webnovel

PETUNJUK WALIYULLAH

Adzan Asar tanpa toa mengema di sekitar pondok. Para santri bergegas wudhu kemudian melaksanakan solat berjamaah. Setelah selesai solat... Di dalam kamar pojok, Panji sedang menghafalkan jus ammah sendirian. Melihat jam dinding pukul 04 sore... Panji bergegas menuju ndalem, kemudian meyiram halaman setelah itu menyapu.

"Panji...!" panggil kyai Nuruddin.

"Iya Kyai," jawab Panji kemudian mendekat.

"Sudah selesai nyapu-nya," tanya Kyai.

"Tinggal sedikit kyai, sebentar lagi selesai," ucap Panji.

"Ya sudah, besok saja di lanjutkan, sekarang kamu ikut aku yaa... Biar aku ada temannya," ajak Kyai.

"Baiklah kyai," jawab Panji kemudian meletakkan sapu lidi pada tempatnya.

Sore itu... Panji di bonceng Kyai dengan mengendarai sepeda motor vespa. Setelah kurang lebih seperempat jam... Motor sang Kyai memasuki perumahan elit. Tak lama kemudian sang Kyai berhenti, lalu di sambut oleh orang setengah tua dengan songkok putih di kepala.

"Assalamualaikum Pak Haji," ujar sang Kyai.

"Waalaikumsalam," jawab Pak Haji kemudian sungkem mencium tangan sang Kyai,

"Silahkan masuk Kyai... Hemmm... Ini siapa Kyai?"

"Ini Kang Panji santri mbeling Pak Haji, dia dari jawa," ucap sang Kyai sambil berjalan masuk ke ruang tamu,

"Panji... Ayoo masuk sini, duduk sama saya."

"Iya Kyai," jawab Panji kemudian berjalan mengekor di belakang sang Kyai.

Di atas meja sudah tersedia kopi hitam juga es jeruk dan bermacam - macam kue lezat.

"Silahkan di minum Kyai, mari di cicipi kue nya," ujar Pak Haji.

"Pak Haji... Langsung saja kita lihat putri Pak Haji yang lagi sakit," ujar sang Kyai.

"Baiklah kyai, mari masuk ke dalam kamar," ucap Pak Haji kemudian berdiri, lalu berjalan menuju kamar putri tunggalnya yang sedang berbaring sakit.

Setelah melihat penyakitnya dengan mata batinnya... Kyai Nuruddin berkata lirih,

"Irmala putri Pak Haji ini terkena teluh atau sihir yang jahat! Ini karna masalah persaingan bisnis Pak Haji.

Sebenarnya... Pak Haji-lah yang menjadi sasarannya... Berhubung tidak mempan, akhirnya putri Pak Haji yang di serang."

"Tapi mengapa Kyai, kok putri saya yang di teluh?" tanya Pak Haji.

"Karna hanya putri Pak Haji-lah yang lemah, dan untuk membuat bingung Pak Haji," jawab sang Kyai,

"Baiklah, akan saya obati sekarang juga... Mudah - mudahan berjodoh bisa sembuh."

Sambil duduk berdzikir... Kyai berusaha mengobati dengan segala kemampuannya. Setelah agak lama... Kyai berkata dalam hati,

"Sihir ini terlalu kuat...! Sangat sulit sekali untuk di hilangkan."

Di saat kyai mengobati... Tiba - tiba Irmala putri Pak Haji muntah darah.

Melihat Irmala muntah darah... Sang Kyai menghentikan pengobatannya.

Setelah putri Irmala tenang... Sang Kyai, kembali lagi duduk bersila sambil berdzikir mencari petunjuk. Tak lama kemudian, mata batin sang Kyai melihat sinar cahaya terang, lalu berubah wujud menjadi Kyai Jabat kakek buyut nya,

"Gus... Kamu tidak akan bisa mengobati penyakit anak ini, karna... Ilmu mu tidaklah mampu untuk mengalahkan ilmu si penyihir itu. Ibarat kamu punya ilmu 10 kilo... Si penyihir itu memiliki ilmu 20 kilo."

"Lalu bagaimana Eyang, caranya bisa menyembuhkan anak ini," tanya sang Kyai.

"Suruh-lah abdi mu Gus Panji untuk mengobati penyakit anak ini. Suruhlah dia membacakan Al Fatihah 1x di dalam gelas berisi air... Kemudian minum kan airnya sedikit, lalu basuhkan sisa airnya ke seluruh tubuh anak ini," jawab Kyai Jabat kemudian menghilang.

Mendengar petunjuk dari kakek buyut nya... Sang Kyai heran dan terkejut, lalu berkata lirih,

"Panji masih anak - anak, dia adalah santri baru dan tidak bisa ngaji... Bahkan, untuk membaca surat Al Fatihah saja belum fasih! Bagaimana mungkin Panji mampuh mengobati penyakit anak ini dan mengalahkan tukang sihirnya...? Aneh!!! Tapi... Ini petunjuk dari Eyang Jabat yang notabene seorang waliyullah yang juga kakek buyut ku. Baiklah! Akan laksanakan perintahnya..."

