Plak!
Sebuah tamparan keras hinggap di pipi Mina dengan cantik sampai membuat gadis itu berpaling dengan sudut bibir yang sudah pecah akibat terlalu kerasnya tamparan yang ia terima.
Semua pelayan membeku saat melihat Nonanya di perlakukan dengan kasar seperti itu. Namun apalah daya mereka yang tidak bisa berbuat sesuatu karena takut di pecat oleh Tuannya.
Dengan melemparkan tatapan dingin dan menusuk kepada Mina, lelaki itu pun berkata, "Sudah ku bilang, jaga sikapmu dasar menjijikan!"
Mina yang mendapati sikap kasar itu langsung meneteskan air matanya dan menatap wajah lelaki itu dengan tatapan kecewa yang sangat jelas.
"Bisa-bisanya aku menyukai lelaki sepertimu dulu, Zhair!"
Mina menyunggingkan senyuman miris dan menyugar rambutnya kasar.
"Mantan biadab. Jika kamu benar-benar akan menjadi suami masa depanku, aku akan melompat dari lantai paling atas dari gedung perusahaanmu sebagai saksi jika aku sangat merasa jijik dengan apa yang sudah di rencanakan untuk masa depanku. Camkan itu. Kamu tahu aku tidak akan main-main dengan perkataanku, bukan?" tegas Mina, berjalan melalui Zhair begitu saja.
"Panggil Tuan Cho untuk menemaniku hari ini. Aku tidak ingin ada keroco sepertinya lagi di hari penting ini."
Mina berjalan meninggalkan Zhair dengan meninggalakan kesan kuat jika dirinya benar-benar muak dengan lelaki itu.
"Dan satu lagi, tolong antarkan di ke gerbang jika ia tidak tahu jalan keluar dari sini. Karena aku sudah sangat enggan melihat wajah sombongnya!" tambah Mina, sebelum akhirnya ia benar-benar menghilang dari pandangannya.
Zhair yang dari tadi menatap bagaimana tegapnya punggung Mina walaupun sudah mendapatkan perlakukan seperti hanya bisa mengepalkan kedua tangannya erat dan berjalan meninggalkan rumah Mina.
'Aku akan membuatmu lebih menderita karena berani mengacuhkan aku. Lihat saja bagaimana sialnya dirimu, Mina!' batin Zhair, penuh dengan dendam.
*****
Setelah mendengarkan sambutan dan kata perpisahan dari kepala sekolah, satu per sati murid mulai menaiki podium untuk menerima surat kelulusan mereka dari setiap wali kelas mereka sebelum akhirnya masuk ke dalam acara makan-makan yang sudah seperti menjadi sebuah tradisi turun-temurun di dalam sekolah mereka.
Acara kelulusan memang selalu di gelar dengan meriah. Banyak pertunjukkan dari berbagai macam exschool sekolah mereka yang di bawakan oleh adik-adik kelas sebagai bentuk ucapan selamat kepada seniornya.
Serta acara makan-makan yang di siapkan untuk menambah rasa harmonis antara para murid sebagai bentuk perpisahan karena sebentar lagi mereka semua akan jarang bertemu antara satu sama lain dan menempuh jalan hidupnya sendiri-sendiri. Dengan harapan jika pilihan mereka kedepannya akan membawa mereka pada kesuksesan.
Semua tampak bahagia. Namun tidak dengan Mina yang terlihat diam di kursinya dengan menatap banyaknya orang-orang berlalu lalang di depannya dengan bercengkrama antara satu sama lain.
Ini memang hari yang membahagiakan, tapi bagi Mina ini adalah hari yang sangat melelahkan. Tanpa adanya seseorang yang mengajaknya berbicara, Mina pun memilih untuk pergi dari ruangan itu dan mencari udara segar.
"Hey, selamat atas kelulusanmu!" ucap seorang lelaki, tiba-tiba memberikan sebuah buket bunga mawar besar kepadanya.
Mina langsung menatap ketiga orang yang ada di depannya dengan tatapan terkejut. Padahal kemarin ia mendengar jika jadwal mereka sangat padat. Lalu apa ini?
"Kenapa kalian bisa ada di sini?" tanya Mina, dengan menyeka air matanya yang tiba-tiba menetes saat melihat ketiga sahabatnya tiba-tiba muncul di hadapannya.
Amanda memberikan sebuah tisu kepadanya dan memeluknya pelan sambil membiarkan Mina menghapus air matanya dengan hati-hati.
