webnovel

KARMA

Malam yang memilukan dan memalukan bagi Alexandra Camorra. Ia memaksakan diri agar dapat pulang pagi ini, memanggil sebuah taxi yang mengantarkan kembali ke kediaman ayah tirinya. Baju pestanya berganti kaos putih milik Gabriel Nostra yang kebesaran di tubuhnya. Tak peduli yang penting bisa menutupi diri, namun tetap tidak mampu menyembunyikan kebodohannya.

Sampai di kamarnya sendiri, Alexandra hanya mampu membersihkan diri. Kemudian terlelap tidur berjam-jam di atas ranjangnya. Sendi tulangnya terasa remuk redam. Tidak memiliki kekuatan mengangkat tubuhnya lagi. Semua sudah dihancurkan oleh laki-laki terkutuk itu!

Angela menemani, senyum miliknya seperti mendiang ibunya. Betapa gadis itu rindu pada kedua orang tuanya yang telah tiada. Pengasuh Elisa membantu menyuapi makan memberikan vitamin agar cepat pulih kembali. Wanita paruh baya itu telah bekerja lama di sini, sebelum ibunya menikahi Zio Antonio. Posisinya berganti dari pelayan, menjadi pengasuh khusus kedua putri Nyonya Rose.

Saat ini yang dibutuhkan Alexandra hanya beristirahat panjang, mengembalikan energi dan kesadarannya menjadi seorang wanita lagi, walau tidak pernah utuh seperti semula. Seharian Angela menjaga kakaknya Alexandra yang terus tertidur. Tiba-tiba anak kecil itu berteriak keras ke pengasuh Elisa, tubuh Alexandra demam tinggi.

Dahinya terus diusap oleh tangan mungil itu, seolah menepis panas tinggi yang sedang di derita kakaknya. Sebutir obat penurun panas diberikan, Alexandra kian terkapar di atas ranjangnya lagi. Pengasuh Elisa sangat mengkhawatirkan Alexandra dan Angela, yang mengurusnya merawat keduanya dengan baik.

Apalagi sejak Nyonya Rosa tiba-tiba saja tewas terbunuh. Rahasia yang tersimpan sejak tiga tahun lalu terus menyiksa hatinya demi melindungi mereka dari ayah tiri yang selalu bersikap kasar dan kejam. Tuan Besar Antonio meminta Elisa menutupi cerita itu dengan rapat dan ancaman keras.

Ia terus membiayai hidup anak tirinya hingga kuliah dan memenuhi kebutuhan Angela. Membiarkan mereka tinggal di istananya, hingga suatu saat nanti harus keluar dari sana. Mengusir secara pelan dan pasti.

Selama ini kesibukan perjalanan bisnis Tuan Besar Antonio ke luar negeri hanyalah kamuflase semata. Ia menghindari menatap mata dua anak tirinya, dari dosa dan kesalahannya tentang ibu mereka.

***

Pagi ini Gabriel Nostra tidak fokus bekerja. Banyak berdiam diri, memandang kaca jendela besar di atas gedung miliknya sendiri. Sebatang rokok dan minuman berada di kedua tangannya. Laporan Natasha tidak dihiraukan walau banyak telepon penting yang masuk sejak tadi.

Akhirnya Romano datang menemui. Ia tahu, Gabriel berubah drastis sejak semalam membawa gadis itu ke Puri Milano. Alexandra Camorra membawa bencana bagi sang mafia.

"Gabriel!"

"Shut up Romano! Aku ingin sendirian hari ini. Apa kau sudah memeriksa keadaan gadis itu?"

"Alexandra pulang ke kediamannya. Penjaga di sana memberitahu, ketika sebuah taxi datang menjemputnya."

"Kirim satu orang mengawasi ke sana. Aku ingin laporannya segera!"

"Gabriel, kau terobsesi dengannya!"

"Romano, catat baik-baik di kepalamu, berapa kerugianku di dalam kontainer yang di curi oleh gadis itu huh!"

"Tapi aku pikir ada pelaku besar berada di belakang yang memanfaatkan gadis itu, Gabriel!"

"Itu tugasmu mencari tahu. Tinggalkan aku sendiri, sekarang!"

Romano keluar ruangan meninggalkan Gabriel yang sedang resah. Ini bukan masalah kontainer yang hilang, ternyata gadis itu dapat membutakan mata dan pikiran Tuan Muda Gabriel Nostra. Sebelumnya, tidak ada teman wanita Gabriel yang berani menampar, bahkan merampok logistik persenjataan miliknya. Gadis yang luar biasa!

Ia sungguh dibuat kagum oleh Alexandra Camorra. Semalam adalah pesta dansa yang hebat. Mereka berdua pasangan serasi di mata tamu dan undangan. Semua wanita yang hadir di sana dibuat cemburu dan marah olehnya. Termasuk Natasha kesal sejak tadi pagi, karena Gabriel meninggalkan dan tidak mempedulikan dirinya saat di pesta itu.

