webnovel

22) Efek Samping Batu Permata Pada Tubuh Perempuan?

"Coba ceritakan kepadaku kisahmu." ucap Benedict sembari meneguk cairan bir dingin yang berada di dalam botol kaca di tangan kirinya. "Apa yang sudah kau lalui beberapa tahun belakangan ini?"

"Ceritanya panjang." balas Kevan singkat sembari mengembuskan asap nikotin dari saluran pernapasannya.

"Ayolah, malam masih sangat panjang. Aku bisa mendengarkan ceritamu bahkan hingga satu tahun penuh."

Kevan tak menanggapinya. Ia terus memandang ke arah langit malam yang luas membentang sejauh matanya memandang. Kemerlip bintang bertaburan di atas sana, seakan menemani sang rembulan di puncak singgasananya. Tak terhalangi oleh apapun.

Sedari tadi, mereka berdua duduk di sebuah kursi yang terletak di puncak gedung yang sebelumnya merupakan markas dari organisasi bentukan Benedict. Setidaknya tempat itu masihlah sebuah markas untuk beberapa saat lalu, sebelum Kevan datang dan membunuh semua anggota organisasinya tanpa ampun.

Benedict kembali meneguk cairan bir dinginnya, "Baiklah jika kau tak ingin menceritakannya. Setidaknya, beri tahu aku bagaimana kau bisa menyadari kekuatan dari batu kristal di dalam kepala zombie."

Kevan menoleh, "Menurutmu, bagaimana aku bisa mengetahui hal itu?"

"Hmmm, coba kupikirkan dulu." ucap Benedict yang kemudian memamerkan ekspresi seriusnya, seakan ia benar-benar ingin menebak bagaimana Kevan bisa tahu rahasia di balik batu kristal di dalam kepala zombie itu.

"Apakah kau bekerja di laboraturium rahasia milik pemerintah?" tanya Benedict yang mendapatkan gelengan kepala dari Kevan. "Benar juga. Dengan kepribadianmu yang brutal itu, kau adalah orang yang paling tak cocok untuk bekerja di bawah naungan pemerintah sama sekali."

Kevan kembali mengepulkan asap rokok dari saluran pernapasannya sembari memandangi langit malam, membiarkan Benedict untuk terus berpikir.

"Kalau begitu, apa kau mengenal seseorang dari laboraturium itu?"

"Aku tak pernah ada hubungannya dengan laboraturium rahasia atau apapun itu." jawab Kevan, masih membiarkan Benedict menebak.

"Kau tak mungkin asal memakan batu dari dalam kepala zombie, bukan?" Benedict terus saja kebingungan. Hingga akhirnya, lelaki itu menghela napas lelah. "Baiklah, aku menyerah."

Kevan mengambil botol kaca berisikan bir dingin di dalamnya dan meneguk cairan bir itu dengan pelan, "Aku menebaknya dari komik zombie yang pernah kubaca dulu."

"Pffftttt!~ ... Uhukk ... Uhukk ... " Benedict tersedak cairan birnya. Jawaban yang diberikan oleh Kevan benar-benar membuatnya tak bisa menahan rasa terkejutnya. "Kau ... Tidak mungkin!"

"Begitulah kenyataannya."

"Hahahaha~ ... " tentu saja Benedict tak akan bisa melupakan hal itu untuk sementara. Jawaban yang sangat konyol. "Aku tak menyangka kau akan menjawabnya seperti itu."

"Terserah kau mau percaya atau tidak."

"Baiklah, baiklah. Aku percaya."

Keadaan hening untuk sesaat. Hingga akhirnya Benedict menoleh ke arah Kevan. "Kekuatanmu sudah berada di peringkat C. Bukankah itu berarti kau sudah bertemu dengan zombie mutant?"

"Zombie mutant? Maksudmu, zombie yang bermutasi?"

"Ya, kami menyebutnya zombie mutant. Jika seseorang ingin meningkatkan peringkat kekuatan dari D ke C, sebanyak apapun kau memakan batu permata dari dalam kepala zombie biasa, kau tak akan mendapatkan peningkatan. Batu permata yang dimiliki oleh zombie mutant setara dengan seribu batu permata yang dimiliki oleh zombie biasa." jelas Benedict.