Setelah berdiri sang Kyai berkata,

"Pak Haji... Saya minta beribu - ribu maaf... Karna saya tidak mampu menyembuhkan Irmala putri Pak Haji. Yang bisa mengobati putri Pak Haji adalah Panji si santri mbeling itu..."

"Baiklah Kyai, saya pasrah sama Kyai saja, bagaimana caranya terserah kyai, asal putri saya sembuh," kata Pak Haji sambil meneteskan air matanya,

"Dia adalah putri satu - satunya dan harapan saya Kyai."

"Sudahlah Pak haji, jangan menangis... Putri Pak Haji pasti sembuh," ucap sang Kyai kemudian menemui Panji.

Melihat Panji di teras sambil merokok... Kyai berkata,

"Eeee... Di enak - enakkin kalau merokok! Sini Panji..."

Mendengar suara Kyai... Panji kaget dan buru - buru matiin rokok nya,

"Iya Kyai..."

"Kang Panji... Ini gelas berisi air, kamu bacakan surat Al fatihah! Kalau selesai baca surat Al Fatihah... Kamu tiup ke dalam gelas," ujar sang Kyai.

"Baiklah Kyai," jawab Panji yang tidak mengerti maksud sang Kyai.

Setelah selesai, sang Kyai berkata,

"Pak Haji... Air ini tolong di minumkan ke putri Pak Haji, air sisanya tolong usap - usapkan ke anggota badannya. Kalau besok tidak sembuh... Pak Haji datang ke rumah yaa..."

"Baiklah Kyai, terimakasih banyak," ujar Pak Haji.

Setelah Kyai pamit dan hendak pergi... Pak Haji berkata,

"Kang Panji... Ini kue untuk kamu dan juga teman - teman mu di pondok. Ini untuk mu, terimalah untuk beli jajan."

"Teeimakasih Pak Haji," ujar Panji sambil menerima hadiah amplop." 😊

Setelah melakukan perjalanan kurang lebih seperempat jam... Sampailah sang Kyai dan Panji di rumah ndalem.

Dan Panji-pun kembali ke pondok.

***

Setelah solat Magrib, Panji membagikan kue pemberian Pak Haji kepada teman - teman nya yang ada di kamar.

Setelah membuka amplop... Panji kaget lalu berkata lirih,

"100 rb, banyak sekali uang ini...? Lebih baik aku simpan saja di lemari bajuku, siapa tau nanti ada perlunya... Lagian aku tidak membutuhkan nya, makan minum juga sudah di kasih Pak Kyai."

Adzan Isak terdengar dari musholla pondok. Setelah solat isak... Panji belajar ngaji baca jus ammah sama Kang Subur. Setelah ngaji... Panji pergi ngopi di warung Pak Slamet yang berada di belakang pondok. Sementara, para santri senior bergegas menuju musollah untuk mengikuti kajian kitab Ihya Ulumuddin yang di ajar oleh sang kyai Nuruddin.

Panji duduk di bawah pohon mangga sambil menikmati kopi dan kepulan asap rokok marlboro pemberian Kyai Asbak. Sambil duduk santai, Panji berkata lirih,

"Tadi itu aneh yaa... Mengapa Kyai menyuruhku untuk membaca Al fatihah, kemudian di tiupkan ke dalam gelas??? Terus buat apa air nya? Sungguh membingungkan!"

"Panji," teriak Kang Ujang,

"Tumben kamu gak ikut ngaji Ihya Ulumuddin di musollah? Biasanya kamu ikut mendengarkan kajian sang Kyai."

"Males Kang, capaik, ingin santai aku," ucap Panji,

"Kamu minta kopi sana sama Pak Slamet, ini uangnya... Minta indomie sekalian."

"Hemmm... Banyak sekali uangnya," ucap Kang Ujang.

"Ini uang di beri Pak Kyai kemarin," kata Panji berbohong.

Setelah memesan kopi dan indomie... Kang Ujang kembali duduk menghadap Panji.

"Kang Ujang... Kamu berapa lama tinggal di pondok ini?" tanya Panji.

"Baru setahun Kang," jawab Kang Ujang.

"Berapa umur mu sekarang?" kata Panji.

"17 tahun kurang Kang, emang ada apa?" kata Kang Ujang.

"Gak apa - apa... Hanya tanya saja," ujar Panji,

"Kang... Kalau ada orang yang baca surat Al fatihah, terus di tiupkan ke dalam gelas berisi air, itu apa maksudnya dan untuk apa...?"

"Itu dukun Kang," jawab Kang Ujang,

"Dukunnya beragama islam... Al fatiha itu di pakai mantra, air itu, biasanya untuk mengobati orang sakit atau untuk syarat lainnya, tergantung permintaan tamunya...

Bahasa sunda atau jawa itu Dukun.

Bahasa indonesianya itu Paranormal

Bahasa medis namanya dokter

Tujuannya sama, hanya beda alat dan caranya kerjanya saja. Emang kamu kepingin jadi dukun...? hahaha... Enak loh jadi dukun, banyak uangnya!"

"Oh... Gitu yaaa," gumam Panji,

"Soalnya aku lihat Kyai begitu Kang."