Romano pergi mencari tahu tentang seluruh hidup gadis itu. Majikannya, Gabriel Nostra seakan telah bertekuk lutut dengan gadis yang bernama Alexandra Camorra. Sang mafia muda tampan menyerah dibalik semua kekejamannya.

***

Dua hari setelah pesta dansa berlalu

Keadaan Alexandra mulai membaik, hanya sedikit menyisakan memar di luar tubuhnya akibat pergumulan hebat dahsyat dua malam lalu. Terbangun walau masih pucat dan sayu. Pengasuh Elisa mengetahui yang sebenarnya terjadi dengannya, tapi tak ingin banyak bertanya. Tugasnya hanya merawat anak-anak Nyonya Rosaelia dengan penuh kasih sayang.

Jadwal kuliah mulai padat, ujian akhir kian menjelang. Alexandra harus menempuh semua itu agar mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan dapat membiayai hidupnya bersama Angela. Tak selamanya ia berdua adiknya tinggal di istana mewah, yang bukan milik mereka. Alexandra telah berniat pergi menemukan hidupnya sendiri.

Pagi ini ada jadwal pertemuan kuliah dengan dosen. Gadis itu bergegas mandi dan berganti pakaian. Menyempatkan diri mencium adiknya Angela dan memanggil taxi menuju kampus. Tubuhnya terasa tidak nyaman, tapi coba membiasakan. Pandangannya tidak ceria lagi, makin menyembunyikan diri atas kejadian beberapa hari lalu.

Dosen Steven menemuinya sebelum masuk ke ruang kuliah. Memberi tahu bahwa nilainya cukup baik dan bagus, semester depan gadis itu mengajukan skripsi menyelesaikan pendidikannya. Senyum Alexandra mengembang, akhirnya waktu berpihak padanya.

Memulai mencari pekerjaan paruh waktu, menyewa tempat tinggal lainnya bersama Angela Camorra. Gadis itu bukan seorang putri orang kaya atau dari keluarga mafia. Kedua orang tua Alexandra tidak meninggalkan apa-apa selama ini.

Oh, tiba-tiba peluh keringat membasahi pelipisnya, ia terburu-buru berangkat ke kampus memaksakan diri, walau kondisi dirinya belum sepenuhnya baik.

Satu jam kuliah pun berakhir. Alexandra keluar menuju kursi taman, duduk terdiam mengatur nafas yang menderu kencang. Terdengar suara pria menyapanya, "Camorra, kau baik-baik saja?" Manusia terkutuk itu datang lagi mengganggunya! Alexandra mengumpat di dalam hati.

"Oh kau lagi, Gabriel! Pergilah, aku tidak ingin bertemu denganmu lagi!" Mengapa pria ini selalu tahu di mana ia berada, memburu dirinya terus menerus. "Kau sudah dapatkan apa yang kau mau, Gabriel! Apa itu tidak cukup bagimu menyiksa diriku?" amarahnya memuncak.

Gabriel menggelengkan kepalanya. "Belum semua, logistik milikku masih di tanganmu. Kau belum berniat kembalikan sampai saat ini dan aku terus menunggu, memburu dirimu!"

"Keparat kau!" Alexandra bergegas meninggalkan Gabriel. Namun langkahnya malah melambat, pikirannya menjadi gelap, matanya berkunang-kunang lalu menghitam seluruhnya. Tak lama ia jatuh di pelukan seseorang. "Camorra-aaa!"

Gabriel Nostra segera membawa ke mobil, melaju dengan cepat menuju puri Milano. Ia menghubungi Romano supaya menemuinya dan memanggil Dokter Julian. Alexandra terkulai lemas di kursinya. Porsche merah Gabriel Nostra melintas terus membelah jalanan.

Oh shit! Ia melukai gadis itu terlalu dalam. Permainan yang mereka ciptakan ternyata tidak mampu ditandingi Alexandra sendiri. Mengapa gadis itu tak jujur dari awal, dengan siapa ia bekerja sama dalam aksinya merampok logistiknya!

Gabriel tidak akan mungkin menyiksa dirinya berkali-kali. Memasuki halaman besar, porsche merah berhenti di hadapan dua pilar yang tinggi. Penjaga Puri Milano langsung membuka pintu mobil. Gabriel bergegas lari memutar, membuka pintu lainnya.

Alexandra belum siuman, tubuhnya di angkat langsung kemudian berlari menuju ke kamar utama di atas. Pelayan Albert diperintahkan membawa air hangat untuk meredakan demam. Panas tubuhnya terasa di kulit Gabriel, saat dahi gadis itu bertautan tertahan di dagunya.

