Beberapa menit sebelum Cien dan rombongan Putri Sravati tiba di Toko Kirana.
Reiss yang telah tinggal sendirian di gua belakang toko selama beberapa minggu terakhir ini, sudah sangat menanti-nanti kepulangan dari sang pemilik toko. Karena, beberapa hari terakhir ini, Reiss merasa keberuntungannya berkembang pesat.
Hanya dalam waktu tiga hari terakhir, Reiss telah berhasil menyelesaikan semua misi yang diberikan oleh Cien.
Dia telah berhasil membunuh satu Inferno Bear sebagai misi untuk mendapatkan informasi jalan keluar dari Death Valley.
Lalu dia juga telah berhasil membunuh delapan monster dengan kekuatan minimal Rank 5. Dengan begitu, Reiss berhak mendapatkan satu Fire Glove sesuai dengan janji yang diberikan Cien.
Reiss kini sedang menikmati santapan makan malam yang berasal dari daging salah satu monster Rank 3 berbentuk domba.
Tidak jauh darinya, tepatnya berada di pojok gua yang dihuninya. Terdapat tumpukan mayat monster Rank 5 untuk diberikan kepada Cien.
Melihat hari telah larut, Reiss berpikir kalau pemilik toko tidak akan pulang hari ini juga. Dia ingat kalau Cien berkata kalau akan pulang dalam waktu kurang lebih seminggu.
'Dua hari lagi…'
Pikir Reiss sambil menggigit daging monster di tangannya. Setelah menyelesaikan misi, Reiss semakin hari menjadi semakin tidak sabaran. Dia sungguh ingin bertemu dengan Cien, mendapatkan Fire Glove dan keluar dari Death Valley.
Bukan karena takut atau tidak betah di Death Valley. Melainkan karena dia cemas dengan situasi di kota asalnya saat ini, Marina.
Reiss takut kalau ketiadaan informasi tentang persekongkolan Huntara dan Abyss akan berakibat fatal terhadap kota dan kerajaannya.
Dia juga takut, kalau dalam waktu dia sibuk di Death Valley saat ini, pasukan Black Winter dan Abyss telah menyerang Kota Marina. Dan sewaktu dia kembali nanti, kota tempat tinggalnya telah rata dengan tanah.
Oleh karenanya, Reiss benar-benar mengharapkan kalau Cien kembali secepatnya.
Tidak disangka, hanya beberapa menit setelah dia usai menyantap makan malam, dan baru saja menutup mata untuk tidur. Suara dari beberapa orang yang sedang mengobrol samar terdengar dari arah luar gua.
Reiss semerta terbagun, lalu dengan seksama mendengarkan kembali suara yang samar tersebut.
Mendengar suara familiar Cien. Reiss seketika tergugah senang.
'Tuan Millard telah kembali!'
Reiss dengan segera bangun lalu bersiap mendatangi Cien. Walau ada perasaan aneh karena bukan hanya suara Cien saja yang terdengar. Reiss tidak berpikir panjang tentang itu. Dia hanya berpikir kalau suara itu mungkin dari orang-orang yang diajak oleh Cien untuk mengunjungi tokonya.
Sesampainya Reiss di depan pintu depan toko. Suara Cien dan beberapa orang lainnya, termasuk suara dua orang wanita terdengar olehnya.
Hal ini membuat Reiss agak ragu untuk masuk. Takut-takut kala dua wanita itu adalah budak yang dibawa Cien untuk menghangatkan kasur, dan masuk pada waktu saat ini akan membuyarkan kesenangan sang pemilik toko.
Namun beberapa saat kemudian, dia mendengar teriakan seorang wanita yang menyebutkan nama kota 'Wynteria'.
Hal ini membuat Reiss agak mengerutkan kening, karena Wynteria adalah ibukota dari Kerajaan Huntara. Kerajaan yang baginya telah bekerja sama dengan Abyss.
Reiss menjadi penasaran akan orang-orang yang mengunjungi toko. Ingin dia membuka pintu, namun tetap saja takut akan asumsinya tadi benar, dia tetap tidak berani. Pada akhirnya Reiss pun memilih untuk mengetuk pintu toko.
Knock Knock
"Masuk!"
Mendengar tanggapan dari Cien, Reiss pun membuka pintu.
Sesaat setelah dia membuka pintu, Reiss mendapati dua wanita dan tiga orang lelaki. Hanya saja di antara tiga lelaki tersebut hanya satu yang terlihat masih hidup. Satu pingsan dan terlihat dalam kondisi kritis, sedangkan satu lainnya tampak telah menjadi mayat.
"Pengunjung!"
Tiba-tiba Reiss mendengar suara terkejut dari tiga orang asing di depannya. Dia kini dapat melihat wajah salah satu perempuan yang ada di depannya. Dan ketika melihat wajah perempuan tersebut, raut muka Reiss pun berubah kelam.
"KAU! Pengkhianat manusia!"
Reiss sebagai salah satu penjaga Kota Marina yang berbatasan dengan wilayah Huntara, pernah sekali bertemu dengan Putri Sravati, ketika sang putri mau pergi ke Westya. Wajah putih mulus dan kecantikan sang putri tidak bisa terlupakan oleh Reiss.
Oleh karena itu, melihat Putri Sravati di depannya, amarah dari dalam diri Reiss semerta membludak.
Bagi Reiss, Sravati sebagai seorang putri kerajaan, pasti tahu akan kerjasama Huntara dengan Abyss. Oleh karenanya, untuk Reiss, Putri Sravati tidak ada bedanya dengan seorang pengkhianat bangsa manusia. Pengkhianat yang telah membantai pasukannya beberapa minggu lalu.
