Tidak ada yang memberikan respon ketika melihat gadis berparas elok itu membidik. Tiga pria tampan yang masih duduk di atas kuda mereka hanya terdiam, bukan karena mereka sedang ketakutan. Tapi ketiganya tengah menahan tawa.
Ini adalah reaksi yang berbeda. Biasanya saat Dracella memberikan sebuah ancaman pada lawan, mereka pasti akan bergetar ketakutan. Ia tahu para pria itu memang sinting.
Kieran menarik nafas dan menghembuskannya⸺berusaha mengatur kerja paru-parunya, ia tidak boleh menertawakan gadis yang ia layani. Salah satu tugas seorang butler adalah menjaga martabat dan harga diri sang tuan, bukan?
"Nona, Anda tahu kami tidak akan mati semudah itu, hanya karena sebuah peluru yang sebesar kacang almond."
Jari Kieran membentuk lingkaran kecil⸺mempresentasikan seperti seukuran almond. Darcel sendiri sampai tersedak ludahnya sendiri, karena nona muda saudaranya itu tampak merah padam. Sebagai seorang butler tindakan Kieran patut diacungi jempol. Ia baru saja mempermainkan nonanya sendiri.
Untung saja yang ia layani bukan seorang pria tua yang gila. Sebenarnya tidak ada bedanya, karena Dracella pun sedikit tidak waras. Atau mungkin baik Alastair maupun Dracella tidak ada yang waras, mana ada orang yang bersedia memberikan jiwa mereka sebagai imbalan pada seorang iblis?
"Dasar, butler tidak tahu diun⸺"
"Dracella!"
Brakkk braakkk
Segalanya terjadi dalam hitungan detik, entah sejak kapan para butler telah membawa masing-masing tuan mereka menjauh dari kuda dan berdiri di atas ranting pohon. Puluhan tembakan menerjang mereka mengenai kuda-kuda yang kini telah berjatuhan seperti pion bowling. Sayangnya tidak berhenti hanya sampai di sana, mereka masih terus berlari⸺menghindari hujan peluru yang begitu deras.
"Apa yang baru saja terjadi?"
"Kieran, apa itu?" tanya Dracella yang saat ini tengah berada dalam gendongan pria bersurai legam yang masih sibuk berlari kencang menerjang angin. Sang butler yang ditanya justru mendecih. Bukan karena ia kesal dengan sang nona, melainkan ia menyadari nyawa mereka benar-benar terancam. Bagaimana tidak? Setiap objek yang terkena tembakan itu layu atau tinggal tulang belulang, seseorang berusaha melenyapkan keberadaan mereka.
"Oh sialan! Darcel, apa ini serangan dari bangsa kalian?" teriak Alastair kesal. Iris keperakannya mendapati hutan di belakang mereka telah mati mengering. Dracella yang melihat pemandangan mengerikan itu dengan kedua mata kepalanya sendiri, kian mengeratkan pegangan pada leher Kieran, karena pria itu berlari semakin kencang⸺bahkan ia sempat mengira dirinya sedang terbang.
"Aku tidak menyangka jika musuh juga bersekutu dengan kaum kita," ujar Darcel. Beberapa kali ia berputar dan meloncat dari dahan yang satu ke dahan yang lain, menghindari tiap tembakan.
"Ya dan sepertinya ini berasal dari buah beracun yang mematikan dari dunia bawah," sahut Kieran.
"Ya ampun, Kieran!! Apa itu!"
Teriakan Dracella mengejutkan ketiga pria itu. Ia tengah menunjuk seekor anjing raksasa dengan tiga kepala tengah berlari dari belakang mengejar mereka. Kieran dan Darcel tiba di sebuah tebing tersudutkan, Kieran tidak habis pikir bagaimana mereka bisa mendatangkan Cerberus kesini. Terlebih dengan ukurannya yang mungkin Cerberus ini berusia lebih dari ribuan tahun.
Cerberus sendiri merupakan seekor anjing berukuran hampir sebesar sebuah mansion dengan tiga kepala, terkenal ganas dan agresif. Penjaga dari underworld, cakarnya dapat mencabik-cabik musuh⸺belum lagi taring beracun, siapa pun bisa akan mati dalam kurang dari satu menit. Kieran dan Darcel tampak sedikit kesulitan karena sekarang mereka harus menghindari serangan Cerberus dan tembakan yang masih belum juga berhenti.