Ia membaringkan tubuh gadis itu di atas ranjang mewah miliknya, menyelimuti rapat. Tak lama handuk kecil, dan air hangat disiapkan pelayan Albert di atas nakas. Gabriel mencelup handuk, memeras air lalu meletakkan di dahi Alexandra. Satu lagi handuk kecil mengusap wajah cantik yang berubah begitu pucat dan lehernya penuh keringat.

Alexandra pasti tersiksa menahan suhu panas tubuhnya saat kuliah tadi. Ia keluar terburu-buru menuju taman kampus agar dapat beristirahat dan mengatur pikirannya kembali. Untunglah Gabriel datang di saat yang tepat.

Sang mafia muda melihat sendiri kebrutalan yang dilakukan olehnya, sidik jari miliknya begitu nyata tergambar jelas di sana. Titik memar biru ada di beberapa bagian tubuh gadis itu. Gadis ini ternyata amatir, bukan seperti banyak wanita yang sering ia jumpai selama ini.

Mereka tanpa diminta pun, menyerahkan dirinya sendiri pada sang mafia Gabriel Nostra. Tangannya menyapu keras rambutnya berkali-kali, menyumpah serapah di dalam hati. Kesalahannya kali ini sangat fatal baginya. Walau Alexandra bukan gadis di bawah umur, tapi ia sudah memaksakan hasrat dan kehendaknya semena-mena.

Dokter Julian sahabat karibnya datang menghampiri ke kamar. Pria itu mengira Gabriel Nostra sakit parah. "Brengsek! Aku pikir dirimu yang sedang terluka!" Gabriel menggeleng. "Julian, tolong cepat kau periksa gadis itu!" Sepuluh menit begitu hening. Gabriel mondar mandir di dalam ruangan, menunggu hasil pemeriksaan.

Urat nadi di tangan Alexandra ditekan, stetoskop digunakan mendengar suara jantung dan pernafasannya. Tiba-tiba Julian berdiri, marah pada sahabatnya. "Apa yang kau lakukan pada gadis ini huh! Mengapa aku lihat banyak tanda bekas tanganmu di tubuhnya?"

Gabriel berkelit membela diri. "Aku tidak mengira Alexandra Camorra masih suci. Pantas saja, ia memberontak keras saat aku bawa pulang dari pesta dansa Zio Luigi DiMaggio. Sungguh celaka benar aku ini!"

"Gabriel, kau selalu menganggap semua wanita itu sama seperti Natasha, Sandra atau lainnya. Mereka memang palsu, tapi kali ini kau pasti kena karmamu sendiri!" cecar Julian sekali lagi. Gabriel tidak peduli. "Shut up, Julian! Berikan obat yang diperlukan gadis itu. Kau dibayar untuk memeriksa dirinya, bukan menceramahi aku!"

Julian menjelaskan, "Gadis ini mengalami shock berat. Berikan asupan makan dan minum yang cukup. Aku menuliskan resep vitamin lainnya dan obat penurun demam. Jika terjadi sesuatu sangat mengkhawatirkan, segera hubungi aku!"

Sikap keras Gabriel pun mereda. "Thanks Julian!" Tapi sahabatnya tetap menyumpahi dirinya lagi. "Aku tidak ingin bayaranmu kali ini, tapi ingin melihat karma menimpamu cepat. Kau membawa gadis itu masuk ke dalam kehidupanmu untuk selamanya!"

Julian Brengsek!

Gabriel menatapnya tajam. "Berisik kau!" Sahabat kecilnya terbahak-bahak, sejak dulu mereka memang selalu bersama. Julian lebih memilih hidup sebagai dokter, Gabriel menjadi seorang pengusaha dibalik topeng mafia. Ia tak menghakimi pilihan pekerjaan Gabriel Nostra.

Kedua orang tuanya sudah tiada, sahabatnya meneruskan perusahaan keluarga dibantu pamannya Zio Luigi DiMaggio.

Beban berat yang disandang Gabriel Nostra, membuat Julian terus memberi semangat padanya. Mereka berpendidikan tinggi, bekerja dibidang masing-masing.

Persahabatan berusia puluhan tahun, namun belum ada satu pun melepas masa lajang hingga saat ini. Julian menepuk bahu sahabatnya, sebelum keluar dari kamar sang penguasa. "Sudah waktunya kau menikah. Aku tunggu undanganmu segera!"

Gadis itu segera merubah hidup sang mafia, Gabriel Nostra. Suka tidak suka, mau tidak mau! Pria itu pasti luruh dalam kepolosan Alexandra Camorra. "Sialan kau Julian, get out of here!" teriak sang mafia keras.

Sahabatnya terus menertawai sepanjang selasar puri Milano, menuruni tangga kemudian keluar langsung menaiki mobil sports terbaru miliknya. Dasar Dokter Gila! Gabriel terus saja memaki, sampai suara deru mobil itu menghilang dari kediamannya.

***

Siguiente capítulo