Setelah kelas selesai, aku langsung pergi keluar secepat mungkin. Aku ingin melarikan diri dan pulang duluan. Tetapi sialnya, Melissa dan Riska sudah nongol terlebih dahulu didepan pintu keluar. Selain mereka berdua, ternyata senior dari Adellia juga ada didekat sana.
Sore itu jadi terasa sangat melelahkan, baik itu secara fisik ataupun mental. Sebab aku terjebak diantara wanita-wanita mengerikan ini beserta senior Adellia. Mereka sudah menungguku bahkan sebelum kelas selesai. Aku tak mengerti mengapa Melissa dan Riska mencoba mendekatiku, padahal aku hanya pria yang berpenampilan biasa yang tak memiliki kemampuan atau sifat yang sangat menonjol.
Sebenarnya aku tak mau memberi harapan kepada mereka berdua, walau perkataanku tampak sombong tapi itulah kenyataan yang sebenarnya. Sementara itu, senior Adellia tidak memperdulikanku sama sekali, bahkan aku tak berkenalan dengannya.
Dia hanya mau berbicara dengan Adellia dan sesekali menjawab pertanyaan yang diajukan dari Riska ataupun Melissa. Dari pandangan mata dan tingkah lakunya, aku merasa dia juga menyimpan rasa kepada Adellia. Tetapi tampaknya Adellia tidak menyadarinya, dia seperti menganggap pria itu cuma sebatas senior saja, di perspektifku.
Pada akhirnya kami berjalan menuju kantin bersama-sama, walau suasananya tampak sangat canggung. Sebab kami semua tak terlihat akrab sama sekali, malahan kami terlihat sangat kaku saat bersama. Hingga akhirnya Riska mencoba mencairkan suasana dan memulai pembicaraan saat kami di kantin.
"Habis kelar UAS, pada mau liburan bareng di Bandung gak?" tanya Riska
"Emangnya liburannya mau ngapain aja disana kak?" balasku
"Liburannya nginap di villa papaku yang ada di lembang Ram, disana ntar bebas mau ngapain aja. Entar gausah bawa banyak barang, disana udah disiapin semua sama pekerja yang kerja disana." ucap Riska.
"Hmmmm, kalo aku sih liat situasi dulu kak. Soalnya udah lama juga nggak balik ke rumah." ucapku.
"Gw ikut dong, nanti habis liburan bareng aja baliknya Ram." ucap Melissa sambil menggoyangkan bahunya kearahku.
"Aku ngikut Rama aja, kalo ga ada Rama aku ga bakal ikut." ucap Adellia dengan santai
"Aku boleh numpang ikut gak?" ucap pria itu kepada Riska.
"Boleh aja sih, lebih rame kayaknya lebih asik." jawab Riska.
"Oke, makasih ya." balas pria itu sambil tersenyum.
Sejujurnya aku tidak terlalu suka liburan beramai-ramai, aku lebih tertarik berlibur bersama orang yang sudah dekat saja. Sebab aku tak akan merasa leluasa jika bersama orang yang tidak terlalu akrab denganku. Aku juga pastinya tidak akan bisa menikmatinya dengan puas jika tak bisa bebas dan terlalu memikirkan orang lain. Mungkin aku akan menolak tawaran dari Riska saat UAS berlangsung dengan berbagai macam alasan yang kukarang. Semoga saja Riska tidak akan tersinggung dan kecewa.
"Oh iya Ram, ajakin Steven sama Jessica juga ya biar makin rame." ucap Riska
"Hmmmm, nanti aku sampein kak, tapi aku belum pasti ikut loh kak." balasku
"Ga boleh dong, kamu harus ikut pokoknya. Kalo kamu ga ikut yang lain juga pasti sama." ucapnya dengan tegas
"Yahhh, terjadi pemaksaan nih." ucapku lesu
"Biarin, emang kamu gak mau liburan bareng kita-kita nih? Jangan sampai kabur ya habis UAS." ucap Riska memaksaku harus ikut.
"Pokoknya kita berangkatnya bareng ya Ram." ucap Adellia memandangku sambil tersenyum
"Iya Del...." balasku lesu dengan senyum terpaksa.
"Aku juga maunya bareng sama Rama aja." tambah Melissa dengan semangat.
Aku ingin pergi saja dari sini secepatnya, sebab makin lama disini aku merasa makin lesu tak bersemangat. Beberapa kali aku melihat senior Adellia mulai memandangku dengan sinis. Sebab Adellia hanya antusias berbicara kepadaku saja. Tampaknya Adellia tak terlalu memedulikan seniornya saat berada didekatku.
