Aku tidak tau, apa nanti benar-benar bisa kuliah atau tidak. Feeling aku sih, aku tidak akan kuliah. Entahlah, aku cuma lebih mudah saja membayangkan ketika aku tidak kuliah daripada membayangkan aku bisa kuliah. Aku anggap itu sebagai tanda. Hehe hee.. Aneh yaa. Begitulah... Semua hal terasa aneh sekarang.
Aku cuma ingin menjadi matan yang baik buat Melan, yang akan selalu dia kenang selamanya, jika nanti kami benar-benar harus putus. Aku ingin membuat dia bahagia selama berpacaran denganku. Seperti yang aku lakukan tadi. Sampai menangis dia saking terharunya aku lamar.
"Hebat aku nih. Sampai tergila-gila Melan aku buat. Hehe hee" Aku memuji diri sendiri.
Masih teringat tadi waktu pulang, Melan betul-betul pasrah. Mungkin, kalau aku minta kegadisannya sekarang, bisa aja dia kasih tuh. Tinggal rayu-rayu dikit lagi. Tapi aku tidak akan melakukannya. Karena aku tidak ingin membuat dia kecewa nanti.
Tapi kalau dipikir-pikir, kenapa aku harus sampai sejauh ini yaa? kalau memang sudah putus nanti, yaa sudah, berarti putus hubungan kan? Apa gunanya lagi kenangan? Kenapa aku harus gini kali berjuang buat ngasih kenangan manis buat dia? Kenapa sampai buang-buang uang segala buat beli PIN SNMPTN, buat ongkos ke Kota, buat keperluan lain, Kenapa?
"Ahh... bodolah."
Aku buka bajuku, lalu aku lempar sembarangan sampai teronggok tak estetik di balik pintu.
trrrrt... trrrrtt... trrrrtt...
Hp ku bergetar di saku celana. Aku lihat si penelpon, dan langsung aku angkat.
"Apaaaaaa.... Udah kangen lagi sama aku??" Hehee langsung saja aku tuduh.
"Iyaaaaaa... Ayuk nikah yuuk yaaank..."
"Hah...beneran?" tanyaku agak keget.
"enggak mauuu, aku masih kecil yaank. Tapi kalau sayang serius ya.."
"Kecil apaan? gede gitu kok hehee." langsung aku potong omongannya. Ngeri ngomong gituan.
"Iiiih... pasti mikir yang tadi yaa.?"
"Iya.."
"Tuh kaan..? nggak boleh mikir gitu, dosa."
"Hehe hee... udah sering aku pegang tuh. Kalau udah sering tuh, nggak dosa lagi."
"Ah sesat.. haha haa.. Yank, besok kita ke warnet yaa." ngalihin pembicaraan juga dia.
"Ho o..." aku ikutin saja.
********
Setelah Ashar, aku pergi ke warnet. Sudah janjian dengan Melan akan bertemu disana. Kami ke warnet untuk mencari tau tentang jurusan kuliah yang akan kami ambil. Soalnya, tadi malam kami berbicara di telpon, belum ada yang kami putuskan.
Melan sudah pasti pilihan pertamanya Psikologi, sementara pilihan ke duanya masih ragu antara Sosiologi atau Sastra Inggris. Dia sebenarnya minat ke Psikologi dan Sastra Inggris. Hanya saja, kata dia Sastra Inggris itu passing gradenya tinggi juga. Hampir sama atau mirip dengan Psikologi. Jadinya dia masih bingung untuk pilihan ke duanya.
Sementara aku, belum tau banyak soal jurusan dan passing grade ini. Mata pelajaran yang aku suka itu mata pelajaran hitung-hitungan, terutama Akuntansi. Jadi, aku mau ambil Akuntansi saja. Tapi, kata Melan Akuntansi passing gradenya paling tinggi di IPS. Jadinya masih bingung mau ambil apa. Makanya kami mau lihat di warnet hari ini.
