webnovel

Rahasia Lain

(Ryandra Lim)

Aku baru sampai di halaman rumah, saat akan masuk ke dalam. Perasaanku tidak mengenakan, semenjak meninggalkan kediaman Chandra. Tatapan mata paman dan tantenya Noah. Aku cukup tahu hubungan buruk Noah dengan paman dan tantenya. Perasaan aku pun semakin tidak enak. Aku memang terlalu dingin pada si bodoh, sebenarnya aku peduli dengan Noah.

Belum juga aku membuka pintu, aku kembali masuk ke dalam mobil. Menyalakan mobil dan kembali ke rumah Noah, memastikan si bodoh itu baik-baik saja. Hanya butuh waktu lima menit, aku sampai di rumahnya Noah. Menekan bel pagar rumah, seorang satpam menghampiriku di balik pagar rumah.

"Mau cari siapa?" Satpam itu bertanya.

"Noah ada?"

"Maaf, Nak Noah sedang tidak ada di rumah."

Aneh sekali. Padahal aku baru saja mengantarnya pulang ke rumah, tetapi tiba-tiba dia tidak ada di rumah.

"Kemana dia pergi lagi?" Aku menekankan kata 'lagi', karena aku baru saja mengantarnya pulang ke rumah.

"Maaf, saya kurang tahu."

Satpam itu wajahnya sedikit cemas dan tidak ingin aku terlalu banyak bertanya. Pergi begitu saja meninggalkan aku di luar gerbang. Aku masih penasaran kemana Noah pergi. Aku masuk kembali ke dalam mobil. Sengaja memarkirkan mobil sedikit jauh dari rumah Noah. Melewati dinding-dinding tinggi pagar rumah. Kebetulan sekali ada kursi panjang di warung yang tertutup. Aku menggeret kursi panjang itu, naik ke atas atap warung yang menempel di dinding pagar. Perlahan aku menaiki pagar dan turun dengan sehati-hati mungkin, tanpa menimbulkan suara. Aku sudah berada di halaman samping rumah Noah. Aku berjalan pelan-pelan, sampai di jendela kaca besar. Aku melihat Tantenya Noah sedang berbicara dengan seseorang di telpon.

"Kamu bawa anak itu kemana? Bagaimana kalau papa tahu perbuatan kita?"

Aku menguping pembicaraan Tante Monica dari balik jendela kaca. Noah di bawa kemana oleh pamannya?

"Ke gudang itu lagi. Kamu mau menyiksanya, hanya karena hal sepele. Aku tidak mau tahu, Adrian. Kalau sampai papa tahu, kamu sendiri yang harus cari alasan tepat."

Jadi seperti ini. Noah tidak pernah di perlakukan baik oleh mereka, bahkan sampai menyiksanya. Aku harus mencari tahu, Noah di bawa ke gudang mana oleh Paman Adrian. Kebetulan sekali Paman Adrian baru sampai rumah, dia lupa mengunci pintu mobilnya dan terburu-buru masuk. Aku melihat satpam di pos jaga sedang asik menonton tv, tidak menyadari aku menyelinap masuk ke dalam mobil pemilik rumah.

Mobil dengan fitur mewah keluaran terbaru. Aku mengambil blackbox mobil, memasukkan data terakhir perjalanan ke dalam iPad yang aku bawa. Setelah semuanya selesai, aku menyimpannya kembali dan kembali ke mobilku yang terparkir di luar. Mengendap-endap perlahan, memanjat dinding dan turun dengan perlahan. Aku masuk ke dalam mobil, menyalakan iPadku, melihat lokasi kemungkinan Noah berada. Kawasan gudang kontainer di Pelabuhan Merak.

Aku membawa mobilku dengan kecepatan tinggi. Semoga saja si bodoh itu baik-baik saja. Di jalan tol yang cukup lengang, aku bisa membawa mobilku dengan cepat. Tapi, tiba-tiba aku melihat sosok wanita bergaun merah lagi berdiri di tengah jalan tol. Aku spontan membanting setir ke kiri, hingga mengerem mendadak di pinggir jalan. Untungnya di belakangku sedang tidak ada kendaraan lain. Aku menoleh ke tengah jalan tol, wanita itu tidak ada, tetapi aku melihat dari kaca spion mobil. Wanita itu ada dan tersenyum padaku. Seperti senyuman remeh.

Aku tidak mau lagi takut padanya. Wanita itu benar-benar pengganggu hidupku. Aku kembali melajukan mobil, ke tempat yang sudah aku tandai. Sesampainya di Pelabuhan Merak, aku melihat di balik tumpukkan kontainer, ada sebuah gudang dan gudang itu berasap. Aku buru-buru berlari ke arah asap yang mengepul.