Sebenarnya aku berpikir, jika dia adalah senior Adellia sudah pasti dia memiliki kemampuan supranatural. Tapi anehnya aku tidak merasakan hal itu darinya, aku juga tidak merasakan ada eksistensi khodam darinya. Aku merasa bingung dan penasaran akan hal itu, tapi entah kenapa instingku merasakan sesuatu yang buruk darinya. Mungkin karena perasaanku yang didominasi rasa cemburu karena dia selalu mencoba mendekati Adellia. Atau memang pada dasarnya dia sedang menyembunyikan sesuatu yang negatif.
Saat aku sibuk berpikir dan tenggelam dalam lamunan, tiba-tiba dia berbicara dan menjulurkan tangannya kepadaku.
"Salam kenal, gw Ilham." ucapnya sambil menatapku datar.
"Rama." balasku singkat lalu menyalamnya kembali.
Adellia,Riska dan Melissa hanya melihat kami berdua dengan ekspresi heran dan aneh. Sebab tanpa kusadari, kami bersalaman dan memandang satu sama lain dalam waktu yang cukup lama. Sepertinya bau-bau persaingan sudah mulai tercium pada saat itu, tapi yang pastinya aku tak akan mengalah jika itu menyangkut Adellia.
"Ram, kalian berdua kenapa sih?" bisik Adellia pelan
"Cuma kenalan doang kok Del." balasku santai
"Perasaan kamu waktu kenalan sama cewek gak sampai gitu juga ekspresinya. Jangan-jangan kamu itu..." ucap Adellia perlahan
"Ehhh, aku masih demen sama cewek juga kali Del." ucapku terkejut
Adellia, Riska dan Melissapun tertawa terbahak-bahak melihat responku. Sedangkan Ilham hanya memalingkan wajahnya, mungkin karena malu mendengar ucapan Adellia. Sepertinya hari ini aku benar-benar sial dan apes, aku selalu menjadi bahan bully-an mereka. Setelah itu kami hanya berbincang-bincang santai sebentar lalu memutuskan untuk pulang.
Awalnya Melissa memaksa untuk ikut denganku, begitu juga Ilham yang ingin mengikuti Adellia. Aku hanya bisa menggelengkan kepala lalu menolak dengan tegas permintaan Melissa, walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melakukannya. Sebab aku sangat kewalahan akan sifat Melissa yang agresif mendekatiku.
Sedangkan Adellia hanya butuh satu kalimat saja untuk menolak permintaan seniornya. "Aku pulang bareng Rama mas." ucap Adellia singkat, Ilham tak bisa membalasnya dan hanya bisa menuruti perkataan Adellia. Dia pun langsung pamit terlebih dahulu.
Pemandangan itu tampak aneh bagiku, sebab Ilham terlihat sangat menurut akan apapun yang diucapkan Adellia. Tidak seperti umumnya, dimana seorang senior yang menjadi lebih dominan didalam interaksinya. Yang terjadi diantara Adellia dan Ilham malah sebaliknya. Tapi aku tak bisa berpikir banyak saat itu, sebab disisi lain aku masih sibuk berbicara dengan Melissa.
Setelah berhasil membujuk dan menolak permintaan Melissa dengan susah payah, akhirnya aku dan Adellia bisa pulang dengan tenang. Disepanjang perjalanan, kami berdua berusaha untuk membuka pembicaraan. Tetapi pembicaraan itu sering terhenti hingga kami pun menjadi terdiam sesaat.
Rasa canggung ini muncul karena kami sempat tak berkomunikasi sama sekali, selama dua minggu belakangan ini. Rasanya kami kembali pada saat pertama kali masuk kampus, dimana aku bahkan masih malu untuk menatap kedua matanya. Mengingat masa-masa itu, tanpa sadar aku mulai tersenyum sendiri layaknya orang gila.
"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri Ram?" tanya Adel dengan tatapan penuh curiga
"Haaa? Gapapa kok Del." jawabku gugup
"Kamu pasti lagi mikirin Melissa ya?" ucapnya sambil menatapku tajam
"Enggak kok Del." jawabku panik
"Ohhh, berarti lagi mikirin Riska?" tanyanya dengan tatapan sinis
Melihat dirinya yang selalu mengungkit wanita lain didepanku, aku mulai tersadar, sepertinya Adellia sedang merasa cemburu. Lumayan, sekarang aku punya bahan untuk mengejeknya, pikirku.