"Ya nggak harus satu jurusan juga lagi Yank. Susah nanti, malah kita jadi saingan." ujarnya tidak setuju dengan usulku untuk mengambil jurusan yang sama.
"Trus pilihan ke dua aku apa doong. Antropologi? emang nanti kerjanya apa?"
"Ya nggak tau juga. Yang penting lulus dulu. Semua jurusan pasti ada prospek kerjanya kok. Kalau Administrasi itu sama juga dengan Ilmu Ekonomi passing gradenya, nggak beda jauh itu. Nanti nggak lulus satu nggak lulus dua-duanya, gimana.?" jelasnya.
"Yaudadeh Yank, apa aja deh bingung aku. Antropologi aja kalau gitu." Pusing kepalaku mikirinnya. Padahal belum tentu juga bisa kuliah.
"Yaudah, Aku Psiko sama Sosiologi. Kamu Ilmu Ekonomi sama Antropologi yaa.. ehh.. jangaan. Nanti dilihat sama orang.."Ditepuknya tanganku yang nakal hehee..
Biasalah, kalau sudah berdua dengan Melan, apalagi di kamar warnet yang setengah tertutup begini, pikiranku jadi nakal. Tangan yang tadinya aku taro di lutut Melan, aku naikin semakin ke atas sampai ke bagian itunya. Tapi nggak diizinin. Yaudah, usaha lagi.
"Jangaan iih... plak plak plaak.."Ditaronya tanganku di jatas meja, lalu diketok-ketoknya pakai tanganya sendiri seperti memaku papan dengan palu. Hehee... Lucu dia.
"Nanti aku mau beli buku, nitip sama Uni Mely. Kalau udah sampai, kita belajar sama-sama ya yaank yaa. Biar kita bisa kuliah di kampus yang sama."
"ok.." aku acungi jempol.
"Serius yaa. Pokoknya kita harus lulus, supaya bisa kuliah sama-sama, cari kerja sambilan juga sama-sama. Pokoknya sama-sama terus. Aku nggak mau jauh-jauh sama kamu."
"Aku juga, peluk yaank.."
"eh.." Kaget aku. Beneran dia peluk ternyata. Padahal aku tuh cuma bercanda. Itulah Melan ini, dia tuh tiba-tiba tidak terprediksi. Nggak malu apa dia dilihat orang. Kan kalau dipeluk gini, kami kelihatan sama orang. Soalnya kamar warnetnya cuma nutupi sampai leher kami.
Aku lihat sekitar, nampak Abang Rio sudah Senyum-senyum setan melihat aku dipeluk Melan. Aku balas senyum-senyum masam saja karena malu. Mampuslah, nanti kalau ke warnet lagi pasti bakal di ceng cengin deh sama dia.
....
Masa belajar untuk persiapan SNMPTN, jadinya kami belajar sendiri-sendiri saja. Soalnya, kalau lagi sama-sama itu suasana belajarnya tidak pernah kondusif. Ada saja kegiatan lain yang kami lakukan. Apalagi kalau tidak didominasi sama sayang-sayangan.
Aku dengan Melan sebetulnya bertolak belakang dalam hal kemampuan belajar. Aku bisa pelajaran hitung-hitungan. Seperti Matematika, Ekonomi-Akuntansi, dan Geografi. Untuk Matematika ini, aku baru kuasai materi kelas 3 saja. Sementara materi kelas 2 dan kelas 1, musti aku perdalam lagi. Namun aku yakin bisa. Sementara Melan, dia ahlinya Bahasa Inggris, tapi nggak bisa Matematika dan Ekonomi.
Waktu UN kemaren, kami beruntung ujian di kelas yang sama. Karena itu aku sudah yakin 90% kami pasti lulus. Tapi untuk SNMPTN ini nggak mungkin sekali bakal satu kelas. Ya kan kan kann.. Kalau bisa satu kelas sih aku nggak akan khawatir.
,,,,,,,