webnovel

Chapter 4 - Pelayan (bagian 2)

Diseret begitu ke dunia lain, ke sebuah dunia dari game yang ia mainkan sendiri. Edward masih tidak mengerti kenapa diriku yang terpilih, apa karena dirinya menjawab pertanyaan-pertanyaan itu? Meski pertanyaan itu terus ia tanyakan di kepalanya, ia tidak menemukan jawaban.

"Paduka."

Paduka, begitu wanita itu memanggilku. Sebuah panggilan terhormat untuk seorang penguasa, Aku mendapat panggilan itu karena di dunia ini Aku bukan menjadi seorang manusia lagi, tapi menjadi Kaisar Iblis. Edward menghela nafas berat, meratapi nasib yang akan menghampiri ku nanti. Begitu sulit untuk percaya bisa berada di dunia ini dan lebih membuat dirinya tidak percaya, dia akan dibunuh oleh karakter yang ku buat sendiri, benar-benar merepotkan.

Langkah Kami berdua berhenti sejak tadi dan perempuan di depan ku tengah berdiri di samping pintu dengan mata terpejam, saat melihatnya Aku tersadar apa yang sedang di tunggunya.

"Buka pintunya."

Sebuah perintah, perempuan itu mematuhi perintah perintahnya dan membukakan pintu itu dengan perlahan.

'Wah …'

Ia sangat bersyukur suara itu tidak keluar dari mulutnya ketika melihat apa yang ada di balik pintu itu. Sebuah ruangan yang megah dengan warna tembok yang sama seperti di lorong, di setiap tembok ada berbagai lukisan pemandangan alam dan di setiap pojok ruangan ada patung zirah hitam. Edward menghela nafas lagi, berusaha menghilangkan rasa kekaguman itu agar tidak terlihat jelas di wajah, akan memalukan jika dirinya kagum dengan tempat tinggal ku sendiri terlebih lagi saat ini Edward adalah sosok Kaisar Iblis, sosok Boss terakhir dari game ini

Edward kembali mengambil langkah setelah terdiam sesaat, duduk di kursi meja makan. Matanya kembali terbelalak melihat makanan di atas meja, irisan daging, sup, roti, telur, semuanya terasa begitu lengkap. Edward menelan ludah, tangannya gemetar melihat semua makanan di atas meja itu.

'A--Apa Aku boleh memakan ini? Aku terbiasa makan mie instan karena murah, tapi makanan ini … Sepertinya mahal.'

Edward merasa sungkan memakan itu semua, ia merasa jika makanan itu tidak pantas untuk ia makan bahkan untuk menyentuhnya juga membuat tangannya gemetar.

"Paduka, ada apa? Apa Anda tidak menyukai makanannya? Jika Anda tidak suka, Saya bisa menggantinya."

Kepalanya langsung menoleh kearah perempuan pelayan itu ketika berbicara. Tetapi tatapan tiba-tiba yang diarahkan kepada perempuan itu membuatnya langsung tertunduk takut.

"Apa yang akan Kau lakukan kepada makanan ini jika Aku ingin makanan ini diganti?"

"Sa--saya akan membuangnya jika Anda tidak suka."

Dengan suara gemetar ia menjawab pertanyaan Edward, rasa takut yang dirasakannya semakin membesar saat mendengar suara dingin dari mulut Sang Kaisar Iblis, saat yang sama ia merasa nyawanya tidak akan lama lagi berada di dunia. Tetapi, Edward tidak bermaksud seperti itu, ia bahkan sangat jauh berpikir seperti itu.

"Apa-apaan itu! Jangan membuang makanan, bukannya sayang kalau dibuang?"

Isi pikirannya keluar begitu saja, mengeluarkan suara yang keras memarahi pelayan itu.

"Ma--maafkan Saya!"

Perempuan itu kembali berlutut dihadapan Edward dengan rasa takut sekaligus merasa aneh karena amarah Kaisar Iblis yang berbeda dari apa yang ia pikirkan.

"Jangan buang-buang makanan, mengerti! Jika ada makanan yang belum dimakan sebaiknya Kau simpan atau Kau awetkan tapi jika memang sudah tidak layak dimakan seperti mengeluarkan bau tidak enak baru Kau boleh membuangnya, mengerti!"

"Baik paduka!"

Pelayan itu benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi dengan Kaisar Iblis yang ia layani. Terus menunduk, ia tenggelam dalam kebingungan.

"Bagus! Ah …"

Edward baru saja sadar sudah memarahi yang belum ia kenal dengan baik. Ia memalingkan wajah dari perempuan itu, kembali menatap makanan yang masih belum disentuh sama sekali. Ia menjadi merasa tidak enak, kembali melihat keadah perempuan yang masih berlutut. Edward kembali menghela nafas, menenangkan dirinya.

