webnovel

Ternyata Ayah Punya Pesantren

Selama makan bareng berlangsung nampak keakraban diantara mereka, bahkan suasana seram dalam penjara pun tidak terasa.

Sikap humble dan dermawan dari sosok Haji Somad mampu menyatukan orang-orang dari latar belakang yang berbeda, melebur menyatu dalam suasana keakraban.

Hampir satu jam mereka bercengkrama, hingga pada akhirnya Haji Somad memutuskan untuk berpamitan.

Namun sebelum berpamitan Haji Somad telah berpesan kepada para perampok, jikalau sudah merasa capek jadi perampok dan menginginkan menjalani hidup normal, silahkan datang ke Surabaya insyaallah beliau akan membantu dengan senang hati.

Sungguh luar biasa sikap Haji Somad dalam berdakwah, beliau tidak pernah memvonis orang yang sedang terjerumus dalam kesalahan, cukup bagi beliau menunjukan sikap baik, tidak meremehkan orang yang salah, apalagi menghina, dan bahkan beliau berusaha menawarkan diri untuk sekedar bisa jadi solusi bagi mereka jika berkenan.

"Ya udah sekarang saya mau pamit dulu," ucap Haji Somad sambil menyalami mereka satu persatu.

"Assalamu'alaikum." tutupnya sambil berjalan meninggalkan para perampok didalam penjara.

Sebelum meninggalkan Kantor Polisi Haji Somad nampak masuk ke ruang penyidikan dan membayar semua denda seperti yang dijanjikan pada Polisi tadi.

Sementara itu mereka perampok belum mengetahui jikalau saat ini mereka telah bebas, hingga di sore harinya, mereka baru dikasih tau oleh Polisi, bahwa mereka sudah bebas dan langsung bisa keluar, karena semua denda telah dibayar oleh orang yang mobilnya telah mereka rampok, yaitu Haji Somad yang laksana malaikat penyelamat mereka rasakan.

Setelah keluar dari penjara mereka para perampok itu berkumpul lagi di camp mereka, mereka pun masih merasa belum percaya dengan kejadian yang di alaminya hari ini.

Masak dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam mereka telah melakoni tiga peristiwa besar sekaligus, dimulai dari merampok, dipenjara, dan hingga akhirnya bisa bebas.

Mereka terlihat nampak berunding merencanakan sesuatu, namun bukannya menyusun strategi untuk menggarong lagi, tapi kini mereka sepakat untuk berhenti dari dunia hitamnya.

Ya, Gerombolan begal Kanal Panjang Lumajang telah memutuskan untuk bertaubat.

"Lantas rencana kita selanjutnya bagaimana Mas Ronggo?" Tanya salah satu dari mantan rampok itu.

Memang semenjak memutuskan untuk bertaubat Ronggo tidak mau lagi dipanggil dengan sebutan Bos.

"Saya sekarang sudah bukan pimpinan kalian lagi, saya bebaskan kalian mau kemana, mau kembali ke daerah asal kalian ya terserah, mau tetap kumpul ya silahkan," terang Ronggo pada mantan anak buahnya itu.

"Lha Mas Ronggo sendiri sekarang rencananya mau kemana?" tanya si Revan.

"Saya mungkin akan ke Surabaya menemui Pak Somad, karena sama dengan kalian Aku juga sudah tidak punya apa-apa dan siapa-siapa lagi di daerah asal ku," jawab Ronggo.

Memang mereka itu adalah kumpulan para pemuda gelandangan yang berasal dari latar belakang keluarga yang tidak jelas.

"Ya kalau memang seperti itu kita juga ikut Mas, kemaren kita merampok bareng-bareng kalau sekarang Mas mau berhenti ya harus bareng-bareng juga,iya gak teman-teman?" Tanya Revan.

"Betul ...." jawab mereka dengan kompaknya.

"Ya udah malam ini kita sekarang istirahat dulu, sebelum besok pagi kita berangkat ke Surabaya," terang Ronggo pada teman-temannya itu.

"Oke, tapi sebelum kita istirahat ngomong-ngomong perutku sudah lapar lagi nih," ucap salah satu dari mereka.

"Aku juga, Aku iya," sahut mereka berurutan.

Melihat para temannya lagi kelaparan Ronggo pun segera tanggap.

"Nih tadi ada titipan dari Pak Somad yang dititipkan lewat Pak Polisi untuk kita," ucap Ronggo sambil mengeluarkan Satu amplop tebal dari dalam bajunya.

