webnovel

BMU 10

Keheningan malam mulai terasa disaat kedua sahabat ini memulai tidur indah mereka. Hembusan angin malam pun akan terasa semakin dingin jika dirasakan sendiri. Oleh karenanya, kebersamaan mereka sebagai seorang sahabat menambah hangatnya suasana tidur mereka pada malam itu.

Suara hujan juga semakin tidak terdengar seiring berjalannya waktu, hingga tengah malam pun menjelang. Waktu dimana seharusnya seorang sudah tertidur lelap, namun tidak untuk sebagian orang lainnya.

Brum~

Terdengar suara mobil yang tidak asing menuju rumah Felix pada malam itu. Tentunya, Felix tidak mendengar suara itu karena sudah tertidur lelap di dalam kamar tidurnya.

Terlihat seorang pria memakai jas turun dari mobil putihnya sambil memegang payungnya. Ia tampak sedikit basah karena mungkin sebelum sampai di rumah, ia sudah terkena air hujan.

Ia melangkahkan kakinya ke depan pintu masuk rumah lalu meletakkan payung yang ia bawa. Sesekali ia menyeka matanya karena air hujan sedikit membuat matanya susah untuk melihat. Ia pun berniat untuk menekan bel rumah. Sebelum tangannya menyentuh bel itu ia mengurungkan niatnya untuk menekan bel, ia menyadari kalau membunyikan bel di tengah malam seperti ini akan membangunkan anaknya yang mungkin saja sudah tertidur.

Iya, ia adalah Bennedict Walt, seorang pria yang gila dengan pekerjaannya. Memberikan waktunya hanya untuk bekerja tanpa meluangkan wantunya bersama sang anak. Seorang yang tidak lain merupakan Ayah Felix Zane Walt, kepala keluarga ini sebelumnya sudah berjanji untuk pulang lebih awal kepada anaknya yang pada kenyataannya ia justru pulang di tengah malam seperti saat ini.

Entah apa yang ia kerjakan di kantornya sehingga ia tidak dapat menepati janji pada anaknya sendiri. Namun yang pasti, setidaknya ia sudah berada di rumah saat ini. Berbeda dengan sebelum mendiang Ibu Daisy yang merupakan Ibunya Felix tiada, Ayah Felix hampir tidak pernah berada di rumah.

---

Ayah Felix yang sudah membuka pintu dengan perlahan, kemudian melangkahkan kakinya sambil menghidupkan lampu rumah yang berada di ruang tengah. Ia meletakkan tas yang ia bawa di atas sofa ruang tengah lalu menuju kamar Felix bermaksud untuk melihat anaknya.

Ia telah sampai di depan kamar Felix, namun keraguan tampak pada wajah pria itu disaat ia ingin membuka pintu kamar anaknya. Ia sangat ingin melihat keadaan putranya saat ini karena ia tampak bersalah telah mengingkari janjinya.

Namun dengan tekat ingin melihat keadaan putranya, sekaligus ia sangat khawatir apakah anaknya merasa kesepian, ia memberanikan diri untuk membuka pintu itu.

Krieett~

Pintu kamar Felix terbuka secara perlahan karena Ayahnya tidak ingin mengganggu tidur putranya. Saat itu, pandangan ayahnya tertuju pada wajah putra kesayangannya yang tampak tidur dengan pulas.

Ia pun melihat Leo yang berada di samping Felix yang ternyata menemani anaknya pada saat itu. Ia sudah terbiasa melihat pemandangan seperti itu karena Leo sudah sering menginap di rumah mereka sejak kecil.

"Maaf, Ayah tidak menepati janji Ayah. Ayah tidak bermaksud untuk mengingkarinya, tapi keadaan di kantor tidak bisa terelakkan. Ayah harap saat kamu terbangun, kamu bisa mengerti dengan keadaan Ayah, Nak." Gumam pria itu namun tidak didengar oleh siapapun karena kedua anak itu sudah terlelap dalam tidurnya.

Mengingat malam semakin larut dan ia juga sudah sangat kelelahan dari pekerjaannya, ia pun menutup pintu dan kembali ke kamarnya. Ia pun mengganti jas kerjanya dengan cepat sehingga ia pun bisa istirahat dengan cepat.

Malam itu, ketiga penghuni rumah pun tertidur dengan lelapnya hingga pagi menjelang.

---

Pagi itu tampak begitu cerah, hujan yang semalam mengguyur kediaman mereka tampak seperti tidak pernah terjadi. Hujan itu seperti datang hanya pada saat malam dan seketika matahari muncul, ia tampak bersembunyi darinya.

