webnovel

Mengambil Hikmahnya

Pak Somad pun mulai bertanya,

"Dari mana kamu seharian ini tadi?" suaranya keras.

"Biasa, main," jawab Fajar.

"Main dimana?"

"Bilyard?" jawab Somad singkat dengan setengah bertanya.

"Bohong!" sanggah Pak Somad.

"Bener tanya aja sama Andi," jawab Fajar membela diri. Tapi ya memang bener sih sebelum pulang tadi dia dan Andi mampir dulu di tempat bilyard.

"Selain dari bilyard kemana lagi? Dan ngapain aja?" lanjut Pak Somad.

"Gak ada," jawab Fajar dengan wajah terlihat agak sedikit grogi.

"Jangan bohong kamu!" ucap Pak Somad mulai meninggi.

"Kamu tadi habis mabok kan?" imbuhnya lagi.

"Enggak kok Pak," jawab Fajar mengelak.

Tiba-tiba Plakkk, tangan kanan Pak Somad mendarat di pipi Fajar.

"Ini apa?" Pak Somad menyodorkan ponselnya. Fajar pun terkejut melihat foto nya yang sedang nenggak botol ada di HP Ayahnya.

"Jadi apa yang Aku dengar selama ini benar, kamu bener-bener keterlaluan Jar," lanjut Pak Somad.

"Kamu bikin malu orang tua saja, kalau kamu terus-terusan begini mau jadi apa nanti, awas kalau ketahuan lagi kamu begini, Ayah kirim kamu ke pesantren yang lebih jauh," ancam Pak Somad pada Fajar,

memang dulu setamat SD Fajar telah di pondok kan ke pesantren sambil lanjutkan sekolah SMP di desa sebelah, tapi belum genap 1 bulan dia sudah tidak betah dan pulang.

Mendengar ucapan Ayahnya itu Fajar pun hanya tertunduk ketakutan, dia gak berani ngomong lagi karena apa yang dilakukannya diluar selama ini kini telah diketahui oleh Ayahnya, sambil tertunduk dia pun berfikir dari mana Ayahnya tau perbuatannya ini, siapa kira-kira yang memberi tahu Ayahnya? Sebuah pertanyaan yang tidak bisa dijawabnya, karena selama ini dia mengira kalau orang tuanya taunya dia cuma main dan nongkrong bareng Andi di tempat bilyard.

"Awas kalau besok mengulangi lagi Ayah hajar kamu!" ancam Pak Somad pada Fajar.

Setelah cukup lama memarahi anaknya tiba-tiba terdengarlah suara adzan maghrib Pak Somad pun bergegas ambil wudu sedangkan Fajar masih belum berani beranjak dari tempat duduknya.

Bu Eni yang dari tadi cuma diam menyuruh Fajar agar segera berangkat ke masjid.

"Udah sana pergi ke masjid," perintah Bu Eni.

Fajar pun bergegas berangkat ke masjid yang tidak jauh dari rumahnya dan kebetulan Pak Somad lah yang menjadi ketua pengurus masjid tersebut.

Setelah kejadian itu Fajar pun tidak boleh keluar rumah oleh Ayahnya dan karena masih merasa takut dia pun nurut dengan omongan sang Ayah. Tapi sayang nurut nya si Fajar ini gak bertahan lama, cuma tiga hari dia tidak keluar rumah, dan setelah itu dia sudah merasa tidak betah lagi terkurung didalam rumah.

Si Andi teman Fajar merasa keheranan dan juga kehilangan dengan tidak nampaknya teman akrabnya beberapa hari ini.

Tiga hari sudah Fajar tidak keluar rumah kecuali pas ke masjid itu pun selalu di awasi terus oleh Ayahnya namun di hari ke empat Fajar sudah merasa bosen dia sudah tidak kuat lagi, ahirnya sewaktu Ayahnya tidak ada di rumah diapun keluar rumah dia balik lagi ke tempat bilyard tempat dia biasa nongkrong.

Begitu sampai di tempat bilyard dia pun langsung disambut oleh teman-temannya.

"Kemana aja lu Jar?" tanya si Andi.

"Dikurung," timpal Fajar.

"Dikurung, kok bisa?"

Fajar pun menceritakan kejadian kemaren itu.

"Terus sekarang kamu mau tobat gitu?" tanya Andi lagi.

