webnovel

Pemikiran

Seluruh teman kelasnya mendadak ribut. Atika merasa terganggu langsung diam melihat kedatangan mahasiswa tersebut. Dari auranya, Atika tidak bisa membantah sama sekali. Sekilas ada yang tidak beres dari pria itu. Professor berdehem pelan.

"Ini pertama kalinya kita menerima pindahan mahasiswa baru tahun ini. Tolong kalian dan anak ini menjadi akrab ya. Silakan perkenalan diri terlebih dahulu." Pria itu memberikan senyuman terbaiknya. Kaum hawa berteriak tidak jelas ketika pria itu membuat perkenalan uniknya.

Laptop ditaruh di atas meja dan disambungkan ke infokus. Tampilan video perkenalan itu menjadi meriah akibat menggunakan teknologi hologram. Malahan mereka tertarik menayangkan video serupa. Atika memutar bola mata bosan. Kadang-kadang teman kelasnya ini menjadi parno.

"Nah namaku Axel. Axel Leon Pebriga. Mohon bantuannya." Setelah itu Axel menatap Atika dari atas sampai bawah. Atika meraa risih langsung memutuskan kontak mata. Mudah-mudahan kehadiran Axel tidak memberikan dampak buruk. "Nak Axel, kamu bisa duduk dimana saja."

Axel melihat kursi kosong di samping Atika. Atika menunjukkan diri sendiri setelah Axel menghampirinya. Padahal ada wanita lain bersedia menukar bangkunya demi pria tampan kecuali Atika. Masalah tadi pagi membuat perutnya masih mual. "Hei, boleh aku duduk di sini?"

Kacamata milik Atika longgar lalu diperbaiki ke tempatnya. "Asalkan kamu tidak menganggu aku. Silakan, Axel." Ucap Atika memalingkan muka. Aura ini sangat sesak. Kenapa teman kelasnya sekarang tidak merasakannya? Ok, Atika memang aneh. 

Kemungkinan ini firasat saja. Professor melanjutkan kembali mata kuliahnya yang tertunda sambil berkeliling memeriksa peserta didik melakukan pelanggaran. Walaupun begitu prestasi mereka diacungkan jempol. Rata-rata IPK yang didapatkan sangat tinggi. Atika menghela napas sekian kalinya.

Pria tadi duduk diam, memberikan pertanyaan dan pendapat selama mata kuliah berjalan. Tidak sedikit para wanita mulai mengelukan nama Axel dan mencari latar belakangnya. Beberapa dari mereka menahan jeritannya. "Kamu idol bukan?" bisik Atika menyakinkan diri.

Jika ini salah, harga dii Atika dipertaruhkan. Axel menjawab iya tapi memelankan suaranya karena professor melemparkan pertanyaan acak. "Oh, aku benar. Hm?" Atika memikirkan perkataan Zayn. Jika benar mahasiswa baru kampusnya adalah Axel, Atika membandingkan idol kpop dengan Axel.

Sekilas mirip tapi tidak sebanding. Kpopers tingkat tinggi, Atika tidak bisa membuang perasaan fansnya kepada orang lain kecuali takdirnya berkata lain. Pulpen Axel jatuh. Perhatian Atika teralihkan meski sebentar saja. Kepala wanita itu menggelinding kembali.

Atika tidak bisa terkejut di dalam kelas. Salah satu peraturan kelas ini membuat Atika tidak bisa memilih pilihan apapun. Kepala itu menanyakan pertanyaan yang sama. "Kenapa kamu membunuh aku? Kamu melihatnya! Dia!" Tangan kanan Atika bergerak sendiri.

Kabur dari kelas lalu menuntaskan hukumannya adalah jalan terbaik. Professor menepuk jidatnya. "Iya juga, kamu belum mengerjakan hukuman dari aku. Silakan kamu kerjakan hari ini. Jangan lupa memberikan laporan lengkapnya." 

Kepala tadi perlahan-lahan menghilang saat Axel mencubit hidung Atika. "Kebanyakan melamun ya? Sana selesaikan tugas kamu." Wajah Atika pucat kembali. Sejak kapan kepala itu menempel erat di belakang Axel? Glek! Lebih baik tidak tahu sama sekali.

Atika mengeluarkan senyuman paksa, merapikan barangnya di meja dan keluar kelas. Setidaknya lari kenyataan khayalan ini sangat merepotkan. 'Cuman khayalan saja. Tidak lebih!' batin Atika menggerakkan tubuhnya ke lantai satu. Lift di ujung koridor sangat sepi.