Cuit cuit~~

Burung-burung kecil yang tidak hentinya bersautan membangunkan kepala keluarga itu. Pria itu terbangun lebih awal dari biasanya yaitu pukul 6 pagi. Ia melihat ke luar jendela sambil meminum air putih yang sudah tersedia di samping tempat tidurnya. Tidak lupa ia juga bergegas merapikan tempat tidur dan menuju dapur.

Ia melihat sekeliling sembari mencari bahan makanan yang berada di lemari pendingin. Ia kemudian melihat telur, sosis, dan berbagai macam paprika disana. Ada juga beberapa sayuran, tapi untuk sarapan sepertinya sayuran tidak cocok untuknya.

"Sosis, telur, bacon dan paprika, hm? Sepertinya ini bahan yang cocok untuk omelete." Gumamnya sendirian sambil mengeluarkan semua bahan makanan dari kulkasnya.

Tidak lupa ia mencuci paprikanya agar tidak terdapat kuman yang tertinggal yang bisa membahayakan dirinya maupun anaknya nanti.

Ia sangat sibuk di pagi itu menyiapkan sarapan untuk Felix dan Leo yang masih tertidur di kamarnya. Ia berniat membangunkan mereka nanti saat masakan yang ia siapkan sudah selesai dibuat.

Satu persatu masakan telah selesai. Omelete dengan isian paprika, sosis yang digulung dengan bacon, dan tumis paprika pun telah selesai dihidangkan. Ada juga beberapa roti, susu dan cereal yang bisa menjadi pilihan.

"Akhirnya selesai, ini saatnya aku ke atas dan membangunkan anak-anak." Pria itu lalu berjalan menuju ruangan anaknya sambil masih mengenakan celemek. Rupanya ia lupa untuk melepas celemeknya di dapur.

Tok tok~

Tok tok~

Kali ini ia mengetuk pintu karena ia memang berniat membangunkan anaknya.

"Hhmmm?"

Suara kecil terdengar dari kedua anak itu. Mereka belum siap untuk bangun karena mereka menganggap jam 7 pagi masih terlalu pagi bagi mereka yang sedang menikmati liburannya.

"Hm? Siapa? Hoam~" Felix yang belum sepenuhnya membuka mata, terlihat mulai meregangkan tubuhnya sembari bertanya pada orang yang membuka pintu kamarnya.

"Ini Ayah, ayo cepat bangun Nak. Ayah sudah menyiapkan sarapan untuk kita semua. Jangan lupa bangunkan Leo juga. Ayah akan menunggu kalian di bawah." Ucap pria itu sembari tersenyum pada anaknya lalu kembali ke dapur.

"Ayah? Jarang sekali Ayah masih di rumah jam segini. Apa aku bermimpi?" Gumamnya. "Hei Leo!"

Plak..

Felix tampak memuluk pipi Leo dengan sedikit keras seolah tidak percaya dengan apa yang terjadi.

"Ah! Sakit, apa ini? Kenapa kau memukulku? Ini masih pagi kawan, kalau kau ingin berduel, setidaknya biarkan wajah tampanku ini siap dulu." Leo yang terkejut saat Felix memukulnya tampak terbangun seketika. Ia pun memegang pipinya, ia tidak serius mengatakan ingin berduel, itu hanya candaan saja bagi mereka berdua.

"Hei, dengar. Kau coba dengar aku dulu. Ayahku membangunkanku tadi, ia juga memintaku untuk membangunkanmu karena tidak percaya ini nyata, makanya aku memukulmu. Aku ingin membuktikan keaslian kejadian ini." Tutur Felix pada Leo yang masih tidak mengerti jalan pikiran sahabatnya itu.

"Bung, kalau kau ingin membuktikan itu nyata, bukannya sebaiknya kau memukul dirimu sendiri? Bukan malah aku yang kau pukul." Leo tampak mengerutkan dahinya.

"Aku tidak ingin sakit. Tapi kalau itu kau, aku tidak masalah. Eh, aku cuma bercanda, hahaha..." Sahut Felix sambil tertawa pada sahabatnya itu.

"Heh kau ya, sini kau!" Leo bangkit dan mulai menggelitik pinggang Felix karena ia tahu itulah kelemahannya.

"Cukup, cukup, aku menyerah ok? Maafkan aku, hehe. Ayah menyuruh kita turun untuk sarapan. Sebaiknya kita bergegas. Aku akan mencuci wajahku dulu, kau sebaiknya juga bergegas." Ucap Felix yang kemudian berjalan ke arah kamar mandi yang di ikuti oleh Leo di belakangnya.

Mereka pun bersiap untuk sarapan bersama untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Ini juga merupakan pertama kalinya Leo sarapan bersama keluarga Felix tanpa dihadiri oleh Ibu Daisy, Ibunya Felix.

Siguiente capítulo