Sebuah gudang tak terpakai di pinggiran pelabuhan mengeluarkan asap begitu tebal. Aku mencari-cari jalan masuk ke dalam gudang itu, kebetulan sekali ada jendela kaca. Sedikit buram dan kotor. Aku melihat siluet seseorang terikat berdiri di tengah gudang.

Kedua tangan Noah terikat tali yang masing-masing terikat di kedua tiang. Aku tidak tahu apakah Noah masih sadar atau tidak, tetapi aku melihat kepalanya yang terkulai ke bawah. Tanganku terentang ke depan, aura biru cerah terpancar di seluruh tubuhku. Dalam satu kali pukulan, kaca itu pecah. Agar pecahan kacanya tidak menusukku, aku bersihkan sisa-sisa pecahan kaca dengan kain yang aku ambil sembarangan. Aku memanjat jendela, masuk ke dalam gudang dan ternyata kepulan asap itu berasal dari tumpukan kardus, di atas kardus itu ada sebuah kue ulang tahun, beberapa minuman beralkohol dan bunga kembang api yang menyala-nyala menjadi penyebab kebakaran.

Aku beralih ke Noah. Melihat keadaannya yang tidak baik-baik saja. Wajahnya lebam dimana-mana, bahkan masih ada sisa darah yang mengalir. Aku melepaskan tali yang mengikat Noah. Si bodoh itu langsung tersungkur ke lantai yang dingin.

"Hei, berdiri!"

Aku bukan teman yang baik, yang bisa bernada lembut demi menenangkan teman. Tapi aku sangat kasihan pada Noah.

Noah meringis saat aku memegang punggungnya dan dia merintih menahan sakit di beberapa anggota tubuhnya. Aku membantunya berdiri perlahan-lahan.

"Selain pamanmu, siapa yang sudah membuat kamu seperti ini?" Tanyaku.

Aku menantikan jawabannya, tetapi si bodoh ini hanya diam. Noah tetap diam saja, tetapi aku tahu siapa pelakunya. Clarissa dan teman-temannya yang melakukan pengeroyokan pada Noah. Tidak terima karena disalahkan, gadis itu meminta teman-temannya mengeroyok Noah hingga seperti ini.

"Aku tahu, tanpa perlu kamu jawab. Dari pada kamu pulang ke rumah pamanmu, sebaiknya kamu ke apartemen aku saja."

Aku memapah Noah keluar dari gudang yang sebagian sudah mulai terbakar. Sedikit kesulitan, karena Noah mengalami luka-luka di beberapa bagian tubuh, perjalanan kami terasa lamban.

"Tunggu."

"Ada apa?"

Noah tiba-tiba memintaku berhenti. Entah ada apa dengan si bodoh ini, raut wajahnya yang aneh, melihat sesuatu di depan sana. Sebelum aku tahu apa yang Noah lihat, tiba-tiba bongkahan kayu besar jatuh, hampir mengenai kami. Aku dan Noah tersungkur ke lantai demi menghindari bongkahan kayu yang terbakar dan jatuh hampir menimpa kami. Sadar kami terkepung api dimana-mana, tidak ada celah untuk bisa keluar dari sini.

"Kenapa kamu berhenti di tengah jalan?" Tanyaku sebal dengan kebodohan Noah.

"Aku tadi melihat wanita di depan sana." Noah menunjuk ke arah sudut kobaran api, tetapi aku tidak melihat siapa-siapa.

"Wanita? Dimana?"

"Aku tidak tahu. Tapi tadi aku melihat wanita memakai gaun merah, berdiri di depan sana."

Wanita bergaun merah? Jangan-jangan wanita itu lagi. Aku melihat lagi ke arah dimana Noah menunjuk sesuatu. Mataku membulat terkejut, wanita itu memang ada di sana. Wanita itu tersenyum padaku, seakan tengah menunggu kematian ku.

"Kamu kenal sama wanita itu?" Noah bertanya.

Dan bagaimana bisa si bodoh ini bisa melihat wanita bergaun merah, padahal selama ini hanya aku saja yang bisa melihatnya.

"Mana aku tahu?" ucapku ketus.

Noah menepuk pundak ku. "Sepertinya kamu selalu punya masalah sama wanita, sampai di kejar seperti itu."

Si bodoh ini selalu saja membuat lelucon, padahal suasana tidak mendukung. Aku memukul kepalanya, tidak peduli Noah mengadu kesakitan. Belum lagi lebam-lebam di wajahnya. Aku menatap serius wanita itu. Wanita itu tersenyum lebar, saking lebar sekali. Itu bukan senyuman indah, tetapi senyuman mengerikan. Aku mendongakkan kepala ke atas, melihat papan kayu yang terbakar, talinya tiba-tiba terputus dan mengarah ke arah kami.