Mendengar ucapan Reiss yang sambil menunjuk ke arah Sravati, membuat Cien dan yang lainnya semerta bingung.
Namun kebingungan itu hanya sebentar sebelum situasi menjadi semakin keruh.
Ian yang tidak terima kalau atasannya disebut sebagai pengkhianat, walau tidak tahu alasannya, langsung mengeluarkan pedang di pinggulnya.
"APA KAU BILANG?! APA KAU TAHU SIAPA DIA?!"
Walau Ian bertanya, namun dia tidak menunggu jawaban dari pria yang tiba-tiba masuk itu. Dia langsung saja menyerang sang pria asing, mengarahkan bagian tajam pedang ke leher Reiss.
Reiss tentu tidak tinggal diam. Dengan cermat dia langsung menghindar dari tebasan pedang yang mengarah padanya. Lalu dengan lincah meliuk mendekati ke arah Ian, lalu memukul perut musuhnya itu dengan sekuat tenaga.
"Buhak!" Ian mengeluarkan udara dari dalam dirinya, lalu tubuhnya terangkat dan terjatuh.
"IAN!" Teriak Sravati, yang langsung mengangkat tongkat sihirnya. Begitu pula dengan Legia, yang mengeluarkan pedangnya.
Untuk saat ini, mau itu Sravati ataupun Legia, keduanya masih belum mengerti situasi yang sedang terjadi. Namun mereka mengerti kalau orang di depannya yang baru saja tiba itu, bukanlah pelanggan dan tidak ingin bersahabat dengan mereka.
Untungnya, sebelum pertarungan itu semakin menjadi kacau. Empat buah bola air sebesar bola basket menghujam empat kepala orang tersebut.
"[Waterball]."
Splash!
Reiss dan kelompok Sravati yang kini kepalanya terasa basah dan dingin serempak melihat ke arah orang yang menembak mereka.
"Apa yang ingin kalian lakukan? Dilarang berantem di dalam toko. Turunkan senjata kalian! Sekali lagi kalian berniat ribut, aku tidak segan-segan akan mengambil nyawa kalian."
"..."
Sravati dan Legia yang mendengar ini hanya bisa diam dan menuruti perkataan dari Cien, Kekuatan Cien yang dapat membakar habis monster besar masih sangat membekas di ingatan mereka.
Reiss tidak membawa senjata, namun dia pun hanya bisa berdiri diam di ambang pintu. Melihat Sravati dan rombongannya dengan tatapan geram.
"Tuan Millard! Maaf kalau saya tidak sopan, tapi mereka ini telah bersekongkol dengan iblis!" tukas Reiss yang masih tidak bisa menerima keberadaan Sravati dan yang lainnya.
"Apa kau bilang?!" Kali ini Legia yang geram, dia tidak mengenal lelaki di depannya. Namun tiba-tiba dituduh sebagai sekongkolan iblis sangat menodai harga dirinya.
"Pengkhianat manusia! Kalian pikir aku tidak tahu? Kalian dari Huntara telah bersekongkol dengan Abyss! Kalian–"
Splash!
Sekali lagi sebuah bola air melesat ke kepala Reiss.
"Bisakah kau diam? Aku tidak peduli mau mereka teman iblis atau iblis itu sendiri. Ini adalah Death Valley, tempat di mana tidak ada satu ras pun yang berkuasa. Apalagi ini adalah sebuah toko, walaupun mereka itu iblis, kalau mereka adalah pelanggan, aku tidak akan menolaknya. Apa kau mengerti?"
Reiss bahkan Sravati tertegun mendengar ucapan dari Cien.
"Huh? Tuan Millard, tolong jangan bercanda. Mengapa anda mau melayani para iblis?"
"Kenapa? Karena tidak ada ruginya."
"..."
"Politik maupun situasi kerajaan di luar sana tidak ada pengaruhnya di sini. Dan satu hal lagi, tidak semua ras iblis itu buruk seperti yang diceritakan orang-orang."
Yup, tidak semua ras iblis itu buruk. Setidaknya itulah yang ada di benak Cien. Pemikirannya ini bukan tanpa sebab, karena dia pernah bertemu dengan iblis yang baik hati.
Apalagi setelah ingatan akan masa lalunya kembali, sudut pandang Cien akan Benua Kastia bisa dibilang berubah drastis. Pemikiran Cien lebih terbuka, dan tidak menghakimi akan satu hal hanya karena orang-orang berkata kalau hal itu adalah buruk.
Melihat para tamunya telah diam dan tidak berani untuk menimpalinya lagi. Cien pun memberikan Healing Potion ke Legia dan menyuruhnya untuk membawa Jamie ke kamar tamu di atas.
Setelah itu, Cien menyuruh Ian yang masih meringis kesakitan akibat pukulan Reiss untuk segera mengubur tubuh temannya di halaman belakang toko.
Mayat itu sudah mulai mengeluarkan bau tak sedap, tidak peduli kondisi Ian sekarang, Cien hanya ingin menyingkirkan mayat itu dengan segera.
Melihat Ian keluar. Cien pun berpaling ke Putri Sravati dan Reiss yang tersisa di sana.
"Kalian berdua, ikut aku. Daripada melihat kalian bagai kucing dan anjing, lebih baik kalian menceritakan padaku akan apa yang kalian maksud sebagai 'pengkhianat manusia' itu?"
Reiss dan Sravati saling tatap, memperlihatkan tatapan sinis ke satu sama lain. Keduanya pun mengangguk lalu mengikuti Cien ke lantai atas.