"Silakan kalian hitung, karena aku juga belum tau berapa isinya," terang Ronggo pada mereka.

Akhirnya mereka pun membuka dan menghitung uang pemberian Haji Somad itu.

Setelah selesai ternyata semua berjumlah tiga juta rupiah, nilai yang sangat cukup lumayan untuk mereka beli makanan dan ongkos pergi ke Surabaya.

Malam itu mereka membeli sayur matang lengkap dengan lauknya, sedangkan nasi mereka memutuskan untuk masak sendiri, karena beras mereka masih tersisa cukup satu kali masakan dan memang mau dihabiskan.

Itu lah makan malam terakhir para mantan begal KPL (Kanal Panjang Lumajang) sebelum akhirnya mereka akan meninggalkan tempat kontrakan mereka tersebut.

Keesokan hari, tidak seperti biasanya, dimana mereka selalu bangun siang, pagi itu mereka kompak bangun pagi karena akan bertolak ke Surabaya untuk menemui Haji Somad.

Dan mereka berencana naik kereta api, karena mereka oleh Haji Somad diberi alamat di sebuah yayasan pesantren yang didirikan oleh beliau yang lokasinya tidak jauh dari stasiun Gubeng.

Pada akhirnya setelah naik kereta kurang lebih empat jam sampailah mereka di Surabaya, dan setelah turun dari kereta mereka pun langsung mencari alamat yang di tuju.

Setelah berjalan kurang lebih setengah jam sampailah mereka di pesantren sesuai alamat yang dibawa.

Ketika mereka berdiri didepan pintu gerbang pesantren, tiba-tiba muncul perasaan kecewa dalam hati mereka.

karena mereka membayangkan bahwa pindahnya mereka dari Lumajang ke Surabaya bukanlah untuk mondok atau belajar tapi tidak lain adalah karena ingin bisa bekerja, dan dapat penghasilan yang lumayan.

Sempat kepikiran untuk pergi dari tempat itu dan mau cari tempat lain, tapi karena mereka juga belum tau kemana mereka akan tinggal dan tidak ada orang yang mereka kenal juga di Surabaya.

Akhirnya mereka memutuskan untuk menunggu sampai bisa bertemu dengan Haji Somad.

Ditengah-tengah mereka yang nampak seperti orang kebingungan itu, tiba-tiba mereka dihampiri oleh salah satu santri yang kebetulan melihat mereka dari kejauhan.

"Assalamu'alaikum ...." ucap santri itu menyapa.

"Maaf, Mas Mas ini dari mana dan mau mencari siapa ya?" tanya santri pada mereka.

"Kita dari Lumajang dan mau ketemu Pak Somad, apa benar ini rumahnya?" jawab Ronggo balik bertanya.

"Ya, betul ini pesantren Bapak Haji Somad," terang santri itu.

Mendengar sebutan Haji untuk orang yang sedang dicarinya itu Ronggo pun langsung tau kalau orang yang sedang dicarinya itu adalah orang yang sudah punya gelar Haji.

"Pak Haji nya sekarang ada?" tanya Ronggo lagi.

"Pak Haji Somad sekarang lagi gak ada di pesantren," jawab santri itu.

'Sialan Pak Haji Somad, kita disuruh datang kesini tapi orangnya gak ada,' ucap Ronggo dalam hati.

Dengan perasaan kecewa Ronggo pun mencoba minta pendapat para teman-temannya.

"Gimana ini, kalian mau tinggal disini?" tanya Ronggo kepada mereka.

Dengan perasaan yang sama-sama kecewa, mereka pun kompak menggelengkan kepala tanda ogah tinggal disitu.

Melihat teman-temannya tidak ada yang mau tinggal di pesantren itu, akhirnya mereka pun sepakat untuk pergi meninggalkan pesantren itu.

Tanpa berkata apa-apa, apalagi berpamitan Ronggo dan teman-temannya pun melangkah pergi.

Dengan perasaan yang sangat kecewa mereka melangkah berjalan tanpa harus tau dimana akan tinggal.

Sambil terus berjalan, mereka pun sempat muncul pertanyaan dari dalam hati.

'Mungkinkah dia akan memulai lagi kehidupan preman yang baru saja ditinggalkannya itu? Dan di tempat yang baru ini?'

Sebuah pertanyaan yang muncul dari hati mereka masing-masing.

Bersambung.

Siguiente capítulo