"Kalo aku tobat ngapain juga aku kemari," sahut Fajar. Ditengah mereka ngobrol tiba-tiba ada pelayanan cafe baru yang lumayan cantik ya kira-kira usia 22 tahun lagi nganterin minuman ke beberapa laki-laki yang sedang bermain bilyard.

"Mbak sini Mbak," panggil Andi kepada wanita itu.

"Kenalin dong temanku, dia bos muda," ucap Andi.

"Halo, kenalin, aku Novi," ucap wanita itu sambil ngulur kan tangannya.

"Fajar," sahut Fajar sambil menyalaminya.

Fajar memperhatikan Novi dengan seksama,

'Wih mantep juga nih cewek,' katanya dalam hati. Sesaat kemudian Novi pun pergi kembali kerja.

"Boleh juga tuh cewek," celetuk Fajar.

"Jangan macam-macam itu incaranku selanjutnya," sahut Andi.

"Siapa yang cepat itu yang dapat," timpal Fajar sambil tertawa.

"Eh Jar habis ini ikut aku yuk," Ajak Andi.

"Kemana?"

"Ke Bank," jawab Andi.

"Ngapain?" tanya Fajar.

"Ya ambil Uang lah, masak mau dugem,"

sahut Andi.

"Kenapa gak lewat ATM aja?"

"Gak bisa Jar ini nominal nya gede" jawab Andi.

"Widih ... Kaya mendadak nih, emang berapa sih?" lanjut Fajar.

"200 juta, jadi gini kemaren aku kan habis minta kiriman dari Ibuku buat modal kerja," terang Andi.

"Jadi kamu serius mau beli pickup?" tanya Fajar.

"Iyalah aku bosan jadi tukang bongkar barang terus, aku mau nyari barang aja untuk disetorkan ke Haji Djarot," kata Andi dengan bersemangat.

Memang setelah Ayah Andi kerja di Malaysia gak pulang-pulang ibu Andi terus menggugat cerai dan ahir nya menikah lagi dengan duda kaya, ya meskipun udah agak tua Pak duda itu tapi dia adalah pengusaha besar di Bandung yang memiliki perusahaan sepatu.

Sama dengan Fajar sebenarnya kalau Andi mau nurut pasti juga diajak sekalian oleh ibunya dibandung untuk melanjutkan sekolahnya, tapi itulah mereka berdua ada kesempatan untuk jadi orang lebih baik malah memilih jalan hidup yang sesuai dengan seleranya yaitu hidup BEBAS.

Setelah memiliki mobil sendiri Andi pun sekarang tidak lagi kerja di tempat bongkar barang lagi, dengan modal yang dia dapatkan sekarang dia naik kelas dari semula yang cuma seorang kuli bongkar sekarang menjadi penyuplai barang.

Dengan status barunya itu Andi memang ada perubahan dia sekarang lebih semangat kerja dan dengan begitu isi dompetnya pun lebih terjaga tapi sayang perubahan taraf ekonominya tersebut tidaklah diikuti dengan berubahnya gaya hidup, dia masih saja belum bisa ninggalin yang namanya mabok dan main perempuan.

Sementara itu si Fajar yang juga anak seorang yang kaya raya masih tetap saja belum mau berubah dia tetap enjoy menikmati kenakalannya meskipun itu dilakukannya dengan cara sembunyi-sembunyi, mulai dari cara dia nyari duit sebagai kuli bongkar hingga cara dia menghabiskan uang tersebut dengan cara berfoya-foya, pokoknya yang ada di pikiran Andi dan Fajar itu adalah hidup bebas dan seneng, dan sebenarnya Fajar itu sudah diajak Andi untuk ikut cari barang tapi dia gak mau.

Semenjak Andi jadi pengepul barang tinggal Fajar yang terbilang paling muda ditempat kerja bongkar, melihat itu Pak samsul sebagai kepala karyawan di rumah Haji Djarot menyarankan Fajar untuk ikut Andi saja cari barang.

"Jar kamu lebih baik ikut Andi saja cari barang," kata Pak sol pada Fajar.

"Kamu kan bisa gantian nyopir dengan dia?" Imbuhnya.

"Aku belum lancar Pak nyopirnya," jawab Fajar beralasan.

"Ya jadi keneknya dulu aja," tambah Pak sol.

"Bukan nya kenapa Jar ... Semenjak Andi jadi pengepul kamu kan gak punya temen sebaya lagi rata-rata yang kerja di gudang sudah bapak-bapak semua," terang Pak sol memberi saran pada Fajar.

BERSAMBUNG.

Siguiente capítulo