"Aku pernah bertemu dua dari jenis itu. Yang satu berperilaku seperti katak dan bisa melompat dengan cepat. Sedangkan satu lagi terlihat seperti gorila, bertubuh besar dan memiliki otot yang keras. Tunggu, dari mana kau tahu semua itu?"

Benedict menyunggingkan senyuman dengan aksen sombong, "Apakah kau lupa bahwa ayahku adalah orang yang pernah memiliki jabatan tertinggi di Angkatan Udara? Semua rahasia busuk yang ditutupi oleh negara ini, aku tahu semuanya."

Kevan hanya mendengus mendengarnya menyombongkan diri seperti itu.

"Lalu, bagaimana kau menghadapi dua zombie mutant itu?" tanya Benedict, masih penasaran.

"Aku hanya beruntung. Mereka bertarung hingga salah satu dari mereka mati, dan yang lainnya sekarat."

Mendengar penjelasan singkat dari Kevan membuat Benedict menganggukkan kepalanya, mengerti akan hal itu.

Kini, Kevan yang terlihat penasaran akan sesuatu, "Apa menurutmu aku bisa memberikan mereka batu permata zombie juga untuk meningkatkan kekuatan?"

"Mereka? Maksudmu, para gadis itu?"

Kevan mengangguk.

"Mmm, sebenarnya bisa saja. Tapi—"

"Tapi apa? Kau sendiri tahu bahwa cepat atau lambat, mereka juga harus bisa mempertahankan diri mereka sendiri. Aku tak bisa selamanya menjaga mereka."

"Sebenarnya, aku juga penasaran kenapa kau mau membawa para gadis itu bersamamu, karena hal itu pasti sangat merepotkan. Aku bisa mengerti dengan Rea. Dari dulu, kau memang sangat menyayangi adikmu itu lebih dari apapun. Tapi, kenapa dengan tiga gadis lainnya?"

Kevan tak menjawabnya, masih menunggu Benedict untuk menjawab pertanyaannya tadi.

"Baiklah, aku tak akan tanya lagi jika kau memang tak ingin menceritakannya. Untuk masalah batu itu, kau memang bisa memberikannya kepada mereka. Namun, yang menjadi masalah adalah reaksi mereka setelah memakan batu itu nanti."

"Memangnya kenapa?"

Benedict meneguk kembali cairan bir dinginnya, "Kondisi tubuh laki-laki berbeda dengan perempuan ... Sepertinya akan sulit untuk kujelaskan. Bagaimana kalau kita berburu zombie malam ini. Besok pagi, kita bisa membagikan batu-batu permata kepada para gadis, hingga kau bisa melihat sendiri bagaimana reaksi mereka setelah memakannya."

Kevan mengerutkan keningnya, "Kenapa kau tak mengatakan apa efeknya secara langsung?"

Benedict pun menaruh satu tangannya pada pundak kiri Kevan, "Tenang saja. Tak ada efek yang berbahaya bagi mereka. Tapi mungkin, efeknya akan berbahaya bagi kita."

"Maksudmu?" tanya Kevan, masih tak mengerti apa yang coba dikatakan oleh Benedict.

Benedict bangkit dari kursinya, meregangkan kedua tangannya seakan bersiap untuk melakukan sesuatu. "Sebelum seluruh bawahanku dibantai habis olehmu, aku menerima informasi bahwa ada zombie mutant yang membangun sebuah sarang tak jauh dari sini. Bagaimana kalau kita berkunjung ke sana untuk memberi salam?"

Kevan pun menyerah untuk menanyakan hal itu. Sepertinya ia akan tahu jika waktunya tiba nanti. Kevan hanya berharap tak akan terjadi apa-apa kepada Kayla, Nadine, Yurisa dan Rea saat ia memberikan mereka batu permata zombie nanti.

Walau Kevan masih belum tahu, bahwa apa yang dikatakan oleh Benedict adalah sebuah kebenaran. Tak ada efek buruk untuk para gadis jika memakan batu permata dari dalam kepala zombie. Namun, efek setelah para gadis itu memakannya, mungkin akan merugikan Kevan dan Benedict.

Dan hal itu tak bisa dihindari.

Siguiente capítulo