Ia berdiri dan lalu menggerakan tangannya. Seberkas cahaya kemerahan muncul di tangan. Ia menghempaskan jauh kedepan. Tiba-tiba sebuah pintu terbuka lebar. Dan di saat itu juga langit menjadi sangat gelap dan petir menyambar di atas langit. Tak lama, sosok mirip anjing muncul dari pintu itu. Anjing yang sangat besar.
Anjing yang mempunyai tiga kepala dan ekor bercabang. Lalu di telinganya begitu memanjang ke atas, kuku-kuku yang tajam dan besar serta gigi-gigi tajamnya siap untuk mencabik-cabik tubuh mangsanya. Lidah yang menjulur, lalu air liurnya pun menetes ke tanah. Tak lama, keadaan tanah berubah menjadi kehitaman dan berbau yang menyebabkan beberapa pohon mati.
"Hi, Orthus ... sudah lama kita tidak bertemu. Kau siap untuk menjalankan perintah dariku?" tanya Iblis itu sambil mengelus-elus kepalannya, mereka berdua sangat akrab. Dan anjing bernama Orthus itu menggongong beberapa kali, tanda ia sangat menyetujui apa yang Iblis itu katakan.
"Bagus! Sekarang waktunya kita cari jejak Malaikat maut itu, serta gadis yang akan ku jadikan kekasih," ujar Iblis itu berdiri setelah menunjukan bau Malailat maut dan Alicia. Anjing bernama Orthus itu mengendus-endus, mencium sambil mengamati bau Malaikat maut dan Alicia. Dan tak lama kemudian ia berlari kencang.
****
"Sebenarnya kita mau kemana?" Tanya Alicia. Dan itu pertanyaan paling bodoh yang harus ia ajukan pada mahluk bernama malaikat maut.
Lagi, Rail tidak menjawab. Ia merasakan ada hawa yang tidak enak. Kepalanya mendongak. Alicia ikut mendongak, ia penasaran apa yang di lihat Malaikat maut di langit. Hanya langit yang di penuhi awan hitam yang biasa ia lihat saat hujan turun dan hari yang sudah malam. Tapi bagi Malailat maut berbeda pemikiran, ini adalah pertanda. Pertanda buruk yang akan segera terjadi.
"Kita harus cepat-cepat dari sini sebelum iblis itu mengejar kita." Ujar malaikat tanpa menoleh sebentar pun pada Alicia. Ia mendesah kesal pada Malaikat Maut.
"Kenapa kau tidak berusaha lebih keras melawan Iblis itu? Apakah kamu takut melawan Iblis itu sampai-sampai kamu harus lari dan lari lagi darinya?"
Malaikat maut berhenti melangkah. Lalu berbalik badan, menatap sinis pada gadis yang meninggal di usianya belum genap 17 tahun. Padahal, tiga hari lagi dia akan merayakan ulang tahun ke tujuh belas. "Gawat, tatapan mata ini ... aduuuh ... jangan-jangan tuan malaikat marah samaku?" katanya di batin, menduga-duga. Lalu ia mengalihkan pandangan Matanya ke arah lain.
"Elu tau siapa dia?"
Alicia menggeleng.
"Dan elu tau kekuatan yang dimilikinya?"
Lagi, Alicia cuma bisa menggeleng.
"Jadi jangan sok tau kasih pendapat." Imbuhnya ketus. Mata melototnya tak lepas dari wajahnya itu.
"Ya ... bukan gitu juga, maksud aku kan baik, biar kita gak dikejar-kejar kayak maling begini." Pendapat Alicia keluar begitu saja dari bibir. Buru-buru dia tutup mulutnya yang semakin lepas kendali. Takut Malaikat maut bertambah marah padanya.
"Lebih baik elu diam dan jalan ikutin gue." Perintah malaikat maut, Alicia membungkam mulutnya sepanjang jalan.
Malaikat maut berhenti setelah sekian kilo berjalan. Nafasnya tersegal-sengal. Ia menyandar di pohon, meremas dadanya. Dari raut wajahnya, mungkin ia sedang kesakitan. Sangat kesakitan.
Lalu ia melihat lagi keadaan langit yang berubah menjadi sangat gelap. Kali ini diiringi suara petir yang mengerikan. "Ini?" Katanya terhenti. Membuat ia mendadak merubah ekspresinya yang semula kesakitan menjadi raut wajah yang bertambah kuatir dengan keadaan alam berubah secepat ini. "Rupanya ia serius ingin merebut gadis ini!" ucapnya pelan.
"Sebaiknya kita segera pergi dari sini!" ujar Malaikat maut, sikapnya membuat gadis itu bertanya-tanya. Tapi Malaikat Maut tidak mau membuang waktu lebih lama lagi.
"Apa gak sebaiknya kita istirahat dulu?" usulnya tanpa dijawab. Justru gadis itu jauh lebih kuatir dengan Malaikat maut di banding dirinya, tetapi ia tidak takut dengan apa yang Malaikat maut kuatirkan. Sesekali Malaikat maut itu mengatur nafasnya, hembusan udara dari lubang hidungnya sudah beberapa kali dihempaskan. "Itu juga kalau kamu mau." katanya pasrah sekaligus kesal. Alicoa menatap langit, keadaannya sudah berubah sangat cepat, terlihat sangat gelap dan dipenuhi cahaya-cahaya petir yang menyambar. Ia Berharap hujan tidak lagi deras, tetapi sepertinya hujan akan terus berlanjut turun. Dan bagi dia, ini hanya fenomena alam yang hendak hujan turun dengan deras setelah melihat langit.
