webnovel

Innocent Girl

Gustav yang berada di luar sedang mengangkat telepon dengan wajahnya yang serius.

"Iya saya akan memastikan tuan Edgar tetap pada rencananya," kata Gustav.

"Iya kamu harus pastikan. Saya tidak mau ada yang terlewat, mengerti? Gadis itu harus segera ditangkap. Kalau sampai putraku jatuh cinta sama gadis itu, singkirkan saja gadis itu," balas Oscar dengan nada bengis.

"Baik, Tuan," kata Gustav.

Sambungan telepon itu dimatikan Gustav. Dia mendengar suara Betty yang berteriak ketakutan memutar bola matanya. Dia mengkodekan pada para pengawal yang berjaga di sana untuk Berjaga di depan pintu agar wanita yang di dalam ruangan tidak kabur.

Gustav menelepon Edgar. Dia ingin tahu tuannya ada di mana.

"Tidak diangkat-angkat. Tuan Edgar kalau memang mencintai gadis itu bisa-bisa tuan dan gadis itu habis di tangan tuan besar," gumam Gustav.

Gustav mengirimkan pesan pada Edgar, tapi masih belum dijawab.

***

Di apartemen, Hanna baru saja keluar dari ruang ganti membuat Edgar terpanah. Bahkan pria itu tidak bisa mengalihkan pandangannya.

"Apakah bagus?" tanya Hanna membuyarkan pikiran pria di hadapannya.

"Bukan hanya bagus, tapi sempurna, Sayang," jawab Edgar.

Edgar berdiri dari duduknya lalu menangkup pipi Hanna dengan kedua telapak tangannya.

"Aku sudah berdandan, jangan dipegang begini," rengek Hanna.

"Bedak kamu tidak kenapa-kenapa kok. Kamu juga jangan pakai riasan terlalu tebal, Sayang. Kamu sudah cantik kok," balas Edgar lembut. 

"Kamu sudah lapar belum? Kalau sudah, lebih baik kita jalan sekarang. Takutnya macet," kata Hanna.

"Sayang, aku jadi mau mengurung kamu di sini aja. Aku tidak suka banyak orang yang melihat kamu," balas Edgar merangkul pinggang perempuan di sampingnya dengan erat.

"Sudah deh, jangan merayu aku terus," kata Hanna memutar bola matanya.

"Ya sudah ayo kita pergi," ajak Edgar.

"Iya. Aku lihat ke dapur dulu," balas Hanna.

"Ngapain?" tanya Edgar.

"Mau mengecek masih ada yang menyala tidak," jawab Hanna.

"Kamu ini kayak mamaku saja," balas Edgar.

"Ya daripada terjadi hal yang tidak diinginkan. Nanti utangku makin banyak," kata Hanna.

"Sayang, aku tidak pernah menganggap semuanya utang," balqs Edgar lembut.

Hanna melengos saja. Dia memilih untuk mengecek semuanya dulu sebelum pergi, dia terbiasa seperti itu. Hanna setemenghampiri Edgar.

"Aku sudah selesai," kata Hanna.

"Oke kita jalan," balas Edgar menggenggam tangan Hanna.

Hanna melirik tangannya yang digenggam. Tangan dia memang selalu digenggam oleh Edgar, tapi entah kenapa dia selalu merasa pria di sampingnya tidak tulus.

"Aku harus mencari cara agar segera terlepas dan tidak bergantung pada pria ini," gumam Hanna.

"Hanna kenapa melamun?" tanya Edgar saat menyadari Hanna dari tadi melamun sepanjang perjalanan menuju mobil.

"Tidak apa-apa. Aku hanya merasa tidak enak sama tempat kerja aku karena tiba-tiba aku izin," jawab Hanna.

"Tidak akan ada yang memikirkan kamu di sana. Oh iya, apakah kamu sudah punya teman di tempat kerja kamu?" tanya Edgar.

"Jangankan punya teman, mereka aja enggan mengajak aku bicara. Aneh banget," jawab Hanna.

"Sudah ga usah dipikirkan. Hanna, ayo masuk mobil," kata Edgar tersenyum manis pada Hanna.

"Terima kasih," balas Hanna.

Hanna membalas senyuman itu. Dia masuk ke dalam mobil yang pintunya dibukakan oleh Edgar.

***

Suara ponsel Edgar tiba-tiba terus bergetar saat mereka sudah berada di perjalanan.

"Itu ponsel kamu bunyi terus, diangkat aja," kata Hanna.

"Tidak perlu, Sayang  Palingan Gustav," balas Edgar.

"Aku risih dengar getarannya," kata Hanna.

"Oke kamu angkat saja," balas Edgar santai.

"Aku angkat nih?" tanya Hanna.

"Iya, Sayangku," jawab Edgar.

Hanna mengangkat panggilan itu hingga terdengar suara Gustav.