"Cieee, kayaknya ada yang lagi cemburu nih." ejekku
"Ihhhh, kepedean banget kamunya." balasnya sinis
"Iya dong, soalnya didekatku ada cewek yang lagi cemburu nih, tapi sayangnya dia gak mau ngaku." ejekku lagi
Adellia tersenyum tipis lalu berkata, "Hmmmm, kayaknya kamu masih belum puas ya sama cubitanku Ram? hehehe."
Aku sudah trauma dengan cubitan sadis darinya, aku pun langsung menyerah dan berkata, "Hehehe, udah puas kok Del. Aku diem deh, ga bakal ngejek lagi." ucapku dengan senyuman palsu
"Kalo gak mau dicubit, coba bilang kenapa kamu senyum-senyum sendiri tadi." ucapnya menginterogasiku.
"Ga ada apa-apa kok Del, masa mau senyum doang ga boleh." balasku mengelak
"Yakin nih? Kalau diliat dari mata kamu sih, udah pasti seratus persen kamu lagi bohong sekarang." ucapnya sambil mengernyitkan dahinya.
"Ah masa sih? emangnya kamu itu dukun yang bisa tau semuanya Del?." ucapku tak terima.
"Masih mau ngelak lagi, mau aku cubit aja nih? haaa?" ancam Adel.
"Jangan dong mbak dukun." ejekku sambil mencoba menghindar darinya
"Ihhhh, awas ya kamu, jangan sampai ketangkap." teriaknya sambil mencoba mengejar dan menangkapku.
"Hahahaha." aku hanya berlari sambil menoleh dan menertawainya. Tapi beberapa saat kemudian, aku tak sengaja tersandung oleh kerikil kecil. Hingga pada akhirnya akupun terjatuh secara dramatis.
Beberapa orang yang sedang lewat disanapun menatap dan menertawaiku. Aku merasa sangat malu dan langsung memalingkan wajahku dari mereka.
"Pfffttttt, hahahahahahaha." Adelpun tertawa terbahak-bahak melihatku yang terjatuh dengan posisi terlentang dilantai. Dia langsung bergerak mendekatiku dengan tawanya yang juga tak berhenti-henti.
"Rasain tuh, makanya jangan bandel." ucapnya mengejekku lalu dia menjulurkan lidahnya.
"Duh sakit banget nih Del, aku gabisa berdiri nih kayaknya." ucapku berpura-pura kesakitan.
"Eh, serius Ram? bagian mana yang luka? sini aku bantu pegangin." ucapnya khawatir sambil mencoba memapahku.
Adellia berjalan sambil memapahku yang sedang berpura-pura kesakitan. Ekspresi wajahnya yang tadinya tampak khawatir berubah menjadi senyuman tanggung, sebab dia sedang menahan tawanya. Sepertinya dia masih merasa lucu dan belum bisa lupa akan kejadian disaat aku terjatuh. Aku harus balas dendam nih, ucapku dalam hati.
"Kamu mau tau gak Del, kenapa aku senyum-senyum sendiri tadinya?" tanyaku dengan ekspresi polos.
"Hmmmm, emangnya kenapa Ram?" ucapnya dengan tatapan yang penuh curiga dan penasaran.
"Sebenarnya Del..." ucapku perlahan dengan ekspresi serius lalu berhenti seketika.
"Sebenarnya apa Ram?" tanyanya dengan penasaran.
"Sebenarnya waktu tadi....."
"Hmmmm...." gumamnya pelan sambil menaikkan salah satu alis matanya.
"Aku mikirin kamu Del." ucapku sambil memandang matanya.
Langkah kami berdua terhenti sejenak, Adel tersenyum manis lalu memalingkan wajahnya yang tampak mulai memerah. Perlahan aku mendekatkan bibirku ditelinganya.
Sementara itu, Adellia tampaknya sedang malu dan gugup, kelihatan dari sikapnya yang salah tingkah. Tubuhnya mulai kaku, lalu dia mulai melirikku dari sudut matanya.
Hingga akhirnya aku mulai berbisik pelan dan halus ditelinganya.
"Tapi bohong Del."
Tanpa basa-basi, aku lalu berlari secepat mungkin menjauh darinya.
"RAMAAAAA!!!" teriak Adellia
Bersambung....