Ranting pohon yang baru saja di injak itu menimbulkan suara yang terdengar begitu renyah. Meskipun suaranya terdengar begitu jelas di tengah keheningan malam yang gelap, gadis berambut panjang dengan gaun hitam itu tidak merasa takut. Dia terus melangkah dengan pelan.
Menyusuri jalanan setapak yang di buat seseorang. Banyaknya pohon yang tinggi membuatnya terus mendongak, sesekali dia menoleh ke belakang karena rasanya seperti ada seseorang yang mengikutinya. Namun, tidak ada siapa pun di belakang sana. Hanya suara jangkrik, dan tempat yang begitu gelap.
Venus menelan salivah sebelum melanjutkan perjalanan. Semakin dalam dia memasuki hutan, semakin dingin pula angin yang dia dapatkan. Kedua tangannya mulai memeluk dirinya sendiri sambil memerikan usapan. Upaya agar tubuhnya tetap hangat, tapi tidak memberikan efek kehangatan apa pun. Dia tetap merasa kedinginan.
Venus menghela samar, entah apa yang dia cari sebenarnya, tapi sejak tadi dia tidak memiliki tujuan. Kedua kakinya yang mengajaknya untuk masuk lebih dalam, menyusuri hutan di malam hari tanpa membawa alat penerangan. Entah dia lupa atau memang sengaja tidak membawa, tapi Venus tidak ingat juga jika dia baru dari rumah.
Dia juga tidak pernah tahu di wilayah tempatnya tinggal ada hutan seperti ini. Hutan yang begitu luas, dan hanya di huni pohon jati yang begitu tinggi. Biasanya dia hanya melihat beberapa pohon jati di kebun warna, dan lebih banyak bambu berwarna hijau ketimbang bambu berwarna kuning. Tempat ini asing, tapi tidak membuatnya ketakutan.
"Gue di mana?" gumam Venus ketika langkahnya berganti tepat di dekat pohon yang begitu besar. Venus tidak tahu ini pohon apa, dan sudah jelas ini bukan pohon beringin. Dia tidak memiliki akar yang bergelantungan.
Tanpa adanya tujuan, Venus hanya bisa mengasihani dirinya karena mau pergi ke sini. Begitu bodoh menurutnya, padahal lebih bagus dia di dalam kamar untuk tidur di atas kasur yang empuk.
"Venus!"
Venus menoleh ke belakang, tidak ada siapa pun. Namun, anehnya suara itu terus datang dan menggema. Beberapa kali sampai membuat Venus kebingungan, dia takut. Sangat takut, jantungnya pun mulai berdetak lebih cepat sekarang. Tidak ada seorang pun di sini, dia juga tidak ingin percaya jika nanti dia melihat seseorang. Bisa saja itu hantu.
"Venus!"
Bruk!
Kening Venus bertaut dalam. Itu manusia, gadis dengan rambut panjang yang sekarang tengah mencoba untuk berdiri dan kembali berlari. Tapi lagi-lagi dia jatuh, gaun berwarna putih bersih itu terlihat sangat kotor sekarang. Venus berlari menghampiri dengan berhati-hati, takut gaunnya ikut kotor meskipun bukan berwarna putih. "Lo... gapapa?" tanya Venus sambil membantu gadis misterius itu untuk bangun. "Ayo, ikut gue dulu ya!"
Gadis berwajah pucat itu menggeleng pelan, dia memberikan senyuman tipis sambil mengikuti Venus yang memapahnya mendekati pohon besar. Mereka duduk di bawah pohon yang masih tidak diketahui namanya. "Pasti sakit, mana kotor banget lagi. Lo juga sih ngapain lari segala, udah tau jalanannya kaya gini. Pake acara lari," ucap Venus lagi, dia mencoba membantu membersihkan gaun bagian bawah, tapi gadis pucat itu menghentikan.
Dia menggeleng ketika Venus menatapnya bingung. "Jangan di bersihin, nanti tanganmu kotor!" sahutnya pelan.
"Ah! Oke, gak jadi, maaf ya."
"Aku tadi takut banget di sini. Aku udah lama banget di sini Ven, udah... sekitar.... lima puluh tahun mungkin."