Aku dan Noah segera merunduk ke bawah. Papan kayu meleset tidak menghantam kami, tetapi menghantam tumpukkan kayu di sana hingga berhamburan. Untung saja aku gerak cepat sehingga kami bisa selamat.

"Kita harus keluar dari sini sekarang."

"Ya, benar kata kamu. Dari pada mati terpanggang di sini."

Melawak lagi si bodoh ini. Takut, tapi wajahnya tak mendukung sama sekali dengan suasananya sekarang. Aku menendang kayu itu hingga tersingkir, memapah Noah segera keluar dari gudang yang terbakar lewat jendela kaca yang sudah aku pecahkan sebelumnya.

Sedikit lagi kami akan sampai. Tapi aku merasakan tubuhku tidak bisa bergerak, ada sesuatu yang melilit di tubuhku. Ular? Kenapa ada ular yang melilit tubuhku? Aku tidak bisa menggerakkan badanku. Aku melirik ke samping. Noah sudah tidak ada di sampingku.

Kemana dia?

Aku yakin sekali, tadi aku masih bersamanya. Sekarang Noah tidak ada. Yang ada adalah wanita bergaun merah itu lagi. Tepat berada di depan mataku, dengan senyuman mengerikannya. Saat tangan dingin wanita itu menyentuh wajahku. Sekilas aku melihat seseorang terbaring di brankar di sebuah ruangan, dengan beberapa alat penopang hidup dan ada seorang wanita berdiri di sana. Aku tidak bisa melihat wajahnya, karena badannya menghadap ke arah lain. Lalu sekilas lagi, aku melihat kejadian itu lagi. Aku yang lain menangis dan seseorang terjatuh dari lantai atas.

Merasakan kepalaku sakit sekali. Wanita bergaun merah itu tertawa dan ada sesuatu yang membuatku ketakutan melihatnya. Kobaran api menyatu dengan wanita itu, wajah wanita itu penuh dengan luka bakar. Tertawa dengan tawa yang sangat mengerikan dan gelap. Jilatan kobaran api itu bergerak ke arahku. Aku merasakan sengatan panas, meski api itu belum menyentuh kulitku, sudah cukup panas.

Aku berusaha melepaskan diri dari ular yang melilit ku, tetapi tidak bisa. Seperti paku yang tertancap, aku tidak bisa menggerakkan badanku. Ular itu seperti mengendalikan tubuhku, sehingga aku kesulitan bergerak

Apa aku pasrah dengan keadaan ini? Apa tidak ada yang bisa aku lakukan? Melihat wanita itu tersenyum menang.

"YANG BENAR SAJA!"

Aku tersentak dengan suara teriakan Noah di telingaku. Aku melihat si bodoh itu membenturkan kepalanya ke kepala wanita itu. Seketika apa yang aku lihat kembali normal. Tidak ada seekor ular yang melilit ku, Noah masih berada di sampingku dan aku melihat wanita bergaun merah itu. Wajahnya yang mengkerut menahan marah.

Wanita itu marah dan terbang, seperti hantu terbang dengan wajahnya yang makin mengerikan.

"HANTU JADI-JADIAN!"

Ini pertama kalinya aku melihat sesuatu yang tidak biasa, suatu kekuatan tersembunyi yang di miliki Noah. Dua buah rantai panjang keluar dari tubuh Noah, rantai itu meliuk-liuk seperti ular, menjerat wanita itu. Dalam hitungan detik, rantai itu semakin menjerat wanita itu, hingga wanita itu melebur menjadi kabut hitam. Menghilang seketika, begitu juga dengan rantai yang keluar dari tubuh Noah.

Sejak saat itu. Aku tahu, Noah mempunyai kekuatan aneh yang menyelamatkan kami dari kebakaran gudang.

Noah yang bodoh, kekuatan spiritnya yang baru terbentuk saat begitu terlambat. Kemampuan bela dirinya yang payah. Tidak menyangka, ada kekuatan tersembunyi yang dimiliki Noah.

"Aku tidak tahu, apa yang keluar dari dalam tubuhku." Noah duduk di pinggir ranjang, menatap dirinya sendiri.

"Kakek pernah bilang, kekuatan itu yang melindungi aku dari kecelakaan. Tapi, orang tua aku yang tidak selamat." Noah terdiam sebentar dan berkata padaku. "Lalu, wanita itu yang selalu mengganggu kamu. Kamu kenal dengan wanita itu?"

"Aku tidak mengenalnya sama sekali. Tapi, wajahnya itu tidak asing."

Keanehan-keanehan ternyata tidak dialami aku saja, Noah pun sama.

Siguiente capítulo