webnovel

PELAKOR MENYEBALKAN

“Dari mana saja, kamu?!” bentak Hesti saat melihat Fahira datang bersama Kamania.

"Kamu nggak pernah belajar sopan santun? Katanya kuliah ... sarjana. Tapi bisa-bisanya memaki orang di rumahnya. Kamu masih waras?" balas Fahira kesal .

"Heh! Kamu itu yang ngga tau sopan santun! Kamu pasti yang meminta bapak untuk membayar biaya operasi Kamania, ayo mengaku?!"

Fahira mengerutkan dahinya.' Dari mana Hesti tau soal ini ' pikir Fahira.

"Kamu kaget? Aku tau semua karena aku tidak sengaja mendengar percakapan bapak dengan dokter kemarin!"

“Ooooh, jadi kamu nguping?!"

Hesti mendecih kesal.

"Uang itu harusnya buat keperluan anakku! Enak bener sih kamu ... aku pastikan anak kamu ini ngga akan bisa ngeliat seumur hidup!" teriak Hesti. Fahira benar- benar kehabisan kesabaran. Dengan mata melotot Fahira mendorong bahu Hesti. Tidak masalah jika Hesti menghinanya, tapi tidak dengan Kamania.

“Heh, kamu perempuan perebut suami orang! Kalau pun ada yang harus marah di sini adalah aku! Kamu udah merebut suamiku, bikin hidupku susah, kamu ambil anakku juga. Giliran anakku kena musibah, dengan enak kalian membuang begitu saja! Di mana otak kalian?! Sekarang kamu datang ke rumah orang marah-marah.Asal kamu tau, aku tidak pernah meminta bapak untuk membayar biaya rumah sakit Kamania.

“Sekarang kamu pergi sebelum aku teriak maling dan orang-orang datang ke sini untuk menyeretmu ke penjara!” seru Fahira.

“Ka-kamu ....”

“Aku kenapa? Kamu kaget? Dulu aku selalu mengalah, tapi kali ini tidak. Aku sudah belajar dari kesalahan dan aku bertekad tidak akan pernah mau mengalah lagi. Sekarang juga kamu Pergi! PERGI!” teriak Fahira lagi.

Merasa dirinya berada di posisi kurang menguntungkan Hesti pun segera pergi dari rumah itu sementara Fahira langsung menggendong Kamania dan membawanya masuk ke dalam rumah.

Hesti kembali ke rumah dengan wajah cemberut. Ia kesal sekali. Terlebih setelah Fahira mengusir nya. 'Berani sekali wanita nggak berpendidikan itu mengusirku,' maki Hesti dalam hati.

Setiba di rumah, ia melihat ibu mertuanya sedang sibuk memasak. Sementara ayah mertuanya asik membaca koran.

“Dari mana kamu? Kok masuk nggak ucapin salam?" tegur Ammar tanpa mengalihkan pandangannya dari koran yang sedang dibacanya. Hesti tampak gelagapan sendiri.

"Eh, iya maaf, Pak. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Ammar.

"Kamu itu dari mana saja? Lagi hamil kok maunya keluyuran terus!" Omel Endang yang tiba-tiba saja sudah berada di ruang tengah.

"Iya ... tadi habis dari Rumah Sakit, Bu,” jawab Hesti.

"Tumben, kamu nggak tunggu Gilang pulang. Habis dari Rumah Sakit keluyuran ke mana?" tanya Endang lagi.

"Menengok Kamania, Bu. Ternyata dia itu pindah dari kontrakan kumuhnya. Apa ibu tau, dia sekarang bahkan punya rumah sendiri."

“Kamu itu cocok jadi pembaca acara gosip. Mana mungkin dia punya rumah,” cibir Endang.

“Aku sempat bertanya kepada tetangganya, katanya bos dia yang membelikan. Dia membayar dari potongan gajinya setiap bulan,” jawab Hesti.

"Tumben kamu mau menengok Kamania?" komentar Ammar sambil melipat korannya. Dalam hati, Ammar memuji tindakan Fahira yang tidak gegabah mengatakan dari mana rumah itu. Fahira lebih memilih berbohong. Tapi, memang itulah yang terbaik.

"Saya hanya kasian sama Kamania, Pak. Lagi pula si Fahira kan kerjanya rendahan, mana bisa kasih uang jajan untuk Kamania,” dusta Hesti.

Ammar hanya tertawa kecil mendengar pernyataan Hesti. Ammar sangat yakin, Hesti tidak mungkin memberi uang pada Fahira. Lagi pula, Fahira pun tidak akan mau menerima pemberian Hesti. Ammar tau betul sifat Fahira.

"Ya sudahlah, sana kamu istirahat. Lain kali nggak usah kamu tengokin si Fahira lagi, ngapain sih. Urus aja kehamilan kamu baik- baik," ujar Endang sambil berlalu kembali ke dapur. Sementara Ammar beranjak pergi masuk ke kamarnya. Ia memang tidak terlalu menyukai Hesti.

Siguiente capítulo