"Ahem! Maaf, Aku tidak bermaksud marah. Tetapi, Aku tidak suka dengan orang yang menbuang makanan, mengerti?"

"Saya mengerti paduka, Saya akan mengingatnya!"

"Bagus, Kalian juga."

"Baik Paduka."

Pelayan-pelayan yang lain membungkuk, mematuhi ucapan Edward.

"Hm! Kau, berdirilah."

Edward memberi perintah kepada Wanita itu, melihat perempuan itu mematuhi perintah membuatnya merasakan antara merasa lega juga merasa bersalah karena dalam hidupnya ia tidak pernah memberi perintah kepada siapapun. Ia kembali menatap makanan yang ada di depannya, sekali lagi menghela nafas.

'Ya terserahlah, Lagipula mereka membuat ini untukku.'

Edward membuang rasa bersalah tentang makanan di depannya, ia mengambil garpu dan pisau yang ada di atas meja. Mulai mengiris tipis daging potong di atas piring itu dan satu suapan masuk kedalam mulutnya.

'Ini …'

Air matanya langsung menetes saat daging yang ia kunyah di dalam mulut ia telan. Para pelayan yang ada disana menyadarinya, begitu juga perempuan yang berada di dekatnya. Ia sangat terkejut ketika melihat Sang Kaisar Iblis menangis di depan matanya.

"Pa--paduka, ada apa?"

Ia mendengar panggilan itu, tetapi Edward tidak menoleh ke arahnya. Ia menghela nafas untuk menenangkan dirinya dan mengusap air mata di pelipis matanya dengan tenang.

"Ti--tidak ada, Aku hanya menguap saja karena itu air mata ku keluar, tapi mulutku masih mengunyah jadi Aku tidaj bisa membuka mulutku."

"Ah begitu, maaf karena sudah salah paham."

Itu bohong, kebenarannya adalah Edward mennangis karena ia terharu bisa memakan daging setelah sangat lama ia tidak memakannya.

'Ini enak! Ini sangat enak … Hiks … Sangat berbeda dengan mie instan yang hiasa aku makan.'

"Paduka, boleh Saya bertanya sesuatu?"

Perasaanasa bahagia itu seketika tergantikan dengan perasaan gugup. Perempuan itu pastinya sudah curiga dengan ku, itu yang Edward pikirkan ketika mendengar ucapan perempuan itu.

"Y--ya?"

Edward tanpa menoleh ke arahnya memberikan izin untuk perempuan itu bertannya.

"Ini tentang sebelumnya, kenapa Anda begitu memikirkan tentang makanan? Kita memiliki banyak makanan, Anda tidak perlu khawatir tentang itu."

Edward menghela nafas ketika mendengar jawaban itu.

"Ma--maafkan Saya!"

Perempuan itu bersalah karena menganggap jika pertanyaanya sangatlah bodoh dan tidak sopan. Tapi Edward menghela nafas bukan untuk itu, ia merasa lega karena perempuan itu bertanya hal yang bisa ia jawab.

"A--ah soal itu. Karena itu adalah hal yang tidak baik," Edward mengiris kembali daging sambil berbicara kepadanya.

"Maksud Anda?" Tanya perempuan itu lagi.

"Kalau begitu begini, Kapan terakhir kali Kau makan?" Edward bertanya sambil menoleh kearahnya.

"Kemarin malam Tuan."

"Kalau begitu bagaimana jika kemarin malam adalah makanan terakhir yang Kau makan?"

Perempuan itu terdiam tanpa berkata apa-apa, ia menunduk dengan wajah bingung yang terlihat begitu jelas. Edward tersenyum tipis dan menunjuk perempuan itu dengan pisau yang ia pakai.

"Sekarang Kau mengerti? Kita tidak bisa menebak apa yang akan terjadi esok hari, lusa atau masa depan. Karena itu sebisa mungkin Kita tidak membuang makanan yang ada, begitu juga dengan sumber daya. Kita tidak boleh membuang sumber daya yang kita punya secara sembarang dan memanfaatkannya sebaik mungkin, mengerti?"

"Luar biasa paduka! Maafkan hamba yang berpikiran pendek ini, hamba sama sekali tidak berpikir kesana."

"Luar biasa paduka Kaisar Iblis."

Perempuan disampingnya langsung berlutut dan sangat menyanjung Edward, begitu juga dengan pelayan-pelayan yang lainnya juga menyanjungnya seakan ia adalah sosok yang sangat hebat. Edward hanya terdiam, kebingungan melihat mereka semua, disaat itu ia teringat kembali kalau dirinya adalah Kaisar Iblis yang dihormati oleh bangsa Iblis.

To be continue

Siguiente capítulo