Aku terbangun dari mimpi indahku. Aku bergegas menyambar handuk dan segera melesat ke kamar mandi. Semua mimpi indah itu hanya membuat pusing kepalaku. Belum lagi ini sudah agak siang dan aku harus segera membuka toko kue yang sekarang menjadi pekerjaanku.
Aku belum lama bekerja disana. Tapi aku menyukai tempat kerjaku sekarang. Setelah bertahun-tahun aku hidup terombang-ambing kesana kemari berganti pekerjaan. Sekarang aku ingin menetap di pekerjaan yang aku sukai.
Lima tahun sudah aku meninggalkan Ayahku. Aku muak hidup dengan selalu menuruti kemauannya tanpa mau melihat apa mauku. Yang benar saja, saat aku baru saja lulus dari siswa Menengah ke Atas aku disuruh menikah dengan rekan kerja Ayah demi memajukan perusahaannya. Alasan apa itu? Bahkan aku muak sekali dengan calon yang akan dijodohkan denganku. Seorang lelaki yang sangat sombong dengan semua harta kekayaannya. I hate it.
Dan yang paling menyakitkan ku adalah, cinta pertama ku tak mau memperjuangkan cintanya padaku. Ardhan. Dia melepas ku setelah kisah manis yang kami rajut bersama. Harus usai bersama kepedihan yang aku telan pil pahitnya sendirian.
Rasanya memalukan sekali, meminta seorang lelaki untuk menikahi ku tapi ditolak olehnya. Dan ingin sekali rasanya aku segera lenyap dari muka bumi karena hal memalukan itu. Aku ingin pergi sejauhnya hingga tak bisa ditemukan siapapun juga. Nyatanya sampai sekarang pun tak ada orang yang mencariku. Menyakitkan sekali bukan.
I will not remember it again. Its hurt. Damn.
*****
Telepon berdering nyaring sekali. Sampai-sampai memekakkan telinga bagi siapa saja yang mendengarnya. Itu pasti kepala Toko yang mencari keberadaanku, karena aku belum sampai disana. Kunci Toko aku bawa. Tapi aku malah masih mandi dibawah guyuran air dingin ini. Ah... bisa kena damprat nenek lampir ini.
"Anaya!!! Kamu dimana si!! Ini sudah jam berapaa!! Kenapa Tokonya belum dibuka?!! Kalau sampai sepuluh menit kamu tidak datang, akan aku pecat kamu!!"
Pip.
Aku menjauhkan ponselku dari telinga. Suara cempreng itu yang setiap pagi menghiasi pagiku. Padahal dia bukan bos nya. Tapi dia berlagak seolah dia adalah pemilik Toko atau bosnya saja. Main pecat orang? Memangnya dia bisa cari pengganti dalam waktu sehari? Cckkk.. Dasar nenek lampir! Gerutuku dan bergegas lari menuju Toko setelah sebelumnya mencium foto almarhumah Mamaku.
Untunglah aku mencari Kos dekat dengan Toko. Sehingga aku tak perlu mendengar omelan yang makin panjang dari si nenek lampir itu.
"Maaf Bu. Saya bangun kesiangan jadi..."
"Saya tidak mau dengar alasan apapun! Sekarang cepat buka atau kamu saya pecat!" omel Bu Saras. Umurnya mungkin hanya lima atau enam tahun diatasku. Tapi sikapnya seperti nenek-nenek yang sedang memarahi cucunya. Seolah aku adalah anak nakal. Aku bergidik ngeri karenanya. Setelahnya aku segera membuka Toko.
Tak lama kemudian datang para pembeli untuk membeli kue. Datang sebuah mobil yang parkir di depan Toko. Mobil khusus Toko yang disediakan untuk mengantar pesanan pembeli. Kemarin memang banyak pesanan kue dari Toko kami. Aku membantu karyawan lain menurunkan kue-kue dari mobil yang akan diambil siang ini.
"Selamat pagi Anaya. Gimana pekerjaan hari ini?" sapa wanita paruh baya yang tidak lain adalah pemilik Toko kue ini.
"Selamat pagi Bu Inah. Alhamdulillah, Bu hari ini toko rame seperti biasa," jawabku ramah.
"Kamu terlihat lelah sekali. Saya suka kerja kamu. Kamu sangat rajin dan cekatan. Semoga kamu betah disini ya?" ucap Bu Inah lagi.
"Insya Allah saya betah Bu. Apalagi Bos nya sebaik Ibu." jawabku jujur. Dan aku lihat Bu Saras memandang sinis kearahku.
" O iya, Nay. Besok Ibu mau antar kue ke Toko yang ada di cabang baru. Kamu ikut ya? Nanti bantu Ibu menata Toko baru disana," pinta Bu Inah padaku. Yang tentu saja aku angguki.
"Baik, Bu dengan senang hati," jawabku antusias.
"Tapi, Bu, besok tugas Anaya mengirim pesanan," sanggah Bu Saras. Dia pasti tidak suka aku dekat dengan Bos. Aku hanya menunduk saja.
