webnovel

Dia Baik Padaku

Aku sedang menyiapkan makan malam. Sekarang hanya tinggal menyajikannya di meja makan. Bu Rima sudah memintaku untuk duduk saja dan dia yang akan melayani kami, tetapi aku menolaknya. Aku sudah terbiasa dengan pekerjaan seperti ini. Jadi kalau hanya duduk dan diam saja aku akan merasa bosan. Pak Hasan meletakkan dua plastik buah-buahan. Aku membukanya karena penasaran dengan buah apa yang ada di dalamnya. Kukira Mama yang membeli semua ini, ternyata aku salah.

"Apa yang kau lakukan?" Argat membuatku terkejut dan langsung pindah ke tempat semula.

"Kukira itu belanjaan Mama, jadi aku ingin melihatnya." Aku kembali menyibukkan diri.

Baru saja dibicarakan Mama sudah muncul. Sore tadi baik Mama dan Argat sedang pergi keluar, jadi kupikir buah-buahan itu milik Mama. Melihat Mama datang, Argat langsung membawa dua kantong plastik itu bersamanya.

"Kau mau ke mana?" tanya Mama.

"Aku akan pergi ke rumah sakit. Maya sedang membutuhkanku sekarang," jawab Argat.

"Maya sudah mendapatkan perawatan?" tanyaku merasa lega.

Tanpa menjawabku Argat melanjutkan langkahnya. Aku sama sekali tidak kesal dengan sikap Argat karena aku begitu senang mendengar Maya yang sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit.

"Delisa siapkan sepiring makanan untuk Argat. Dia akan lapar saat pulang nanti," perintah Mama.

"Aku tidak akan pulang. Aku akan menginap di rumah sakit," jawab Argat dengan santainya.

"Keterlaluan. Kalian baru saja menikah dan kau malah sibuk dengan wanita lain? Begitukah caramu memperlakukan istrimu?" Mama sangat tidak suka dengan sikap Argat yang melampaui batas.

Pada satu sisi aku menyetujui keputusan Argat untuk menginap di rumah sakit. Saat ini Maya sangat membutuhkan Argat. Namun di sisi lain ada mama yang marah karena sikap Argat. Karena tidak ingin terjadi keributan aku memegang lengan mama untuk membiarkan Argat pergi.

"Argat benar, Ma. Maya sangat membutuhkan Argat saat ini," ucapku.

"Suamimu akan menemui wanita lain dan kau malah mendukungnya? Apa seperti ini sikapmu sebagai seorang istri, Delisa?"

"Maya akan segera sembuh jika ada Argat di sampingnya. Tolong, Ma, demi kesembuhan Maya," mohonku.

Mama terus menolak permintaanku. Mama merasa bahwa aku tidak ada bedanya dengan Argat. Namun pada akhirnya aku berhasil membujuk Mama untuk membiarkan Argat pergi.

"Jika Mama sampai melihatmu menyakiti Delisa, Mama tidak akan pernah memaafkanmu," ancam Mama lalu pergi meninggalkan kami.

Kini tinggal aku sendiri di meja makan. Mama tidak mau makan karena masih marah padaku. Kupikir kami akan makan bersama-sama, ternyata hanya aku. Ya Tuhan tolong maafkan aku yang justru membiarkan suamiku bersama dengan wanita lain. Aku harus bagaimana lagi? Aku terjebak dengan situasiku yang serba salah. Aku hanya bisa berdoa semoga Maya segera sembuh dan aku bisa segera mengakhiri hubungan palsu ini. Besok setelah pulang kerja aku akan menjenguk Maya.

Akhirnya pekerjaanku sudah selesai. Mumpung belum terlalu sore, aku melangkah dengan cepat untuk mencari taksi di luar. Aku melihat Elsa yang sedang berdiri dan terlihat menunggu seseorang. Dengan langkah pelan dan hati-hati, aku menepuk pundaknya dari belakang. Alhasil Elsa sangat terkejut karena kejahilanku.

"Ya ampun, Delisa. Ngagetin aja." Elsa mengelus-elus dadanya.

Aku hanya tertawa sambil menutup mulut dengan sebelah tangan. Raut wajah terkejutnya itu membuatku puas, seperti baru saja menyelesaikan sebuah misi. Tiba-tiba Elsa menarik tanganku dan menyentuh cincin yang ada di jari manisku.

"Cincin apa, nih? Jangan bilang…"

Aku menarik tanganku dengan cepat. Kusembunyikan kedua tanganku ke belakang. Aku masih belum siap mengatakannya pada Elsa. Apalagi pernikahanku sangat rumit, Elsa tidak akan mengerti. Lagipula aku juga tidak ingin mengumbar pernikahan yang tidak ada masa depannya seperti ini.

