas, hamba tidak bisa melindungi Paduka lebih lama. Namun, hamba akan memberikan segala yang hamba miliki untuk Paduka, harap Panjenengan menerimanya."

Pangeran Narendrajanu kebingungan mendengar penuturan Mpu Semadya, hingga tapak tangan Mpu Semadya tiba-tiba saja menempel di puncak kepalanya. Seketika, dari arah tapak tangan sang mpu, muncul cahaya putih beserta rasa hangat mengalir masuk ke kepala sang pangeran.

Ini menimbulkan keheranan pada Pangeran Narendrajanu. "Mpu, apa itu? Kenapa kau melakukan itu?" Ia tak paham apa yang sedang dilakukan Mpu Semadya.

Bukannya menjawab, Mpu Semadya justru memakai tangan satunya lagi untuk digerakkan memutar sambil merapalkan mantra. Tak lama, muncul retakan di ruang hampa dan retakan mulai berubah menjadi portal aneh yang berputar-putar di depan Pangeran Narendrajanu. "Paduka, tolong segera masuk ke sana, selamatkan dirimu."

"Mpu! Kenapa aku harus ke sana? Aku akan ke mana kalau masuk ke sana?" Wajah Pangeran Narendrajanu menjadi panik karena dia diminta masuk ke pusaran aneh di dekatnya. Tentu saja dia takut.

"Jangan khawatir, Gusti Pangeran. Hamba tidak mungkin mencelakakan Paduka. Saat ini, tidak ada yang bisa hamba lakukan selain mengirimkan Paduka ke lubang itu. Mohon Paduka percaya pada hamba."

"Tapi, bagaimana dengan istana—"

"Ambil nasehat dari pria sepuh ini, Gusti Raden Mas … bahwa Paduka tak perlu lagi memikirkan istana, Panjenengan harus memikirkan keselamatan diri sendiri."

"Apakah aku akan dikirim ke wilayah lain, Mpu?" Pangeran Narendrajanu pernah mendengar bahwa kesaktian tertinggi dari Mpu Semadya adalah Ajian Pindah Rogo meski konon sangat jarang dilakukan karena ajian itu sangat berisiko dan berbahaya.

"Pangeran, tolong bawa ini untuk bekal Panjenengan." Mpu Semadya mengangsurkan sebuah kantong kecil dari kain cukup lusuh warna keemasan.

"Ini … ini apa, Mpu?" Mau tak mau, tangan Pangeran Narendrajanu menerima kantong kain itu sambil menatap bingung. "Mpu, aku tidak mau pergi. Aku ingin menyelamatkan kerajaan!"

"Pangeran, relakan saja itu pada adik Panjenengan." Usai mengatakan itu, tapak tangan di puncak kepala Pangeran Narendrajanu ditarik kembali lalu Mpu Semadya mendorong tubuh sang pangeran ke lubang portal ghaib, sambil berseru, "Pangeran, hiduplah dengan baik di sana, tak perlu lagi memikirkan yang di sini. Hamba haturkan maaf sebesar-besarnya karena tak sanggup menyelamatkan kerajaan dari pemberontak!"

Setelah portal ghaib itu menelan Pangeran Narendrajanu sepenuhnya, portal pun menutup dengan cepat, tepat ketika Patmadurna tiba di tempat itu.

"Semadya! Apa yang kau lakukan? Mana bocah pangeran itu?!" teriak Patmadurna, curiga bahwa Mpu Semadya sudah melakukan sesuatu hal yang terlambat dia ketahui.

Napas Mpu Semadya tersengal-sengal. Dia sudah menyerahkan hampir seluruh kesaktiannya ke Pangeran Narendrajanu tadi dan dia juga memberikan kantong kain berisi cincin ajaib dan lain-lain yang di dalamnya ada kitab-kitab mantra, senjata dan berbagai benda ajaib lainnya.

Bisa dikatakan, Mpu Semadya mewariskan 90 persen ilmu saktinya ke Pangeran Narendrajanu sebagai persembahan terakhir bakti dia sebagai salah satu penjaga spiritual kerajaan.

"He he he … Patmadurna, kau tak akan bisa menjangkau Gusti Raden Mas! Dia sudah aku kirim ke tempat yang aman." Mpu Semadya menggunakan begitu banyak cakra saktinya untuk memunculkan portal ghaib, ditambah juga memberikan hampir seluruh kesaktiannya ke Pangeran Narendrajanu, sehingga kini dia begitu lemah dan tak berdaya.

Namun, bagi Mpu Semadya, kematian bukanlah hal yang harus ditakutkan. Dia justru akan takut dan mengutuk dirinya sendiri apabila tidak bisa menyelamatkan putera mahkota junjungannya. Dia justru takut bila tak melakukan apapun untuk keselamatan junjungan dan keluarganya.

"Semadya! Kau bisa berkumpul dengan Garandu dan juga Candara ke alam kematian!" Lalu, penyihir Patmadurna mengumpulkan kekuatan kanuragannya di tangan dan digunakan untuk menyerang Mpu Semadya.

Segera saja, tubuh lemah Mpu Semadya terpental jauh ke belakang dan menabrak pohon besar hingga muntah darah. Namun, bukannya ketakutan, Mpu Semadya justru terkekeh santai. Dia sudah berpasrah diri pada nasib yang diberikan Sang Pencipta dan lega telah melakukan hal terbaik sebelum ajalnya menjemput.

Sementara itu, tubuh Pangeran Narendrajanu masih berada di portal dimensi dan ia merasa pusing luar biasa ketika dirinya terus terhisap tanpa tahu dia akan berakhir di mana.

panjenengan = sebutan halus kata "Anda" dalam bahasa Jawa kromo alus.

Biasanya dipake junior ke senior atau bawahan ke atasan.

Gauche_Diablocreators' thoughts
Siguiente capítulo