webnovel

Tidak Tahu Kekurangan

Eric mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja kerjanya. Pria itu tengah dibuat berpikir keras atas sikap Tyra yang cukup membingungkan tadi pagi. Itu adalah pertama kalinya Tyra bersikap seperti itu, dan Eric tidak tahu apa persis penyebabnya. Sebelumnya Tyra lebih memilih diam jika ada masalah, sampai masalah itu benar-benar mengering dengan sendirinya.

Levin, sahabatnya sekaligus bawahannya di perusahaan sampai bosan melihat Eric hanya diam melamun sementara dirinya sibuk dengan berbagai hal. Mentang-mentang bos, pimpinan, seluruh pekerjaan dibebankan saja padanya, sisa Ia nanti menandatangan di akhir, batin Levin menggerutu.

"Ada apa Ric? Kenapa melamun seperti itu?" tanya Levin membuyarkan lamunan Eric. Pria itu menghela nafasnya sejenak, lalu berpikir bahwa Levin bisa saja diajak diskusi tentang masalah pribadinya. "Vin, menurutmu kenapa seorang perempuan tiba-tiba menolak ketika diajak makan malam keluarga untuk membahas pernikahan? Padalah selama ini rasanya baik-baik saja?"

Levin melirik Eric cepat, "Tyra maksudnya?"

"Ya ... memangnya siapa lagi perempuan dihidupku kecuali dia?"

Levin berdecih, dasar Eric si penggila cinta, pemuja Elleanor Tyra, "Tandanya dia ragu padamu. Apa lagi?" jawabnya kemudian.

"Apa yang membuatnya ragu? Apa kekuranganku selama ini? Kami baik-baik saja, paling hanya sekedar pertengkaran kecil, kemudian saling diam dan tiba-tiba berbaikan?" tuturnya agak menggebu. Usai diminta Tyra untuk introspeksi, merenung beberapa jam, tetap saja Eric tak menemukan jawaban atas apa kesalahan yang dilakukannya, terutama dalam waktu belakangan.

"Mungkin saja selama ini Kau tidak mengetahui kesalahan dan kekuranganmu sendiri terhadap Tyra. Berhati-hatilah Ric, jangan sampai Kau ubah menjadi seorang narsistik." Levin setengah menyindir, karena secara subjektif, Manager Pemasaran itu ada di pihak Tyra sejak dulu, pun tahu bagaimana Eric dibalik layar dari curhatan-curhatan Tyra, baik yang sengaja atau tidak disengaja.

Kasihan, Eric tidak tahu kalau Levin memiliki kemampuan intelijen dan 'pergantian' wajah nan mumpuni. Julukan yang disematkan untuk kemampuan Levin yang satu itu lebih dari sekedar 'bermuka dua'.

Eric menggeleng serius, "Aku mungkin tahu apa kekuranganku secara pribadi atau pekerjaan, tapi ... Aku benar-benar tidak tahu apa kekurangan dan kesalahanku pada Tyra. Aku selalu memperlakukannya istimewa, layaknya seorang putri. Dia juga tidak banyak protes, jadi sebenarnya dimana masalahnya?"

"Mungkin hanya Kau yang merasa seperti itu. Apa Kau selama ini sering bertanya pada Tyra dua arah? Bagaimana komunikasi kalian selama ini? Kurasa memang kalian perlu bicara."

****

Jika biasanya orang-orang akan banyak mengobrol satu sama lain ketika makan siang, maka lain lagi dengan Tyra. Gadis itu tengah mengumpulkan banyak alasan, dukungan fakta atas sikap tidak baiknya pada Eric tadi pagi. Tyra masih tidak paham akan perasaannya sendiri, kenapa Ia ingin mengakhiri hubungannya? Semua orang mungkin akan bertanya-tanya, karena Eric selalu baik padanya selama ini, nyaris tanpa kurang sedikitpun.

"Kenapa Kau makan sendiri? Aku menunggumu mengajak padahal." Eric, pria yang menjadi bahan pikiran tiba-tiba sudah menaruh piring dan mangkuk makannya di depan Tyra, membuat gadis itu terperangah kaget.

"O-oh ... ya ..."

Eric menghela nafasnya sejenak, mengaduk semangkuk makanan berkuah sebelum memakannya, "Bolehkah Aku meminta maaf duluan?"

Tyra menatap pria itu bingung, "Maksudnya?"

"Apapun kesalahanku, Aku minta maaf. Juga ... Aku tidak tahu apa yang membuatmu marah dan meragukanku."

Tyra terdiam, sekarang Ia sepenuhnya merasa bersalah. "Ric ... Aku ..."

"Perasaanku hanya sedang tidak baik ... Kau sepertinya tidak bersalah. Ini sepenuhnya ada padaku," lanjutnya, malah membuat Eric terdiam dan berpikir keras. Kenapa sangat cepat perubahan hati kekasihnya itu?

"Aku tidak mengerti, Tyra. Kau ini kenapa sebenarnya?" tanyanya lembut, menggenggam tangan Tyra kemudian. "Katakan jika Aku salah padamu, bicarakan saja, tidak apa-apa."

Tyra menggeleng, setengah menunduk, "Apa Aku terlalu jahat padamu jika ... Aku merasa ... jenuh?"

Eric terdiam, pandangannya ubah sayu, rasa takut mulai merangsek masuk ke hatinya. Pria itu takut, takut kehilangan. Bagaimanapun juga, Eric sangat takut.

"Kau ingin seperti apa? Kau tahu Aku sangat menyayangimu, Tyra. Kita harus apa?"

Tyra lagi-lagi menggeleng, membuat Eric semakin kebingungan, "Karena itu Ric, Aku harus mengatasi diriku sendiri dulu. Aku tak ingin menyakitimu juga, pun Ayahmu yang banyak berjasa padaku selama ini. Jadi ..."

"Tolong tinggalkan Aku sendiri dulu."

Siguiente capítulo