"Kamu nanti bisa minta tolong Asri dan Wawan yang antar ya, Ras. Saya Butuh Anaya ikut sama saya," kilah Bu Inah yang membuatku tersenyum lega.
Kalau aku keluar bersama Bos, Bu Saras tidak akan berani menolak.
Karena kalau aku keluar dari Toko itu artinya, aku tidak harus bertemu nenek lampir kan? Aahh, senang nya hatiku.
********
Keesokan hari aku naik mobil bersama Bu Inah menuju Toko yang masih baru. Bersama Pak jamal, yang duduk dibalik kemudinya.
Kami turun bersama sesampainya di Toko.
Aku memandang takjub pada Toko Baru di depan ku. Ini lebih besar dari cabang lain. Bu Inah bilang dia merintis usaha ini dari berjualan kecil-kecilan hingga membuka bercabang-cabang toko di seluruh kota.
Bu Inah orang yang sangat baik dan ramah. Tapi dia tak pernah membedakan semua karyawannya. Juga tentu saja tegas pada karyawannya. Hingga membuat semua karyawan segan padanya.
"Nay, tolong kue ini di tata di etalase ya? Kue yang belum di packing nanti tolong packing kan, saya akan menelepon salah satu karyawan untuk bantu-bantu disini," kata Bu Inah.
"Baik Bu. Dengan senang hati," jawabku dengan semangat. Semua pekerjaan yang dilewati dengan perasaan bahagia dan semangat tentu akan terasa ringan bila dikerjakan.
Saat aku sedang packing kue, Bu Inah duduk mendekatiku.
"Anaya, kamu tinggal dimana?" tanya Bu Inah sambil membantu ku membungkusi kue
"Saya nge kos di dekat Toko yang sekarang saya bekerja Bu," jawabku sambil sesekali menoleh kearah nya.
"Sendirian? Kenapa nge kos?" tanyanya lagi.
"Iya, Bu sendiri. Demi pekerjaan Bu hehe," jawabku sambil tersenyum.
"Oh, seminggu sekali pulang kerumah gitu?"
"Enggak, Bu. Saya tinggal sendiri saja. Saya udah lama pergi dari rumah," jawabku yang entah kenapa merasa sedih dan merasa menjadi orang yang paling kasihan di dunia.
"Kok gitu? Kenapa?" tanya Bu Inah Lagi. aku hanya menggeleng lemah.
" Semua masalah itu pasti ada jalan keluarnya. Kamu jangan berlama-lama membiarkan masalah kamu. Cobalah berdamai dengan masa lalu. Mungkin setelahnya hidupmu akan lebih indah. Apapun itu, kamu pasti bisa melewatinya," tutur Bu Inah.
Aku mendengarkan ucapannya. 'Berdamai dengan masa lalu?' Bisakah? Aku tak yakin akan hal itu. Aku tersenyum miris memikirkannya.
"Nay, kamu udah punya pacar belum?" tanya Bu Inah Padaku. Membuatku sedikit mengerutkan dahi karenanya.
"Mana ada lelaki yang mau sama wanita seperti saya, Bu. Kismin hehe," candaku.
"Loh kok kamu ngomong gitu? Jangan pesimis begitu. Setiap orang pasti punya jodohnya masing-masing," ucap Bu Inah lagi.
Aku tersenyum mengangguk.
"Yah mungkin belum waktunya, Bu," jawabku enteng.
"Kalau Ibu kenalin sama anak Ibu mau?" ungkapnya tiba-tiba.
"Hahh??? Iih Ibu mah. Godain aku terus haha," kataku sambil tertawa gak jelas.
"Loh, serius ini!" ucap Bu Inah serius.
"Iiih, Ibu. Aku kan jadi gak enak. Masa Anak Bos dijodohin, sama karyawan jelek dan kismin seperti saya," kataku merendah.
"Siapa yang bilang kamu jelek? Ibu gak ada ya ngomong Anaya jelek," tutur Bu Inah lagi yang membuat aku salah tingkah karenanya.
Untung saja ada pengiriman barang datang. Aku jadi bisa mengalihkan pembicaraan yang tak enak ini.
Kalau dipikir-pikir seandainya benar aku dijodohkan dengan anak Bos gimana ya? Ah mana mau anak Bos sama cewek kaya aku.
Wanita yang punya hidup sangat memprihatinkan. Ckckck. Aku menggeleng- nggeleng kepala. Seolah memasukan ke hati tentang pembicaraan dengan Bu Inah. Membuat aku berkhayal saja.
Aku keluar menuju mobil pengiriman barang. Ternyata alat-alat perlengkapan Toko yang datang. Aku segera membantu para pekerja lainnya untuk membawa ke dalam Toko. Saat aku akan melangkah masuk, mataku menangkap bayangan sosok yang sangat ku kenal. Aku memicingkan mata membenarkan apa pandanganku salah, halusinasi atau nyata?
Aku membola mata saat dugaanku benar tentang sosok itu. Aku segera berbalik badan dengan degup jantungku yang semakin tak beraturan. Aku bingung. Aku tak boleh bertemu dengannya. Aku...
Bugghh!!!!
To be Continued...