"Tuan, maaf mengganggu. Ini soal papa Tuan," kata Gustav.

"Hmm," deham Hanna sambil menatap Edgar.

Edgar tersenyum saat melihat Hanna yang terlihat kaku ketika mengangkat teleponnya.

"Tuan harus segera menyelesaikan rencana kita atau dia akan menghabisi perempuan yang bersama Tuan," kata Gustav.

"Maksudnya apa, Gustav? Maaf," kata Hanna.

Gustav terkejut. Dia hampir saja menjelaskan semuanya.

"Maaf, Nona. Tuan Edgar di mana?" tanya Gustav.

"Ada di samping saya. Jelaskan saja sama saya sebenarnya ada kejadian apa," jawab Hanna.

"Maaf, nanti saja karena ini soal pekerjaan. Jadi biar saya sendiri yang menyampaikannya pada tuan," kata Gustav.

"Apa kamu tidak mempercayai saya?" tanya Hanna lesu.

"Sayang, sudah. Jangan memaksa Gustav. Aku nanti yang menelponnya saja," kata Edgar.

"Oke," balas Hanna kesal.

Hanna mematikan sambungan telepon itu lalu mengembalikan ponsel Edgar.

"Sayang, jangan ngambek dong sama Gustav," kata Edgar.

"Kamu sama Gustav ada rencana apa sih? Dia tadi terdengar ketakutan, terus dia menyebut papa kamu. Ada apa sebenarnya?" tanya Hanna.

"Sayang, nanti aku akan cerita setelah aku berbicara dengan Gustav," jawab Edgar berusaha menenangkan Hanna.

"Terserah kamu," balas Hanna.

Edgar menghelakan napasnya. "Gustav ini tidak bisa apa tunggu nanti," gumam Edgar sambil mencengkram setirnya.

Hanna melihat ke luar jendela, pinggir jalan tampak ramai dengan orang-orang yang berjalan dengan keluarga maupun kekasihnya.

"Aku jadi rindu sama keluargaku. Aku juga ingin kayak orang-orang, bisa segera menikah dan punya anak. Apakah aku bisa mewujudkan itu bersama Edgar?" gumam Hanna.

Beberapa menit berlalu, mereka akhirnya sampai tempat tujuan.

"Sayang, kita sudah sampai," kata Edgar lembut.

"Restorannya ini?" tanya Hanna menatap tempat yang begitu indah.

Edgar sudah turun dan membukakan pintu mobil untuk Hanna.

"Ayo kita masuk ke dalam bersama," kata Edgar.

Hanna menerima uluran tangan kekasihnya. Edgar merangkul pinggang Hanna setelah dia mengunci pintu mobil. Mereka memasuki restoran itu dan langsung disambut oleh pelayan dan manager restoran.

"Seharusnya aku lebih menyiapkan penampilanku," gumam Hanna.

Hanna menggenggam tangan Edgar dengan erat. Dia saat ini sangat grogi saat ini.

"Kalau tahu kamu akan membawa aku ke restoran yang bagus kayak begini, aku bakal pakai baju yang lebih bagus," kata Hanna menenggelamkan wajahnya ke tubuh edgar.

"Hanna, kamu kekasihku yang paling cantik. Apa pun yang kamu pakai pasti kamu akan selalu cantik," balas Edgar.

Seorang pelayan mengantarkan mereka ke tempat duduk, sedangkan pelayan lain hanya memperhatikan saja. Mereka duduk di pojok.

"Kita duduk di pojokan aja dilayani begini," kata Hanna cekikikan.

Edgar tersenyum saat menatap Hanna yang tersenyum bahagia padanya.

"Kamu tidak tahu aja kalau aku memang sengaja menyewa tempat di ujung begini supaya kita tidak diganggu. Tadinya aku berpikir mau menyewa ruangan VIP, tapi aku takut kamu curiga. Aku terlalu tidak pantas untuk kamu. Aku suka melihat kepolosan kamu, Hanna. Aku bingung harus bagaimana memulai misiku pada kamu," gumam Edgar.

"Hallo, Nona. Perkenalkan nama saya Martin. Saya mau merekomendasikan tiram yang enak di sini," kata Martin dengan senyum lebar.

"Wah, mana? Aku mau coba lihat menunya!" teriak Hanna antusias.

Hanna membuka menu sambil sesekali matanya mengerjap dan menatap ke arah Edgar.

"Sayang, pesan saja. Kita coba," kata Edgar sambil menggenggam tangan Hanna.

"Mahal sekali harga makanannya. Ngapain makan di sini?" tanya Hanna dengan suara pelan.

Edgar mengecup tangan Hanna. Tidak apa-apa," bisik Edgar.

"Tidak apa-apa, Nona. Pesan saja yang kalian mau, nanti saya berikan diskon," kata Martin.

"Diskon berapa persen? Nanti saya harus hitung dulu," balas Hanna antusias.

Siguiente capítulo