***

"Gila! Kamu tahu kejadian ini tapi menelpon aku setelah ibu pengurus apartemen?" Rasa tidak percaya Zayn sedang mengguncangkan tubuh Atika tanpa ampun. Atika pasrah. Percuma sikap Zayn yang berlebihan inilah menjadikan Atika banyak hutang budinya.

"Aku tahu ini salah tapi adakah petunjuknya?" Zayn menghentikan aksinya lalu berkata, "Tidak ada kecuali cairan merah korban dan TKP bersih. Tim forensik kerja lembur hari ini." Atika meminum jus jeruknya setelah mendengarkan penuturan Zayn.

Lagipula pria yang memakai topeng kelinci itu belum terbukti benar keberadaannya. Bahkan CCTV saja tidak ada merekam peristiwa itu dikarenakan itu palsu agar menghindari amukan ibu pengurus apartemen. Seluruh apartemen ditanyakan oleh petugas polisi.

Berkat hal itu, para wartawan sibuk menanyakan kejadian yang tidak mereka duga. Atika menggaruk tengkuk tidak gatal. "Siapa yang membocorkan ini ke media?" Zayn melipat tangan dan memberikan kode ke arah salah satu wartawan wanita bernama Bilqis Adzykiya Rana.

Atika beroh ringan. Wartawan itu membeberkan rahasia petugas polisi sekejap mata. Sekali ada kasus maka ada kehadirannya setiap lokasi terutama kasus pembunuhan. Atika dan Zayn saling pandang satu sama lain. "Hari ini kamu pulang sendiri. Maaf!" kata Zayn sedih.

Atika tertawa hambar. Sejak ditatap tajam sama Zayn, Atika tidak mau merepotkan sama sekali sahabatnya itu. "Tidak apa-apa. Aku sudah besar. Masalah wartawan wanita tadi sudah ditandai sama ibu pengurus apartemen. Lihat saja! Mereka berdua sedang bertengkar."

Zayn mengikuti arahan Atika langsug menjitak lagi kepala wanita kampusnya. "Tambah beban ke aku. Come on! Bantu aku relai mereka," kata Zayn menarik paksa Atika dari kantin. Atika tidak berani memberontak. Bahkan membicarakan khayalan di kampus dan aura Axel saja belum dikabarin.

"Lerai mereka! Kenapa kalian tidak becus sih?" Akhirnya dilepaskan juga. Atika menggerakkan bahu yang kaku setelah Zayn mengurus sekitar TKP yang diberi palang garis polisi. Masyarakat mulai beragumen sendiri. Pendengaran Atika semakin tajam.

Nama korban wanita itu disebutkan. "Ya ampun kenapa Nona Yeni ini ditimpa musibah begini? Jadi korban lagi?" Tepukan bahu masyarakat lainya juga meminta pendapat. "Iya juga, padahal tidak ada masalah loh!"

"Siapa bilang wanita itu tidak ada masalah?" Atika dan masyarakat sekitar menoleh ke sumber suara. Wanita berambut acak-acakan itu melangkahkah kakinya ke gerombolan. "Dia sudah selingkuh dengan suami aku. Jadi dia pantas mendapatkannya. Malahan aku bersyukur dia terbunuh hari ini."

Sontak saja salah satu petugas polisi mengklaim alibi wanita itu sebagai motif pembunuhan. Walupun diseret masuk ke mobil polisi, Atika memandang tidak percaya. "Jadi benar perkataan wanita itu? Padahal Nona Yeni orangnya baik loh. Mungkin banyak yang iri karena kecantikannya."

Atika terduduk lemas. Pikirannya semakin kalut.  Bukan masalah tadi pagi membebani seluruhnya, pikiran Atika memproses semuanya seperti kepingan puzzle. Sekarang Atika berada di tempat kejadian. Emosi Atika bercampur aduk.

Dari awal, pemikiran Atika ini sangat aneh. Makanya Atika mengutarakan semuanya sejak kecil selalu dikatakan khayalan belaka saja. Zayn menganggap hal yang sama. Ruangan apartemen 205 memiliki ceritanya sendiri.

"Aku harus menerima pikiran aku. Lets start!" Atika memeriksa jam tangan untuk menyetel berapa lama dirinya di dalam dimensi tersebut. Lewat itulah Atika bisa membedakan mana kenyataan dan bukan, Atika menghirup udara dalam-dalam. Langkah kaki wanita korban mendekati pintu.

"Hei honey! Kamu datang telat hari ini. kangen dengan tubuh aku?"

Bersambung

Siguiente capítulo