"Lima puluh tahun?" Pekik Venus dengan kening bertaut dalam, "Demi apa?"
"Aku terperangkap di sini."
"Hah! Terus... gue... Gue gimana?" Venus panik, dia tidak mau ada di tempat menakutkan ini. Lebih baik melihat Atmaja yang mengamuk ketimbang harus terperangkap di tempat yang asing dan menyeramkan.
"Pertama-tama aku mau ngasih tau namaku dulu ke kamu. Aku gendik Ven, dan aku tau kamu karena kamu orangnya Ven."
"Kamu tau aku?"
Gendik mengangguk pelan. "Panjang ceritanya, tapi lebih bagus kamu gak tau cerita itu dulu. Aku yang bikin kamu bisa ada di sini, tapi kamu gak usah khawatir! Kamu gak akan terperangkap di sini kaya aku kok. Kamu bisa bangun lagi."
"Bangun?" Venus semakin bingung dengan ucapan Gendik barusan. Dia tidak mengerti kenapa harus bersikap tenang, dan kenapa pula dia bisa bangun? Apakah ini mimpi atau semacam hal magis yang tidak pernah dia tahu jika ada hal semacam ini?
"Nanti kamu tau kalau udah gak di tempat ini lagi Venus. Sekarang, bisa kamu bantu aku?"
"Bantuin apa? Gue gak sehebat itu, gue cuman anak SMP yang gak begitu pinter di sekolah."
"Venus, kamu itu orang yang aku cari selama ini." Gendik mulai menggenggam lengan kanan Venus yang hangat, sementara kedua tangannya begitu dingin. Tatapan memohon, dan terlihat begitu sedih itu dia perlihatkan. "Venus, cuman kamu yang bisa ngelepas semua mantra yang bikin aku ada di sini Venus. Cuman kamu yang bisa bikin aku keluar dari tempat yang jelek ini. Tolong Venus, tolong bantu supaya aku bisa keluar dari sini ya!"
Kening Venus semakin bertaut dalam, dia menggeleng pelan. Melepas genggamannya secara perlahan, dan berkata, "Gue gak ngerti, dan... gue rasa gue gak bisa."
"Kamu bisa Venus, kamu bisa karena memang kamu orangnya," ucap Gendik dengan begitu yakin.
"Gue gak ngerti lo ngomong apa."
Gendik menghela berat, tatapannya berubah kesal sekarang, tapi segera dia ubah seperti sebelumnya dengan senyum yang cukup tipis. "Dulu aku tinggal di rumahmu Venus. Aku tinggal bersama kakek, dan nenekmu. Mereka masih sangat muda, mungkin umur mereka baru dua belas tahun."
"Ha! Kok dua belas sih?"
"Bukannya di tahun itu menikah muda sangat biasa ya? Bukan hal yang aneh untuk di pandang kan?"
"Ah! Iya juga sih. Oke, lanjutin!"
"Aku hidup berdampingan dengan mereka dalam satu atap. Awalnya kakekmu senang ada aku di sana, tapi lambat laun dia mulai kesal denganku Venus. Aku di kunci di ruangan yang selalu kamu lihat itu."
"Ruangan?"
Gendik mengangguk, "Iya, ruangan yang selalu membuat kamu penasaran itu. Aku ada di dalam sana, tempat ini adalah isi dari ruangan itu."
Venus paham sekarang, dia sedang ada di alam yang berbeda, dan sedang berkomunikasi dengan makhluk yang jelas bukan manusia. Entah siapa dia, dan bagaimana bisa dia membawa Venus ke tempat seperti ini.
Venus mulai merasakan sesuatu yang aneh, tubuhnya mulai tidak bisa di gerakan. Angin kembali menyapanya, begitu dingin sampai dia membutuhkan pakaian yang hangat agar bisa tetap hidup lebih lama lagi.
"Venus?" panggil Gendik.
Venus tidak menoleh secepat itu, dia butuh waktu beberapa menit sampai akhirnya menoleh dengan perlahan.
"Tolong aku Venus!"
"Akhh!"