"Kamu gak apa-apa kan, tuan malaikat?" Tanya Alicia sangat kuatir melihat keadaan Malaikat maut yang terlihat lebih pucat dan berkeringat banyak itu. Namun, Alicia tidak benar-benar menyadari akan ada kejutan dari Iblis yang mengejarnya itu.
"Kita harus tidak boleh beristirahat kalau mau selamat!" ucapnya melangkah begitu cepat sambil merasakan rasa sakit yang terus mendera bagian sayapnya yang terluka. Sebab, bagian itulah yang paling ia rasakan rasa sakitnya.
"Tapi keadaan kamu semakin parah, Tuan Malaikat. Bahkan darah dari luka kamu itu terus keluar! Bisa-bisa kau mati sebelum bisa menyelamatkanku. Apa kamu gak sedikitpun mementingkan diri sendiri hanya buat nyembuhin diri kamu sendiri?"
"Baik, kita istirahat di depan. Di sana ada goa buat kita sembunyi dari iblis itu."
Alicia tersenyum, kemudian ia menghampiri Malaikat maut di depannya. Membantu memapahnya berjalan hingga kedalam goa. Sayapnya membuat ia sedikit kesusahan saat memapah Malaikat maut. Tubuh lemah itu Alicia sandarkan pada dinding goa. "Tunggu di sini, aku ambil air dulu," ujar Alicia pada Malaikat yang sudah tidak memejamkan mata. Wajahnya terlihat sekali bahwa ia sangat kelelahan. Gadis itu mulai meninggalkan Malaikat maut, setelah ia mengecek keadaannya sekali lagi.
Alicia keluar dari goa, keadaan gelap terlihat jelas sekarang. Matahari tertutup awan, hembusan angin membuat ia sedikit kedinginan. Walau hujan sudah sedikit reda, tetap saja tubuh Alicia mulai basah oleh tiap tetesan air yang jatuh dari langit yang gelap. Ia mulai menelusuri sisi hutan yang berbeda. Sedikit mengganggu pandangan matanya. Tak ada pencahayaan, hanya matanya yang menjadi tumpuan untuk langkah kakinya di hutan gelap tanpa cahaya itu. Mencari sungai untuk mendapatkan air untuk malaikat maut. Bagaimana caranya? Alicia akan memikirkan nanti dengan cara apa ia akan mengambil air di sungai. Ia sadar dirinya adalah gadis yang tidak pernah mengerjakan apapun di rumahnya, semua selalu dikerjakan oleh pembantunya.
Alicia benar-benar tidak menyadari. Ia bukan manusia seutuhnya, setengah roh dan setengah manusia. Sebab, saat kecelakaan tadi jasad Alicia sudah hangus terbakar. Namun, keinginan kuat untuk tetal hidup membuat rohnya tertarik kembali ke jasad dan keadaan tubuh menjadi normal seperti sedia kala. Menurut data kematian, Alicia sebenarnya sudah mati. Dan menariknya, aroma tubuh Alicia sangat mudah di kenali oleh para mahluk halus yang hidup di hutan ini. Selama ia jauh dari Malaikat maut yang menetralisir aroma tak sedap itu, mahluk-mahluk itu dengan mudah mencium aroma tak sedap tubuhnya yang berbau itu. Mereka mulai berdatangan di sekitar Alicia melangkah. Bahkan ada yang mengikuti walau bukan daerah kekuasaannya.
Alicia terus melangkah tanpa merasakan apapun. Ia tidak takut maupun merasa terancam dengan keberadaan Iblis itu atau mahluk-mahluk lainnya, yang mungkin saja datang tiba-tiba menyerangnya ataupun berada di belakangnya. Terus berjalan hingga keberadaannya sedikit menjauh dari goa tempat Malaikat maut berada.
Alicia kini menapaki jalan setapak yang di tumbuhi pohon-pohon dan juga rumput liar. Tak seberapa jauh dengan jaraknya. Telinganya mulai menangkap suara gemericik air di depan sana. Ada perasaan takut sesaat, namun, segera mungkin ia tepis demi Malaikat maut itu. Ia menoleh sebentar kebelakang. Keadaan masih aman dari Iblis itu, namun tidak dengan mahluk-mahluk lain yang bersembunyi di balik pohon-pohon besar yang tumbuh subur di hutan. Gadis itu benar-benar tidak menyadari keberadaan mahluk-mahluk halus itu.
"Ya Tuhan, mudah-mudah itu benar suara air!" Ia terus berharap, itu memang suara air.
Mata terus terbuka, mendelik tiba-tiba saat suara kepakan sayap kalelawar melintasinya. Cukup tegang dan menakutkan. Seumur hidup Alicia belum pernah pergi ke tempat gelap seperti ini, dan itu karenanya memang phobia dengan gelap.
Aliran air mengalir deras, ia tersenyum saat matanya mendapati air sungai. Kakinya bergegas ke pinggiran sungai. Ia berjongkok, diambil air itu dari sungai dengan kedua tangannya. Beruntungnya, ia mampu mengambil air cukup banyak dari sungai, walau hanya menggunakan kedua tangannya.
Namun, ia sungguh terkejut saat tubuhnya sudah berbalik. Mahluk-mahluk halus itu sudah berada di belakangnya, dan jumlahnya cukup banyak. "M-mahluk a-pa m-ereka?" kata Alicia terbata. Tubuhnya bergidik ngeri dan sangat ketakutan, wujid mereka menyeramkan.
****
Bersambung.