Tangan dan kaki mereka sibuk menyerang Cerberus sekaligus menjaga tuan dan nona mereka. Merepotkan, memang.
"Ck, menyebalkan sekali. Sebaiknya langsung kita bereskan saja," kata Darcel merenggangkan kepala miliknya dan seolah memulai pemanasan.
"Hey, pak tua tulang-tulang mu masih belum berkarat bukan?" tanya Kieran yang kini telah berdiri di sampingnya.
Kemudian keduanya menurunkan tuan juga nona muda mereka. Tidak lama Darcel telah membangun sebuah pelindung berwarna hitam melingkupi keduanya. Para butler tersenyum, mereka sedikit menunduk meminta izin untuk membereskan masalah kecil ini, sesaat sebelum Kieran pergi Dracella sempat menarik ujung lengan kemejanya. Melihat tingkah sang nona membuat pria itu bertanya-tanya, ada apa gerangan hingga ia tampak gusar.
"Cepat bereskan lalu segera kembali. Bunuh saja mereka. Secepatnya kembali kemari, ini perintah." Ucapan Dracella yang terdengar begitu tegas membuat Kieran mengulum senyum lebar. Ia dapat merasakan darahnya berdesir akibat titah sang nona muda.
"Yes my Lady."
Serangan beruntun dalam sepersekian detik langsung menghantam Cerberus, begitu mereka keluar dari pelindung milik Darcel. Kieran tanpa basa-basi menendang dan menggunakan pisau perak yang tertancap begitu saja pada tubuh Cerberus.
Setelahnya mereka berpencar, Darcel pergi entah kemana. Tetapi ia tidak memerlukan waktu lama. Karena pria itu telah kembali dengan tangan berlumuran cairan kental merah.
"Kau membawa oleh-oleh yang menjijikan," kata Kieran memberikan tanggapan pada buah tangan yang dibawa Darcel.
Bukannya segera membuang barang bawaannya. Pria itu justru mengangkat tinggi benda menjijikan yang dimaksud Kieran. Sayangnya kesenangan Darcel terhenti saat kaki saudaranya telah menyepak jauh-jauh buah tangannya itu.
"Kau selalu bermain-main dengan benda kotor," jelas Kieran sambil tersenyum sesaat setelah menusuk Cerberus dengan ujung tangan nya menembus dan mengambil jantung yang sebesar semangka dan menginjaknya.
"Wah … sebuah nostalgia bukan begitu, adikku sayang?" Darcel menyisir rambutnya dan menendang kepala tiap Cerberus. Sementara Kieran menjentikkan jari dan dalam hitungan detik muncul sebuah api hitam yang langsung membabat habis sisa tubuh si monster penjaga underworld.
"Aku cukup senang dengan perburuan ini sepertinya," imbuh Kieran. Sayang baru saja ia mengulum senyum tiba-tiba pria itu telah berpindah di dalam pelindung di samping Alastair. Ia menarik tubuh Dracella ke dalam dekapannya. Sang duke pun telah ditarik menjauh oleh butlernya. Ia masih belum bisa mencerna apa yang baru saja terjadi.
Kieran menendang sesuatu hingga menyemburkan cairan kental merah. Sebuah tangan baru saja keluar dari tanah dan menusukkan sesuatu pada leher nona mudanya. Manik merahnya berkilat, gadis bersurai keemasan yang berada di dalam dekapannya itu terbatuk mengeluarkan darah.
Iris krimsonnya bertukar pandang pada netra senja sang butler. Nafasnya terengah-engah, dan untuk kesekian kalinya Kieran berpindah selepas memindahkan Dracella pada Alastair.
"Dracella! Ella!" Alastair berlari menyusul tubuh sang tunangan yang mulai terasa dingin. Ia langsung melepas mantel di tubuhnya, kemudian menyelimuti gadisnya itu. Berulang kali sang duke mencoba memanggil nama Dracella, sayangnya tidak ada respon apa pun kecuali deru nafas yang semakin terputus-putus.
"Lakukan sesuatu!" seru Alastair yang mulai panik.
"Cih … sialan." Sebuah sayap berwarna hitam besar keluar dari punggung Sebastian membuat kemeja miliknya robek. Tak lama sang iblis telah melesat membawa angin besar yang menerbangkan hutan kering itu.
"Berani-beraninya, dasar bedebah!"