"Juju aja, itu cincin apa? Tunangan? Apa jangan-jangan cincin nikahan?" Elsa terus menebak-nebak seperti seorang detektif.

Aku menghembuskan napas dengan lega saat melihat sebuah motor baru saja tiba. Dari motornya saja aku sudah tahu kalau itu adalah Gavin, pacarnya Elsa. Syukurlah Gavin datang di waktu yang tepat. Aku jadi punya kesempatan untuk tidak menjawab pertanyaan Elsa.

"Aku duluan ya. Pacarku udah nunggu," ucap Elsa dengan nada sedikit manja.

Elsa benar-benar jagonya. Baru dua bulan yang lalu putus dari pacarnya, sekarang udah punya pacar baru. Mereka memang pasangan yang serasi kalau dilihat-lihat. Gavin yang cukup pendiam dan Elsa yang cenderung cerewet dan ribet. Tak lama setelah mereka pergi, aku mendapatkan taksi.

Aku keluar dari mobil setelah membayar ongkosnya. Sebelum masuk, aku akan membeli makanan kesukaan Maya, yaitu bubur goreng. Setelah mendapatkan bubur gorengnya aku masuk ke dalam dan mencari ruangan Maya dirawat. Kubuka pintunya dengan wajah tersenyum. Ternyata di dalam sudah ada Argat. Maya langsung melepaskan tangan Argat saat melihatku datang. Sepertinya aku datang di saat yang tidak tepat.

"Maya, bagaimana kondisimu? Kau merasa baikan, kan?" tanyaku.

"Aku merasa jauh lebih baik karena ada Argat di sini," jawab Maya dengan tersenyum.

"Aku bawakan bubur goreng kesukaanmu. Kau belum makan, kan? Kali ini kau harus menghabiskan bubur gorengnya," bujukku.

Awalnya Maya menolak karena tidak merasa lapar, tetapi Argat memintanya untuk membuka mulut dan mau kusuapi. Meski tidak sampai habis, setidaknya aku senang karena Maya mau makan.

"Aku minta maaf untuk yang kemarin. Aku benar-benar emosi sampai tidak memikirkan perasaanmu," ucap Argat menyesal.

"Tidak apa-apa. Aku mengerti kalau kau sedang marah saat itu. Aku hanya sedikit terkejut karena dulu kita baik-baik saja," ucapku.

"Untuk kedepannya kita akan baik-baik saja. Kita hanya perlu bersabar sampai hubungan ini benar-benar selesai. Setelah itu kau bisa bebas dan melanjutkan hidupmu," ucap Argat meyakinkanku.

Maya merasa senang karena kami sudah berbaikan. Ternyata Maya yang sudah menyadarkan Argat supaya tidak terlalu emosi menghadapi masalah ini. Maya juga tidak ingin hubungan pertemananku dengan Argat memburuk karena hubungan ini. Meskipun aku adalah istrinya Argat, Maya tetap baik padaku. Toh pernikahan ini tidak sungguhan.

"Aku senang karena kalian sudah akur kembali. Aku ingin kalian tetap bahagia," ucap Maya.

Entah terbuat dari apa hati Maya ini. Maya begitu baik dan bijaksana. Seharusnya Maya cemburu atau bisa saja menyuruhku untuk tidak begitu dekat dengan Argat, tetapi Maya malah ingin supaya hubungan kami menemukan keseriusan nantinya.

"Maya, kau akan segera sembuh," ucapku menyemangatinya.

"Dokter akan mengusahakan segala cara untuk menyembuhkanmu," ucap Argat.

Seorang perawat baru saja masuk untuk mengganti infus Maya. Aku emmegang sebelah tangan Maya untuk menyemangatinya. Setelah perawat itu pergi, Argat ingin keluar untuk mencari makan malam yang menangani Maya.

"Aku akan segera kembali," ucap Argat.

"Dia memang seperti itu. Sudah berapa kali Argat menanyakan tentang kondisiku pada dokter," ucap Maya.

"Argat sangat mencintaimu, Maya."

"Aku ingin meminta satu hal lagi darimu. Tolong berjuanglah untuk hubungan kalian. Demi apa pun jangan pikirkan aku," ucap Maya yang menurutku tidak masuk akal.

Maya beranggapan kalau waktunya di dunia ini tidak akan lama lagi. Oleh karena itu Maya terus memintaku supaya memiliki hubungan layaknya seorang suami istri pada umumnya. Aku belum siap untuk menerima permintaannya. Jika aku menyetujuinya, apa Argat juga akan setuju?

Siguiente capítulo