"Kalau Kyai, itu memang sering di datangi tamu, bahkan di undang untuk di mintai tolong Kang," kata Kang Ujang,

"Makanya ngaji yang pinter... biar kaya Kyai!"

Waktu terus berlalu, warung semakin ramai oleh kedatangan para santri pondok. Tak terasa sudah jam 11 Malam, dan Kang Ujang pun pamit duluan.

Tak lama kemudian... Panji pun bergegas kembali ke pondok. Di saat Panji berjalan... Panji tak menyadari kalau jalan yang di laluinya bukan jalan pulang menuju pondok... Tetapi jalan setapak menuju makam Kyia Jabat. Begitu sampai di depan gapura... Panji baru menyadarinya.

"Ya Allah... Ternyata aku tidak sadar kalau salah jalan, ini kan gapura makam Kyai Jabat dan keluarga sang Kyai...! Lampu di makam sudah nyalah tapi kok remang - remang yaa? Ternyata lampunya di ganti dengan yang lebih kecil! Lebih baik aku ke makam saja, kepalang tanggung sudah berada di gapura makam," kata Panji.

Setelah berada di depan makam... Panji remaja langsung duduk di samping makam bersandar kayu penyangga.

Tanpa salam, tanpa tawasul juga wirid... Panji hanya diam saja sambil menikmati kepulan asap rokok. Tak lama kemudian datang seseorang, dengan sorban yang di tutupkan kepalanya seperti perempuan berkerudung. Setelah salam dan duduk tak jauh di samping Panji... Orang itu pun bertawasul kemudian membaca dzikir.

Bukankah itu suara Kyai Asbak...? Tetapi mengapa Kyai Asbak tidak melihatku? Padahal hanya berjarak kurang lebih 5 meter," gumam Panji,

"Apalagi aku merokok...! Kan kelihatan nyalah apinya?

Aneh...! Seperti Kang Soleh kemarin lusa, dia juga tidak bisa melihat ku."

Panji mendengar dengan jelas wirid yang di baca oleh Kyai Asbak.

"Allah, Allah, Allah," kata Panji lirih,

"Mengapa Kyai Asbak ini memanggil Allah terus - menerus...? Dan mengapa Allah juga tidak datang walau di panggil berulang - ulang? Apa Allah tidak mendengar panggilan Kyai Asbak ya...? Atau Allah mendengar tapi tidak mau datang ketika di panggil Kyai Asbak?

Membingungkan!!! Jadi penasaran, gimana rupanya Allah itu!!! Aku ingin tau... Kira - kira... Allah datang gak ya?"

Setelah kurang lebih 2 jam Kyai Asbak berdiri kemudian uluk salam,

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam," jawab Panji keceplosan.

Mendengar salamnya di jawab... Kyai Asbak diam, kemudian pergi berlalu tanpa melihat sekitar makam.

Sambil berjalan pulang... Kyai Asbak berkata dalam hati,

"Siapakah yang menjawab salam ku tadi? Padahal tidak ada siapa - siapa selain diriku?"

Di dekat makam Kyai Jabat... Setelah membuang puntung rokok, Panji duduk bersilah menghadap makam kemudian berkata lirih,

"Coba aku panggil Allah seperti kyai Asbak! Barang kali Allah mau datang menemuiku."

Tanpa tawasul, Panji langung mengucapkan "Allah, Allah, Allah."

Tak terasa sudah hampir satu jam Panji duduk sambil tak sadar telah melantunkan asmak dzikir ismudzat, dzikirnya orang - orang ahli torekot.

"Hemmmm... Capaik juga mulut ku," ujar Panji kemudian menghentikan dzikirnya,

"Walau aku panggil berkali - kali... Allah juga tidak datang!

Sama saja kaya Kyai Asbak."

Ketika Panji haus dan capaik telah duduk bersila... Tiba - tiba dari gapura makam ada seorang perempuan setengah tua berjalan mendekati makam. Sambil membawa nampan... Perempuan itu uluk salam di depan Panji,

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam," jawab Panji polos.

"Ini Gus, teh hangat... minunlah," kata orang perempuan setengah tua, kemudian meletakkan nampan di depan Panji.

"Ini untuk saya Nek," tanya Panji.

"Iya Gus, untuk kamu," Jawab perempuan setengah tua,

"Sering -'seringlah main kesini di malam hari. Oh iya! Allah sekarang sedang sibuk tidak mau di ganggu... Nanti kalau Allah tidak sibuk! Allah pasti datang menemui mu."

"Oh gitu yaa Nek," jawab Panji,

"Iya Nek, nanti kalau tidak ngantuk tidak capaik aku akan main lagi ke makam ini. Nenek siapa namanya dan mana rumahnya?"

"Nama Nenek Nur Saidah, rumah Nenek dekat makam ini.

Nenek pamit dulu ya... Assalamualaikum," kata perempuan setengah tua.

"Waalaikumsalam salam," jawab Panji.

Setelah minikmati teh hangat dan kepulan asap rokok... Panji pun kembali ke pondok. Setelah berada teras di musollah, Panji langsung merebahkan badannya.

Siguiente capítulo