webnovel

Hati-hati, Yang Ketiga Biasanya Impostor

"Loh ini kok pada keluar? Udahan kumpulnya?" Tanya Tama cengo melihat teman-temannya keluar dari dalam rumah Aksa, padahal dia dan Yoshi baru saja sampai.

"Gak ada yang perlu di bahas lagi," jawab Evan melewati Tama dengan dingin, tak menatapnya sedikit pun.

Tama dan Yoshi bingung, ini pada kenapa sih?

"Kalian jangan aneh-aneh ya," Kata Yetfa memperingati, lewat setelah Evan, sebelum pulang menaiki sepedanya.

"Kak Nares sama Acio aja belum sampe, masa pulang?"

"Mereka udah gue kabarin," jawab Mashiho keluar dari dalam rumah bersama Aksa.

"Bisa jelasin ini ada apa?" Tanya Yoshi tak paham, baru datang beban pikirannya bertambah.

"Tadi tuduh-tuduhan, ya udah pada marah," jawab Galaksi. "Kak Mashi nuduh Kak Evan, Bara nuduh Kak Asahi."

"Habisnya dia mencurigakan," cibir Bara. "Dari gelagatnya, Kak Asahi itu tau sesuatu. Dia 'kan diam-diam menghanyutkan, tau banyak hal padahal gak ada yang bilang."

"Jangan tuduh-tuduhan gitu loh, Bar," tegur Genta. "Lo gak punya bukti, yang ada kita malah kepecah dan pembunuhnya gampang jalanin aksinya."

Asahi tersenyum miring. "Tau dari mana? Kayaknya, lo tau banyak hal ya, Genta.."

Genta terkesiap. "K-kan cuma dugaan. Foto Kak Gendra di kirim ke Kak Aksa, otomatis pembunuhnya incar kita juga."

"Emang lo yakin pembunuhnya ada di antara kita berdua belas?" Tanya Yoshi mulai curiga.

"Iya."

"Seyakin itu?"

"Iya, yakin."

Asahi terkekeh. "Secara gak langsung lo bakal ditargetin pertama, hati-hati aja."

Tama bingung, masa iya pembunuhnya ada di antara mereka? Masa iya terinspirasi dari film buatan mereka?

Sepengelihatannya, mereka tidak memiliki gangguan mental apapun, sifat mereka wajar seperti orang pada umumnya.

"Udahlah, gue mau pulang," kata Bara final, berjalan keluar dari pekarangan rumah Aksa, mencari transportasi umum.

"Udah gue duga bakal jadi begini," ucap Aksa sendu. "Seharusnya kita percaya satu sama lain, gak tuduh-tuduhan begini. Bisa aja 'kan pelakunya orang lain?"

"Kita tunggu aja." Galaksi memasukkan kedua tangannya ke kantung celana. "Kalau setelah ini ada yang mati di antara kita, berarti bener pelakunya memang salah satu dari kita."

"Galaksi... lo gak berharap kita mati, kan?"

Galaksi tertawa kecil. "Menurut lo gimana, Kak Aksa?"

Yoshi tambah bingung. "Kenapa tanyanya gitu? Lo sembunyiin sesuatu?"

Apa yang dilakukan Galaksi? Pemuda tinggi tersebut hanya tersenyum, lalu menaiki motornya dan pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun.

•••

"Gue gak salah 'kan? Gue yakin banyak yang curiga sama Kak Asahi karena sifatnya itu," dumel Bara di perjalanannya.

Dia menendang batu, melampiaskan kekesalannya. Kasihan batu, dia diam saja padahal :(

"Tapi, Kak Asahi emang harus dicurigai sih," lanjutnya tersenyum aneh.

Bara mengeluarkan ponselnya, membuka 'chat' terakhirnya dengan seseorang. Dia tersenyum lagi, walaupun was-was, kenapa ini terasa menyenangkan?

"Kira-kira... korban selanjutnya siapa ya?"

Dia menggulir hpnya, membuka galeri untuk melihat foto teman-temannya. Ia tekan satu foto, foto seseorang dengan Hoodie pink-nya.

"Mungkin dia? Tapi gak tau juga sih..."

Tin tin!

Klakson mobil dari arah depan terdengar. Bara mendongak, oh, bukankah itu mobil Nares?

"Butuh tumpangan?" Tawar Nares setelah kaca jendela turun sempurna.