"Akhirnya kamu kelyar dari penjara itu dan bisa masuk ke dalam lingkup kehidupan kami lagi. Fuh ... syukurlah walaupun terlambat ya haha," celetuk Amanda, nampak bahagia dengan kelulusan Mina.
Kedua lelaki yang datang bersama dengan Amanda pun menganggukan kepalanya antusias. Setuju dengan apa yang baru saja di katakan oleh Amanda.
"Kami sengaja membuat ini sebagai kejutan, hehe ... bagaimana bisa kami sibuk di saat kamu sedang melalui hari sakral ini. Tidak mungkin kami tidak merayakannya denganmu nanti," ucap Railo, mengulas senyuman lebar.
Lelaki bermata hitam dengan rambut blondenya itu terlihat sangat bahagia dan antusias melihat Mina yang terlihat senang senang dengan kehadiran mereka bertiga.
"Bagaimana jika kita rayakan nanti malam? Aku bisa bolos latihan sehari saja untuk merayakan hari penting ini!" ucap Rey, mengedipkan matanya genit.
Kali ini Mina memandang wajah lelaki manis nan tampan dengan bentuk wajah kecil dan kacamata yang bertengger di hidung tingginya itu dengan tatapan senang.
"Boleh. Aku juga tidak ada acara hari ini! Bagaimana–"
"Tidak bisa Mina. Kita harus menghadiri sebuah acara nanti malam, apakah Kakak belum mengatakannya kepadamu? Lalu, kenapa pula dengan sudut bibirmu ini? Kamu bertengkar lagi? Dengan siapa? Kenapa kamu masih tetap bertengkar di usiamu yang sudah cukup dewasa ini? Ayolah Mina, jangan terus kekana–"
Tak ...
Mina menyentak tangan Amanda dan menjauh dari dirinya dengan cepat saat gadis itu mulai menghakimi dirinya dengan kata-kata.
Amanda yang mendapati perlakukan itu langsung terdiam dan menatap wajah Mina yang terlihat kecewa atas tindakannya, dengan tatapan cemas dan ragu.
"Ma–maafkan ak–"
"Aku belum mendengar apa pun dari Kakak Ipar. Mungkin saat waktu acaranya sudah dekat aku akan mendapatkan kabar darinya. Sekarang mungkin dia sedang sibuk. Dan aku pun sudah sangat lelah dengan acara ini. Bisakah aku pergi? Terima kasih atas ucapannya. Bahkan kalian sampai datang ke sini. Tapi hari ini aku sangat lelah. Maaf tidak bisa bermain dulu dengan kalian. Terima kasih, aku pamit dulu ya?" ucap Mina, mengulas senyuman palsu dan berjalan pergi.
Railo dan Rey menatal wajah Amanda yang terlihat kaku.
"Lagi-lagi kamu meragukannya tanpa sebab, Amanda. Tidakkah kamu merasa terlalu sering memarahinya? Bahkan aku mengira kamu tadi sedang merendagkannya dan menganggapnya bodoh karena tidak bisa mengambil sikap yang pantas," celetuk Rey, membuat Amanda semakin terdiam.
"Benar. Kamu terlalu sering bertindak keterlaluan, Amanda. Bukankah kamu sudah menjadi keluarga dengan Mina? Tapi kenapa pula kamu semakin sering merendahkannya dari pada menguatkannya? Aku tidak habis pikir denganmu," celetuk Railo, bergantian.
"Maafkan aku, aku hanya–"
"Perbaiki saja sikapmu. Aku dengar dia mendapatkan luka itu dari Zhair tadi pagi. Huff ... kenapa pula lelaki itu datang ke rumahnya sepagi itu jika untuk mengacaukan hari Mina. Benar-benar minta di hajar," ucap Railo, geram.
Amanda yang mendengarnya langsung terpaku di tempat dengan ekspresi wajah yang kaku dan cemas.
"Kamu bilang apa? Zhair yang melakukannya? Dari mana kamu tahu hal itu? Jangan berbohong!" seru Amanda, sedikit berteriak.
Railo langsung mengerutkan keningnya dalam dan menatap Amanda dengan pandangan risih.
"Ada apa denganmu? Kamu tahu aku tidak pernah berbohong jika menyangkut kalian semua. Lalu kenapa kamu meragukanku sekarang?" celetuk Railo, tidak senang.
Amanda pun hanya bisa terdiam dengan menelan ludahnya susah.
'Tidak. Bagaimana nanti malam? Semua bisa kacau jika seperti ini. Ugh ... apa yang harus aku lakukan?' batin Amanda, gelisah.