"Tau aja lo," celetuk Bara menyetujui, kemudian masuk untuk duduk di kursi belakang.

Acio mendengus. "Dasar, katanya banyak uang, tapi kok numpang."

"Emang banyak, tapi uang mainan. Tuh, uang monopoli di rumah."

"Apa sih, Len." Nares kesal, menginjak gas, melanjutkan perjalanan. "Bara, gue sama Acio ke rumah Kak Aksa bentar ya."

"Lah, gue baru aja dari sana..."

"Sebentar doang kok, cuma mau ngomong sesuatu."

Acio melirik Bara dari kaca. "Lo gak perlu tau, nanti tunggu di mobil aja."

"Gue kepo woi!"

Senyum Nares merekah. "Tau banyak itu gak baik loh."

"Lo impostornya, ya?" Tanya Bara to the point.

Nares tak menjawab, memilih fokus menyetir agar cepat sampai tujuan. Acio juga diam saja mengabaikan Bara, kakak beradik ini kenapa sih?

"Eh, kalian ada curiga gitu gak?" Tanya Bara mengubah topik.

"Sejauh ini gak ada, Kak Ajun yang curiga," jawab Acio acuh.

"Lo curiga sama siapa, Kak Res?"

"Sama lo, hehe," jawab Nares terkekeh geli. "Gak kok, bercanda. Gue curiga sama semuanya~"

Bara menghela napas lega. "Bagus deh kalau gitu..."

"Bara."

"Apa?"

Acio menoleh ke belakang. "Lo gak curiga ke kita?"

"Kenapa emangnya?"

"Gimana ya, kita cuma bertiga. Apa lo gak kepikiran kalau gue dan Kak Ajun bakal bunuh lo di sini?"

"H-hah?"

"Gak apa-apa, gak usah dipikirin. Gue cuma bercanda."

"Bercanda lo gak lucu."

"Yah Bar, padahal biar hati seneng loh," timpal Nares. "Oh ya, di samping lo ada kotak 'kan? Isinya snack, ambil aja kalau mau."

Bara diam, menatap kotak coklat di sampingnya ragu-ragu. Dia tak berminat sama sekali. "Gak deh, makasih."

"Lo berpikir kalau di snacknya ada racun ya?" Acio menoleh lagi ke belakang. "Silahkan dimakan, lo mau ngebuktiin snacknya beracun atau enggak 'kan?"

•••

Yetfa turun dari sepedanya, berhenti di supermarket untuk membeli bahan-bahan membuat kue pesanan sang ibu. Sebagai anak yang baik, tentu saja permintaan ibunya harus dilaksanakan.

Tak disangka, Evan juga ada di sini. Duduk di motornya sambil menyedot minuman bermerk cim ori berwarna ungu.

"Ngapain lo ngeliatin gue kayak gitu?" Tanya Evan risih.

"Keliatan banget jomblonya."

"Anak setan."

"Mulut lo, Kak."

Evan berdecak malas. "Gue balik, males gue ketemu orang-orang. Bikin pusing."

"Lo kesel gara-gara di tuduh Kak Mashiho?" Yetfa menahan motor Evan, mencegahnya pergi.

"Jelas lah! Gue dapet uang dari mana coba untuk tutupin kasus Gendra? Yang harusnya di curigain itu Kak Aksa, kan dia orang kaya."

"Keluarga Kak Nares sama Kak Acio juga kaya, lo gak curiga sama mereka?"

"Buat apa? Bukti aja gak ada."

"Bener juga sih... tapi gue curiga, apalagi ke Acio. Dia yang punya ide dan tulis naskah tentang The Among Us. Ada kemungkinan dia salah satu impostornya, ini baru dugaan ya."

"Yetfa." Evan menatap tajam orang di depannya tersebut. "Gue.curiga.sama.lo."

"Ke-kenapa?"

"Tuh, hp lo nyala, ada pesan masuk."

Ponsel di genggaman Yetfa buru-buru di masukkan ke dalam kantong. Apa Evan melihatnya?

"Iya, gue liat." Evan turun dari motornya, tatapannya semakin tajam. "Lo ngerencanain apaan? Kenapa ada kata bunuh? Lo mau bunuh siapa?"

Bingung ya wkwk...

Kalau menurut kalian siapa impostornya? :)

naughtyspaceecreators' thoughts
Siguiente capítulo